• Login
  • Register
Senin, 27 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Yang Luput dari Ceramah Resepsi Pernikahan

Pernikahan adalah sebuah ikatan suci yang kokoh (mitsaqan ghalidhan) antara dua manusia, laki-laki dan perempuan, sehingga nasihat pernikahan hendaknya disampaikan secara adil dan proporsional kepada keduanya. Sayangnya, mayoritas nasihat itu berat sebelah porsinya.

Rifaatul Mahmudah Rifaatul Mahmudah
02/12/2020
in Keluarga, Kolom
0
232
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Beberapa kali saya mengikuti resepsi pernikahan atau kalau dalam bahasa jawanya dikenal dengan acara ‘walimahan’/walimah al-‘ursy. Wajah berbinar dari kedua mempelai menjadikan para tamu turut bahagia melihatnya.

Namun, yang mengganjal dari beberapa resepsi yang saya ikuti, seringkali pada saat sesi ceramah yang disampaikan oleh tokoh agama setempat, isi dari ceramah itu hanya untuk perempuan, seperti perempuan harus melayani suami, harus tampil menyenangkan di depan suami, harus selalu tersenyum meski dihimpit oleh krisis ekonomi, intinya tidak boleh kelihatan jelek di depan suami, dan sederet kewajiban-kewajiban dan kriteria shalehah lainnya.

Tentu ini tidak adil, pernikahan adalah sebuah ikatan suci yang kokoh (mitsaqan ghalidhan) antara dua manusia, laki-laki dan perempuan, sehingga nasihat pernikahan hendaknya disampaikan secara adil dan proporsional kepada keduanya. Sayangnya, mayoritas nasihat itu berat sebelah porsinya. Jika nasihat ini dipahami oleh suami yang memahami konsep kesalingan; saling membantu, saling menghargai, saling menjaga, dan nilai-nilai positif lainnya, maka tidak akan terjadi problematika dalam keluarganya.

Namun, yang menjadi masalah adalah ketika sang suami memahami itu secara literal dan tidak memiliki nilai-nilai kesalingan dalam dirinya, maka ia akan menjadi suami yang suka menuntut agar istrinya selalu sempurna di depan dirinya. Problematikanya lagi ketika istri bekerja dan sang suami tidak memiliki pandangan kesalingan, maka istri akan memiliki beban ganda (publik dan domestik). Istri akan selalu dituntut mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga, meskipun ia juga bekerja.

Tugas rumah tangga adalah tugas bersama baik laki-laki maupun perempuan, terutama jika di zaman sekarang ini banyak istri yang memilih untuk bekerja sebagai upaya untuk memenuhi tuntutan ekonomi keluarga. Selain itu, tugas mengerjakan pekerjaan rumah tangga juga bukan merupakan kodrat baik istri maupun suami, sehingga dalam pengerjaannya adalah milik kedua belah pihak.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • 3 Tips Jika Target Ibadah Ramadan Berhenti di Tengah Jalan
  • Wahai Ayah dan Ibu, Jadilah Sahabat Bagi Anakmu!
  • 5 Dasar Toleransi Menurut Wahbah Az-Zuhaili
  • Asy-Syifa Binti Abdullah: Ilmuwan Perempuan Pertama dan Kepala Pasar Madinah

Baca Juga:

3 Tips Jika Target Ibadah Ramadan Berhenti di Tengah Jalan

Wahai Ayah dan Ibu, Jadilah Sahabat Bagi Anakmu!

5 Dasar Toleransi Menurut Wahbah Az-Zuhaili

Asy-Syifa Binti Abdullah: Ilmuwan Perempuan Pertama dan Kepala Pasar Madinah

Namun, jika ceramah-ceramah pernikahan itu masih berat sebelah, maka yang akan dikorbankan adalah perempuan. Seolah-olah apa yang disampaikan dalam ceramah pernikahan itu tidak bisa diganggu gugat. Alhasil, banyak perempuan yang menanggung beban ganda.

Pernikahan adalah relasi antara dua orang, bukan salah satunya saja. Jadi yang harus berbuat baik bukan salah satu, sementara salah satu yang lain semena-mena. Menurut Kiai Faqih Abdul Kadir, beliau menjelaskan bahwa pernikahan adalah sebuah komitmen untuk mengaplikasikan nilai-nilai saling berbuat baik satu sama lain (mu’asyarah bil ma’ruf) dan akhlak mulia (makarim al-akhlak).

