Mubadalah.id – Apa sih bedanya mendengar dengan mendengarkan? Mendengar adalah aktivitas alami yang bersifat otomatis sebagai respons dari sebuah suara. Berbeda dengan mendengarkan, ia memiliki kesadaran penuh dalam menerima sekaligus merespons suara. Yang memiliki konsekuensi untuk memahami dimensi lain di balik suara tersebut.
Sampai sini paham?
Keduanya sama-sama kata kerja. Mendengar hanya kerja telinga. Sedangkan mendengarkan merupakan kerja-kerja kolektif antara telinga, akal budi, dan nurani.
Misalnya seperti ini, Ketika ada motor lewat, secara otomatis telinga kita akan mendengarnya. Tanpa kita bersusah payah, otomatis akan mendengar. Dan sudah, berhenti cukup sampai di situ.
Lain lagi jika ada seseorang yang sedang bercerita tentang kisah hidupnya. Yang harus kita lakukan adalah mendengarkan. Bukan sekadar mendengar seperti angin lalu.
Berbeda? Sangat berbeda!
Mendengarkan dapat memupuk empati
Yang mulai hilang dari kita adalah empati. Secara terminologi, empati merupakan kemampuan untuk memahami apa yang dirasakan orang lain. Melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Dan juga membayangkan diri sendiri berada di posisi orang tersebut.
Mari kita merefleksikan bersama. Kebanyakan dari kita hanya ingin didengarkan tanpa mau mendengarkan. Kehidupan sangat lekat dengan konsep tabur tuai. Apa yang kita lakukan akan kembali ke diri kita. Setiap kondisi memiliki feedback (umpan balik) masing-masing. Oleh karena itu, jika adateman kita sedang bercerita tolong letakkan HP-nya (jangan bermain HP) agar teman kita merasa dihargai sekaligus didengarkan.
Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki tanggung jawab untuk memahami kondisi orang lain. Menghargai keberadaan orang lain. Serta merespons kehadiran orang lain sebagai manifestasi hablumminannas.
Empati tidak muncul begitu saja. Empati perlu dipupuk dari hal-hal yang bersifat kecil hingga besar. Memang tidak mudah. Empati merupakan soft skill yang menunjukkan entitas manusia. Karena sebagai manusia harus mampu memanusiakan manusia yang lainnya. Hal tersebut tidak akan terbangun jika setiap dari kita tidak memiliki empati alias bersikap abai dan acuh.
Belajar mendengarkan orang lain
Konsep sekaligus praktik mendengarkan, saya temukan dalam forum fasilitator yang diselenggarakan oleh Korps PMII Putri (Kopri) Pimpinan Koordinator Cabang (PKC) Jawa Tengah. Sebuah organisasi besar yang peduli terhadap isu-isu Perempuan dan kelompok rentan lainnya. Forum tersebut sebagai upaya untuk memfasilitasi peserta perempuan menjadi fasilitator hebat di lembaga masing-masing.
Sebagai pengantar, ada konsep “Ruang Aman” di dalamnya. Seluruh peserta duduk berdekatan membentuk lingkaran utuh dan kami saling berpegangan tangan. Saat itu, fasilitator yang juga seorang professional konselor berkata “Ceritakan apa yang ingin kalian ceritakan”. Singkat tapi sangat bermakna.
Kalimat tersebut menunjukkan adanya consent atau persetujuan. Bagian mana saja yang perlu diceritakan dan yang tidak perlu.
Kenapa namanya “Ruang Aman”? Karena seluruh peserta memiliki komitmen untuk mendengarkan tanpa menghakimi orang lain sedikitpun. Bahkan tidak jarang, forum tersebut penuh dengan air mata. Seluruh peserta seakan merasakan apa yang sedang menjadi kesedihan orang yang sedang bercerita.
Sebagai bentuk kekuatan, pelukan menjadi obat tersendiri untuk menenangkan kesedihan tersebut. Setiap dari kami bebas berpelukan sebagai upaya transfer energi satu sama lain.
Hikmah mendengarkan
Saya dan suluruh peserta forum merasakan hal yang sama, yaitu energi baru. Dari awal hingga akhir begitu deras energi positif yang mengalir di tubuh kami. Karena sejak awal kami telah menyepakati nilai-nilai kesalingan seperti saling mendengarkan, saling menghargai, saling mengingatkan, dan saling berbagi kebahagiaan satu sama lain.
Saya menyadari betul bahwa women support women itu sangat nyata. Jika setiap Perempuan berlaku bijak dalam relasi sesama Perempuan, maka akan menjadi kekuatan tersendiri. Di antara kami tidak sedang bersaing maupun berkompetisi. Melainkan saling mendukung dan memberikan ruang satu sama lain untuk bertumbuh. Mari mendengarkan untuk merasakan. Kalimat tersebut menjadi mantra yang akan selalu kami ingat. []