Kamis, 18 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

    Krisis

    Di Halaqah KUPI, GKR Hemas Tekankan Peran Ulama Perempuan Hadapi Krisis Bangsa

    KUPI adalah

    GKR Hemas: KUPI Adalah Gerakan Peradaban, Bukan Sekadar Forum Keilmuan

    Dialog Publik KUPI

    Dialog Publik KUPI: Dari Capaian hingga Tantangan Gerakan Keulamaan Perempuan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Perspektif Mubādalah

    Etika Kesalingan dalam Islam: Relasi, Interrelasi, dan Transrelasi Perspektif Mubādalah

    Seksisme

    Melihat Ancaman Seksisme di Kehidupan Perempuan

    Tubuh Perempuan

    Ketika Tubuh Perempuan Dijadikan Alat Dagang

    Seksisme

    Bahaya Normalisasi Seksisme dalam Wacana Keagamaan

    Donasi Pembalut

    Donasi Pembalut Tidak Penting? Ini Bukti Kesehatan Reproduksi Masih Diremehkan

    Konservatisme Islam

    Menguatnya Konservatisme Islam Kian Menekan Perempuan

    Hidup yang Bermakna

    Hidup yang Bermakna dalam Perspektif Katolik

    Ruang Digital

    Menjaga Jari di Ruang Digital: Etika Qur’ani di Tengah Krisis Privasi

    Isu perempuan

    Menjadi Lelaki Penyuara Isu Perempuan, Bisakah?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

    Krisis

    Di Halaqah KUPI, GKR Hemas Tekankan Peran Ulama Perempuan Hadapi Krisis Bangsa

    KUPI adalah

    GKR Hemas: KUPI Adalah Gerakan Peradaban, Bukan Sekadar Forum Keilmuan

    Dialog Publik KUPI

    Dialog Publik KUPI: Dari Capaian hingga Tantangan Gerakan Keulamaan Perempuan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Perspektif Mubādalah

    Etika Kesalingan dalam Islam: Relasi, Interrelasi, dan Transrelasi Perspektif Mubādalah

    Seksisme

    Melihat Ancaman Seksisme di Kehidupan Perempuan

    Tubuh Perempuan

    Ketika Tubuh Perempuan Dijadikan Alat Dagang

    Seksisme

    Bahaya Normalisasi Seksisme dalam Wacana Keagamaan

    Donasi Pembalut

    Donasi Pembalut Tidak Penting? Ini Bukti Kesehatan Reproduksi Masih Diremehkan

    Konservatisme Islam

    Menguatnya Konservatisme Islam Kian Menekan Perempuan

    Hidup yang Bermakna

    Hidup yang Bermakna dalam Perspektif Katolik

    Ruang Digital

    Menjaga Jari di Ruang Digital: Etika Qur’ani di Tengah Krisis Privasi

    Isu perempuan

    Menjadi Lelaki Penyuara Isu Perempuan, Bisakah?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Perkosaan dalam Perkawinan Perspektif Islam

Istilah perkosaan dalam perkawinan masih kerap dinilai sebagai contradictio in terminis, yakni sebuah kombinasi kata yang bertentangan satu sama lain. Perkosaan dipandang hanya mungkin terjadi di luar perkawinan. Benarkah demikian?

Nur Rofiah Nur Rofiah
26 Maret 2021
in Hukum Syariat, Rujukan
0
Perkawinan

Perkawinan

628
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Istilah perkosaan dalam perkawinan masih kerap dinilai sebagai contradictio in terminis, yakni sebuah kombinasi kata yang bertentangan satu sama lain. Perkosaan dipandang hanya mungkin terjadi di luar perkawinan. Benarkah demikian? Bukankah yang hanya terjadi di luar perkawinan adalah perzinahan?

