Mubadalah.id – Anggota Majlis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (MM KUPI) Faqihuddin Abdul Kodir menjelaskan bahwa ada tiga alasan salah bagi orang yang mendukung poligami.
Tiga alasan salah itu karena belakangan ini ada yang beranggapan bahwa suami yang berpoligami itu sebagai bukti cintanya kepada suami karena Allah Swt.
Oleh sebab itu, pria yang kerap disapa Kang Faqih menyebutkan bahwa berpoligami dengan alasan sebagai bukti cintanya kepada suami karena Allah Swt itu salah.
Berikut tiga alasan salah bagi orang yang mendukung poligami.
Pertama, cinta karena Allah Swt itu mencintai seseorang dengan basis iman pada nilai dan ajaran yang diajarkan-Nya. Dan ini mengikat pada perempuan sebagai istri maupun laki-laki sebagai suami. Karena perintah untuk mencintai karena Allah (al-hubb lillah) tidak hanya jatuh pada perempuan tetapi juga pada laki-laki.
Jika perempuan harus mencintai suaminya karena Allah Swt, maka laki-lakipun demikian kepada istrinya.
Sementara pernyataan perempuan di atas terkesan hanya dia yang mencintai karena Allah, sehingga memiliki waktu lebih untuk fokus beribadah kepada-Nya, sementara suaminya tidak memiliki waktu sama sekali untuk fokus ibadah, karena hari-harinya justru akan menggilir dari satu istri ke istri yang lain.
Jikapun suami memiliki waktu jeda, tetap saja perempuan lebih banyak waktu fokus kepada Allah Swt, dan ini tidak seimbang.
Salah satu nilai dan ajaran Allah Swt yang utama dalam hal pernikahan adalah memberikan ketenangan dan kebahagiaan hidup (sakinah) kepada pasangan, dengan memadu cinta (mawaddah) dan kasih (rahmah) antara suami dan istri (QS. Ar-Rum, 30: 21).
Cinta karena Allah Swt adalah bagaimana cinta pasutri yang didasarkan pada nilai dan ajaran ini, dimana satu sama lain terus memupuk mawaddah dan rahmah, agar keduanya benar-benar bahagia dan sekaligus membahagiakan.
Kondisi perempuan dalam cerita di atas, menyiratkan ada banyak waktu dimana dia tidak memadu cinta kasih pada saat justru suaminya memadu cinta kasih dengan yang lain.
Artinya, ada saat dimana suaminya tidak mengamalkan nilai dan ajaran ini kepada perempuan tersebut, karena dia sibuk dengan perempuan-perempuan yang lain.
Dus, perempuan yang mendorong suaminya berpoligami berarti menjerumuskannya untuk tidak mengamalkan nilai dan ajaran ini dalam pernikahan bersama dirinya.
Kedua, pernikahan atau berkeluarga dalam Islam adalah media untuk beribadah, sehingga kehadiran pasangan, suami bagi perempuan atau istri bagi laki-laki bukanlah penghalang seseorang dari beribadah kepada Allah Swt. Justru sebaliknya bisa melejitkan segala potensi ibadah.
Berbuat baik adalah ibadah dan melayani juga ibadah. Bahkan, shalat dan puasa, sebagai ibadah ritual, juga bisa dilakukan bersama, sehingga memperoleh pahala jam’ah, dan sekaligus pahala memadu mawaddah, rahmah, dan sakinah.
Hal ini berlaku bagi keduanya, perempuan bersama suaminya, dan laki-laki bersama istrinya. Laki-laki yang bersedia berpoligami berarti akan banyak meninggalkan ibadah-ibadah relasional dengan istri yang ditinggalkannya.
Dan perempuan yang mendorong suaminya berpoligami berarti membiarkan dirinya tidak memiliki waktu banyak untuk ibadah-ibadah relasional ini.
Ketiga, dan ini yang paling penting, poligami dalam al-Qur’an disebut sebagai pernikahan yang beresiko pada ketidak-adilan (QS. An-Nisa, 4: 129).
Bahkan, al-Qur’an menegaskan bahwa perkawinan monogami justru lebih aman dari kemungkinan terjadinya kezaliman, kekerasan, dan ketidak-adilan (dzaalika adnaa allaa ta’uuluu, QS. An-Nisa, 4: 3).
Mendorong seseorang untuk berpoligami berarti membuat dia pada posisi akan mudah berbuat zalim, menyakiti, melakukan keburukan, dan kekerasan.
Menguatkan cinta kasih dalam pernikahan monogami, sehingga keduanya merasakan kebahagiaan dalam relasi pernikahan yang dijalaninya, adalah jauh lebih Qur’ani, dibanding mendorong-dorong seseorang untuk berpoligami.
Dan inilah implementasi yang mubadalah dari cinta seseorang kepada pasanganya karena Allah Swt.
Cinta karena Allah kepada pasangan adalah cinta yang setia sepenuhnya kapanpun dan dimanapun. Karena Allah Swt selalu hadir setiap saat dan di semua tempat.
Cinta yang terus mendorong masing-masing dari pasangan, satu kepada yang lain, untuk bahagia dan membahagiakan. (Rul)