Mubadalah.id – Nabi Muhammad Saw adalah manusia yang hidupnya sehat dan bahagia. Kebahagiaan beliau bukan karena harta dan kedudukan. Melainkan karena beliau telah menemukan hakikat kebahagiaan yang tidak lagi dikaitkan dengan kepemilikan harta, kedudukan sosial, prestige, dan lain-lain.
Ibnu Qayyim mengkategorikan 3 level kebahagiaan:
Pertama, kebahagiaan eksternal, yakni kebahagiaan karena adanya harta, kekuasaan, kepemilikan, dan lain-lain.
Kedua, kebahagiaan internal yang datang dari dalam diri berupa kesehatan, kekuatan, minat, hobi, dan lain-lain.
Ketiga, kebahagiaan moral yang datang dari hati dan jiwa. Inilah kebahagiaan hakiki dan tertinggi manusia, yang dihasilkan dari iman, ilmu, ibadah, amal, akhlak, mental dan karakter.
Dalam konteks ini, Nabi adalah manusia yang sangat berbahagia karena telah meraih pencapaian jiwa dan hati yang tertinggi. Ibadah dengan ikhlas dan penuh syukur adalah salah satu kunci kebahagiaan beliau.
Saat manusia sedang sehat, sukses, berada di level atas kehidupan, beribadah dengan ikhlas, penuh penghayatan dan penuh rasa syukur akan melengkapi nikmat-nikmat itu dengan kenikmatan yang lebih hakiki, yakni kenikmatan spiritual.
Ibadah yang demikian akan membawa kebahagiaan jiwa dan hati, serta menjaga diri agar selalu berada di orbit Allah.
Dengan hati, jiwa dan pikiran yang bersih, positif dan fokus pada Allah itu, tubuh pun akan menjadi lebih memiliki kekebalan karena energi prana yang positif terus memancar dalam setiap ibadah yang dilakukan.
“Rasulullah senantiasa bugar meski memikul tugas kenabian yang maha berat.”
Saat manusia sakit pun, ibadah yang kita lakukan dengan rasa syukur akan sangat membantu penyembuhan. Syukur di saat sakit mewujud dalam kepasrahan kepada Allah, positive thinking dalam menyikapi sakit sebagai ujian keimanan dan sarana muhasabah.
Berobat terus kita jalani tanpa sumpah serapah dan rasa nelangsa. Ibadah pun kemudian menjadi terapi khusus yang dapat membantu syaraf-syaraf melakukan pemulihan sesuai fungsinya. []