Pemerkosaan dalam perkawinan dapat dipahami sebagai hubungan seksual dalam ikatan perkawinan yang berlangsung tanpa persetujuan bersama, baik korban dalam kondisi sadar atau tidak, ataupun disertai ancaman dan kekerasan fisik maupun tidak. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK menemukan bentuk kekerasan seksual kepada istri meliputi pemaksaan hubungan sesuai selera suami, misalnya istri dipaksa anal seks, oral seks, atau memaksa memasukkan benda ke vagina istri, pemaksaan hubungan saat istri tertidur atau sedang haid, juga intimidasi lisan dan fisik dalam rangka pemaksaan hubungan seksual.

Sejarah peradaban manusia memang diwarnai dengan cara pandang yang mendudukkan perempuan sebagai objek dalam sistem kehidupan. Selama berabad-abad perempuan dipandang milik mutlak laki-laki, yakni ayah/suami/anak/kerabat laki-lakinnya, yang bisa dijual, dihadiahkan, diwariskan, dan dieksploitasi secara seksual ataupun lainnya. Dalam situasi seperti ini, perkosaan dipandang dengan cara yang sama sekali berbeda:

Pertama, perkosaan bukanlah kejahatan atas perempuan yang menjadi korbannya, melainkan atas laki-laki yang menjadi pemiliknya. Jika kasus diselesaikan dengan denda, maka ia bukan diberikan pada perempuan yang diperkosa, melainkan pada laki-laki yang menjadi pemiliknya. Kedua, perkosaan pada perempuan yang tidak punya laki-laki (ayah/suami/anak/kerabat) sebagai pemilik, bukanlah tindakan kejahatan sebagaimana menemukan koin di jalan,

Ketiga, perkosaan laki-laki atas perempuan yang dimilikinya bukanlah tindakan kejahatan, termasuk perkosaan inses dan termasuk perkosaan suami atas istri. Mengatakan laki-laki pemilik memperkosa perempuan yang dimilikinya sama anehnya dengan mengatakan seseorang mencuri uang dari dompetnya sendiri.

Jadi, masyarakat yang meletakkan perempuan sebagai objek/benda/harta suami tidak mengenal perkosaan dalam perkawinan dan memandang istilah ini sebagai Contradictio in Terminis. Bagaimana dalam pandangan Islam?

ISLAM SEBAGAI SISTEM DAN PROSES

Islam adalah sebuah sistem sehingga setiap ajarannya terhubung satu sama lain yang bergerak menuju sebuah misi dan dilandasi dengan seperangkat prinsip moral. Misi Islam setidaknya dapat dirumuskan menjadi tiga hal yang saling terkait:

Pertama, mewujudkan sistem kehidupan yang menjadi rahmat bagi semesta (rahmatan lil Alamin), termasuk bagi perempuan. Kedua, menyempurnakan akhlak mulia manusia (liutammima makarimal akhlaq), tidak hanya termasuk akhlaknya perempuan tapi juga akhlak pada perempuan. Ketiga, mendidik manusia untuk menjadi diri yang terbaik bagi keluarganya (khoirukum liahlih), termasuk pada perempuan sebagai ibu, istri, dan anak.

Semua ajaran Islam dibangun di atas landasan moral berupa seperangkat prinsip dan nilai seperti Tauhid yang melarang keras penghambaan pada selain Allah termasuk penghambaan perempuan pada laki-laki, kemanusiaan termasuk kemanusiaan perempuan, kemaslahatan umum termasuk kemaslahatan bagi perempuan, keadilan termasuk keadilan pada perempuan, keselamatan termasuk keselamatan perempuan, kelestarian alam, dan aneka kebajikan universal lainnya.

Menjadi seorang muslim adalah hidup dengan cara hidup untuk dan hanya menuhankan Allah yang dibuktikan dengan mewujudkan kemaslahatan pada sesama makhluk-Nya, termasuk makhluk manusia yang berjenis kelamin perempuan. Allah berkuasa secara mandiri, maka manfaat hanya menuhankan-Nya tidak kembali pada Allah, melainkan pada manusia. Tauhid dengan demikian paralel memiliki sikap memanusiakan manusia.