Masih dalam pandangan penulis buku Qiro’ah Mubadalah ini, bahwa makna dari ‘menikah adalah menyempurnakan separoh agama’ adalah komitmen untuk saling berbuat baik satu sama lain (mu’asyarah bil ma’ruf), disebutkan pula dalam sebuah riwayat oleh al-Albani bahwa seorang laki-laki apabila menikahi perempuan shalihah, maka berarti ia mendapat separoh agama, untuk menjadi utuh maka suami shaleh terhadap istrinyalah yang akan melengkapinya. Hal inilah menurut Kiai Faqih dianggap sebagai relasi kesalingan, resiprokal (mubadalah) antara suami dan istri. Jika istri dituntut untuk shalehah, maka suami juga harus shaleh kepada istrinya.

Tidak apa jika kebanyakan ceramah pernikahan memaparkan segala kewajiban istri kepada suaminya, namun kita sebagai pendengar––khususnya kedua mempelai––harus bisa memaknainya dengan proporsional dan menggunakan cara berpikir yang mubadalah. Jika mayoritas ceramah menuntut istri agar selalu tersenyum kepada suami, maka sebaliknya suami juga harus ramah kepada istri, jika perempuan menghendaki dan memilih untuk di rumah saja, mengerjakan bejibun tugas rumah tangga dari bangun pagi sampai menjelang tidur malam, maka sang suami tidak boleh menganggap remeh (underestimate) istrinya, hanya karena ia tidak menghasilkan uang, dan lain sebagainya.

Fakta yang banyak terjadi adalah banyak kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami kepada istri. Hal ini bisa disebabkan banyak hal, seperti karena suami tidak memiliki pandangan bahwa perempuan adalah makhluk mulia sebagaimana laki-laki, banyak yang menganggap perempuan derajatnya lebih rendah daripada laki-laki sehingga banyak suami menganggap remeh istrinya, atau hanya karena istrinya tidak ikut menghasilkan uang lantas ia bisa berbuat semena-mena.

Keluarga adalah tempat untuk menyemai kasih. Jika ada kekerasan, maka tidak lain akan mengurangi rasa kasih sayang itu sendiri. Tidak ada keuntungan sama sekali dari tindak kekerasan itu sendiri (baik kekerasan verbal, fisik, dan psikis), yang ada justru akan membuat semakin memudarnya sikap saling menghargai dan menyayangi. Sehingga saling berbuat baik (mu’asyarah bil ma’ruf) menjadi penting untuk diaplikasikan oleh suami istri pada khususnya, dan seluruh anggota keluarga pada umumnya.

Sementara ceramah-ceramah pernikahan yang seringkali memaparkan tugas-tugas istri saja hendaknya dimaknai dengan bijak, bahwa tugas menjaga keharmonisan rumah tangga adalah milik berdua, sehingga apapun kondisinya harus ditanggung dan dilaksanakan oleh kedua pihak, maka wajar jika suami ikut andil dalam urusan domestik, dan begitu sebaliknya.

Akan lebih baik lagi, jika ceramah pernikahan itu dipaparkan dengan prinsip-prinsip kesalingan (mubadalah), sehingga kedua pasangan suami istri itu bisa belajar bagaimana menjadi pribadi yang saling menyenangkan, melayani, dan membahagiakan satu sama lain, yang tentunya bisa menjaga keharmonisan rumah tangga dengan prinsip-prinsip yang adil dan setara. []

 

Tags: Fiqih PerempuanislamKesalinganpernikahanQira'ah Mubadalah
Rifaatul Mahmudah

Rifaatul Mahmudah

Terkait Posts

Propaganda Intoleransi

Waspadai Propaganda Intoleransi Jelang Tahun Politik

27 Maret 2023
Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental

27 Maret 2023
Profil Gender

Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja

27 Maret 2023
Akhlak dan perilaku yang baik

Pentingnya Memiliki Akhlak dan Perilaku yang Baik Kepada Semua Umat Manusia

26 Maret 2023
kitab Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Laki-laki dan Perempuan Dilarang Saling Merendahkan

26 Maret 2023
Penutupan Patung Bunda Maria

Kisah Abu Nawas dan Penutupan Patung Bunda Maria

26 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Akhlak dan perilaku yang baik

    Pentingnya Memiliki Akhlak dan Perilaku yang Baik Kepada Semua Umat Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Waspadai Propaganda Intoleransi Jelang Tahun Politik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jogan Ramadhan Online: Pengajian Khas Perspektif dan Pengalaman Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Piagam Madinah: Prinsip Hidup Bersama
  • Nyai Pinatih: Sosok Ulama Perempuan Perekat Kerukunan Antarumat di Gresik
  • Pentingnya Memahami Prinsip Kehidupan Bersama
  • Q & A: Apa Batasan Sakit yang Membolehkan Tidak Puasa di Bulan Ramadan?
  • Jogan Ramadhan Online: Pengajian Khas Perspektif dan Pengalaman Perempuan

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist