Mubadalah.id – Saat ini, tindak kejahatan trafiking (perdagangan manusia) menjadi salah satu isu yang paling fenomenal dan sangat memprihatinkan.
Laporan Kompas.id menyebutkan bahwa data tindak kejahatan trafiking dalam kurun waktu 2015-2019 ada sebanyak 2.648 korban perdagangan orang yang terdiri dari 2.319 perempuan dan 329 laki-laki.
Dengan banyaknya korban trafiking menyadarkan kita bahwa ternyata justru para perempuanlah yang banyak menjadi korban perdagangan.
Hal ini juga menegaskan bahwa perempuan merupakan kelompok yang paling rentan dari tindak kejahatan ini.
Dengan semakin banyaknya para perempuan korban tindak trafiking ini menjadi perhatian khusus bagi organisasi keislamaan Nahdlatul Ulama (NU).
NU telah memberikan fatwa yang sangat tegas terhadap pengharaman segala tindak kejahatan trafiking.
Ada dua isi fatwa penting yang dikeluarkan NU mengenai pengharaman tindak kejahatan trafiking. Dua fatwa ini seperti dikutip di dalam buku Fiqh Anti Trafiking yang ditulis Faqihuddin Abdul Kodir dkk.
Pertama, mengharamkan eksploitasi selama proses perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman, penggunaan kekerasan, dan penculikan.
Kemudian, mengharamkan penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang itu, baik yang dilakukan dalam negara maupun antar negara.
Kedua, mewajibkan semua pihak, pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat mencegah trafiking dan melindungi korban.
Selain itu, fatwa NU juga merekomendasikan agar PBNU beserta seluruh badan otonom dan lembaganya dari pusat hingga daerah untuk melakukan gerakan bersama menolak trafiking.
Mencermati semua kondisi ini, tetap dipandang perlu adanya wacana keislaman yang dikaitkan dengan segala upaya untuk meminimalisasikan tindak kejahatan trafiking, mulai dari pencegahan, perlindungan, dan upaya-upaya advokasi, serta rehabilitasi korban.
Di samping itu, wacana keislaman ini diharapkan bisa dijadikan sebagai landasan moral teologis untuk menindak para pelaku dengan hukum positif yang berlaku.
Inilah yang dimaksud dengan fiqh anti-trafiking, yakni sebuah pemahaman keagamaan yang didasarkan pada semangat kemanusiaan yang ditegaskan ayat-ayat al-Qur’an dan teks-teks al-Hadits untuk menumbuhkan kesadaran kolektif tentang bahaya dan keharaman tindak kejahatan trafiking. (Rul)