Islam juga adalah sebuah proses yang tak berkesudahan sepanjang hidup manusia untuk mewujudkan sistem kehidupan sebagai rahmat bagi semesta, terutama kelompok lemah (dluafa) dan yang dilemahkan (mustadl’afin). Dengan seperangkat moral foundation di atas, proses pemanusiaan manusia, termasuk perempuan, tidak hanya terjadi selama masa pewahyuan, tapi juga setelahnya hingga Kiamat. Ajaran Islam terus bergelut dengan sistem nilai dan tradisi yang menistakan kemanusiaan para dluafa dan mustadl’afin, termasuk penistaan atas kemanusiaan perempuan.

Proses Selama Pewahyuan

Selama 23 tahun masa pewahyuan, Islam mendorong proses panjang pemanusiaan perempuan. Proses ini berangkat dari titik nol kemanusiaan, yakni cara pandang bahwa perempuan bukan manusia sehingga bisa dikubur hidup-hidup saat lahir, diwariskan, dipoligami tanpa batas dan tanpa syarat adil, menuju kemanusiaan penuh perempuan, yakni cara pandang bahwa perempuan adalah manusia sepenuhnya dengan menghormati takdir biologis perempuan yang berbeda dengan laki-laki sehingga memastikan mereka tidak alami kezaliman apapun, terutama kezaliman hanya karena menjadi perempuan.

Selama masa pewahyuan, kita menemukan dua jenis strategi, yaitu Pertama, langsung ke tujuan final, misalnya melarang keras penguburan bayi perempuan hidup-hidup, persetubuhan inses, dan lainnya. Kedua, strategi bertahap (Tadrij) melalui target antara, seperti poligami dari tak terbatas tanpa syarat adil, menjadi maksimal 4 dengan syarat adil sambil diingatkan betapa sulitnya adil dalam poligami, hingga hanya monogamy lah yang adil. Al-Qur’an tak jarang juga merekam situasi saat itu dan meminjam cara berfikir masyarakat kala itu yang masih meletakkan perempuan sebagai benda.

Kita bisa mengidentifikasi tiga jenis ayat al-Qur’an yang merekam tiga tahap proses panjang tersebut. Pertama, ayat tItik berangkat, yaitu ayat yang mengandung cara pandang bahwa perempuan adalah objek/benda. Hati-hati memahami ayat semacam ini secara tekstual karena makna tekstual ini justru yang akan diubah secara perlahan-lahan selama masa pewahyuan.

Kedua, Ayat target antara, yaitu ayat yang mengandung cara pandang bahwa perempuan adalah sepersekian dari laki-laki. Ini adalah ayat tentang titik temu ajaran ideal Islam yang mendudukkan perempuan sebagai manusia sepenuhnya dengan kondisi riil masyarakat yang masih mendudukkan perempuan sebagai benda. Hati-hati juga karena ada kecenderungan besar untuk memahaminya sebagai ajaran ideal.

Ketiga, ayat tujuan final, yaitu ayat yang mengadung cara pandang bahwa perempuan adalah setara dengan laki-laki sebagai manusia. Misalnya ayat tentang nilai keduanya tidak ditentukan oleh jenis kelamin, melainkan oleh ketaqwaan (al-Hujurat, 13), keduanya saling menjadi penjaga (auliya’) satu sama lain (at-Taubah, 71), dll. Dari mana kita bisa menentukan sebuah ayat adalah titik berangkat, target antara, dan tujuan final? Tentu dari misi Islam sebagai sebuah sistem ajaran.

