Mubadalah.id – Islam sangat menganjurkan digelarnya resepsi perkawinan, atau biasa disebut walimatul ’ursy, yang merupakan peristiwa sosial dan sekaligus peristiwa agama.
Maka, walimatul ’ursy semestinya kita bingkai dengan tujuan dan cara-cara yang sesuai dengan ajaran agama. Sekalipun di sana tetap ada ruang untuk mengekspresikan kreasi, seni dan budaya sesuai latar belakang penyelenggaraanya.
Rasulullah Saw sangat menganjurkan pasangan yang menikah untuk menggelar resepsi. “Barakallahu laka” (semoga Allah memberi berkah kepada anda). Buatlah walimah meskipun hanya dengan seekor kambing.”
Demikianlah doa dan perintah Nabi Saw kepada sahabat beliau yang kaya dan dermawan, Abdurrahman bin Auf ra saat Nabi bertemu dengannya setelah menikah. Peristiwa ini, seperti dalam riwayat oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik ra.
Nabi sendiri menggelar walimah saat menikah. Ada unta-unta yang Nabi potong saat walimahnya dengan Ummul Mukminin Khadijah ra. Nabi juga pernah menggelar walimah dengan sangat sederhana, hanya dengan roti tanpa daging.
Yang terpenting dalam walimah memang bukan besar kecilnya resepsi. Karena perkawinan dalam Islam merupakan peristiwa sosial yang harus kita beritahukan kepada khalayak. Dalam hadits riwayat Ahmad dari Amir bin Abdillah, Rasulullah bersabda:
اْعلنوا النكاح
“Umumkanlah pernikahan!”
Dengan perintah ini, perkawinan diam-diam (siri) yang diorentasikan semata agar pasangan tidak berzina sesungguhnya tidak sesuai dengan ajaran Nabi dan telah merendahkan makna perkawinan dalam Islam karena menghilangkan fungsi sosial dan hablum minannas-nya.
Nikah siri juga melanggar hukum positif yang berlaku di Indonesia dan menanam bom waktu masalah, terutama pada nikah siri poligami. []