Selama masa pewahyuan

Islam menggerakkan kesadaran masyarakat atas kemanusiaan perempuan, termasuk sebagai istri. Lihatlah gerakan dahsyat pemanusiaan perempuan dari titik terbawah sampai dengan titik teratas sebagai berikut: Semula status perempuan adalah objek/benda/hamba laki-laki menjadi laki-laki dan perempuan sama-sama berstatus hanya hamba Allah. Semula kedudukan perempuan adalah pelayan bagi kemaslahatan laki-laki menjadi laki-laki dan perempuan sama-sama menjadi pelayan bagi kemaslahatan sesama makhluk sebagai Khalifah fil Ardl;

Semula nilai perempuan lebih rendah daripada laki-laki menjadi nilai keduanya sama-sama tinggi jika bertakwa dan sama-sama rendah jika tidak bertakwa. Semula peran perempuan pasif menerima perintah dan larangan laki-laki menjadi keduanya mesti sama-sama aktif memerintakan kebaikan (dan menikmatinya) dan mencegah kemunkaran (dan dilindungi darinya).

Demikian pula pemanusiaan perempuan sebagai istri. Semula tujuan perkawinan hanyalah kepuasan suami atas layanan istri, termasuk layanan seksual menjadi ketenangan jiwa (Sakinah) suami dan istri sehingga hubungan seksual juga mesti dilakukan dengan menjaga ketenangan jiwa kedua belah pihak. Semula landasan relasi adalah kepemilikan mutlak suami atas istri menjadi kasih sayang (Mawaddah wa Rahmah) satu sama lain. Semula suami dipandang sebagai pemilik istri menjadi keduanya adalah pasangan (zawaj).

Semula perkawinan dihayati sebagai kontrak kepemilikan suami atas istri menjadi komitmen/ janji kuat keduanya dengan Allah (mitsaqan ghalidlan) untuk saling menjaga ketenangan jiwa. Semula suami boleh sewenang-wenang pada istri menjadi keduanya mesti bergaul secara bermartabat (Muasyarah bil Ma’ruf). Semula suami menjadi pengambil keputusan tunggal dalam segala urusan keluarga menjadi keduanya mesti musyawarah;

Semula selama perkawinan istri harus memperoleh ridlo suami sedangkan suami sama sekali tidak perlu ridlo istri, menjadi keduanya mesti saling menjaga ridlo pasangannya (Taradlin) demi memperoleh ridlo Allah. Lantas bagaimana dengan hubungan seksual suami istri?

Al-Qur’an meminjam logika masyarakat waktu itu yang melihat ladang sebagai sesuatu yang sangat berharga. Pemilik terus ikhtiyar merawat tanahnya agar tetap subur, memastikan kecukupan air dan pupuknya, mencegah dari hama agar hasilnya berkualitas.

Ketika al-Quran mengibaratkan istri sebagai ladang (hartsun) bagi suami, maka makna inilah yang ditangkap oleh masyarakat kala itu. Ladang yang disemai biji-biji dan hanya akan menghasilkan makanan saja dijaga sedemikian rupa, apalagi istri yang akan menjadi tempat bersemainya benih-benih anak manusia sebagai makhluk fisik dan batin. Tentu harus dijaga dengan lebih baik sehingga bisa melahirkan generasi yang berkualitas secara lahir dan batin, bukan keturunan yang lemah (dzurriyyatan dli’afan). Dan tidak mengeksploitasinya.

Demikian pula saat Allah mengibaratkan suami dan istri saat berhubungan seksual sebagai pakaian (libas) bagi satu sama lain. Hal ini berarti bahwa hubungan seksual suami-istri mesti dilakukan dengan cara-cara yang mendudukkan keduanya sama-sama sebagai subyek sehingga saling melindungi dari bahaya, menjaga privasi, menghangatkan, dan memperindah satu sama lain, sebagaimana fungsi pakaian.

Tentu saja mengubah posisi perempuan atau istri dari objek menjadi subjek penuh membutuhkan proses terus-menerus dari kedua belah pihak yang tidak hanya menantang pada masa pewahyuan, bahkan hingga kini pun demikian.

Proses Setelah Pewahyuan

Perkosaan dalam perkawinan hingga kini masih dipandang sebagai  sesuatu yang tidak ada atau mengada-ada. Artinya, istri masih lazim dipandang sebagai milik mutlak suami. Mari kita refleksikan bagaimana perkawinan didefinisikan dalam Fiqih:

Pertama, perkawinan adalah Aqdul Ibahah/ Aqdul Intifa,’ yakni akad yang membolehkan suami memanfaatkan tubuh istri. Penolakan atas ajakan berhubungan seksual kerap dianggap sebagai penolakan atas hal yang sudah diperbolehkan agama. Definisi ini sangat mungkin dikembangkan menjadi akad yang membolehkan suami-istri untuk saling menikmati satu sama lain sehingga hubungan seksual yang diperbolehkan hanyalah dengan cara yang memberi manfaat bagi kedua belah pihak, dan melarang hubungan seksual yang memberi manfaat bagi salah satu pihak, sementara bagi pihak lainnya memberi keburukan (mafsadat) apalagi bahaya (mudlorot).

Kedua, Perkawinan adalah Aqdut Tamlik, yakni akad yang memberikan hak kepemilikan pada suami atas istri. Hubungan seksual cenderung dipahami sebagai kewajiban istri dan hak suami sehingga istri yang menolak ajakan berhubungan seksual suami dinilai melanggar kewajibannya yang tentu saja berdosa. Definisi ini pun sangat mungkin dikembangkan menjadi akad yang menyebabkan suami istri saling memiliki satu sama lain sehingga hubungan seksual dipahami sebagai kewajiban sekaligus hak kedua belah pihak.

Pengembangan definisi ini sangat mungkin dilakukan mengacu pada kerahmatan dan penyempurnaan akhlak mulia sebagai misi Islam, dan fondasi moral perkawinan yang bertebaran dalam al-Qur’an.

Cara kita memahami perkosaan dalam perkawinan tentu saja terkait erat dengan konsep perkosaan di ruang publik. Misalnya apa perbedaan mendasar antara perkosaaan dan perzinahan? Apa dampak jika keduanya tidak dibedakan? Bagaimana perbedaan kerentanan laki-laki dan perempuan dalam kriminalisasi hubungan seksual, baik secara biologis dan sosial? Bagaimana strategi menyelamatkan perempuan dari blaming victim dan reviktimisasi? Mari Kita Mengaji Bersama. []

Tags: kekerasan terhadap perempuankeluargaKesalinganMarital RapeNgaji KGIperempuanperkawinanrumah tanggaulama perempuan
Nur Rofiah

Nur Rofiah

Nur Rofi'ah adalah alumni Pesantren Seblak Jombang dan Krapyak Yogyakarta, mengikuti pendidikan tinggi jenjang S1 di UIN Suka Yogyakarta, S2 dan S3 dari Universitas Ankara-Turki. Saat ini, sehari-hari sebagai dosen Tafsir al-Qur'an di Program Paskasarjana Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur'an (PTIQ) Jakarta, di samping sebagai narasumber, fasilitator, dan penceramah isu-isu keislaman secara umum, dan isu keadilan relasi laki-laki serta perempuan secara khusus.

Terkait Posts

Perspektif Mubādalah
Publik

Etika Kesalingan dalam Islam: Relasi, Interrelasi, dan Transrelasi Perspektif Mubādalah

17 Desember 2025
Jilbab dan Aurat
Buku

Buku Jilbab dan Aurat: Membaca Ulang Tanda Kesalehan Perempuan

17 Desember 2025
Konservatisme Islam
Publik

Menguatnya Konservatisme Islam Kian Menekan Perempuan

17 Desember 2025
gerakan peradaban
Aktual

Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

16 Desember 2025
Kemiskinan Perempuan
Aktual

KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

16 Desember 2025
Lingkungan Perempuan
Publik

Kerusakan Lingkungan dan Beban yang Dipikul Perempuan

16 Desember 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Konservatisme Islam

    Menguatnya Konservatisme Islam Kian Menekan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Donasi Pembalut Tidak Penting? Ini Bukti Kesehatan Reproduksi Masih Diremehkan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bahaya Normalisasi Seksisme dalam Wacana Keagamaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Tubuh Perempuan Dijadikan Alat Dagang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Halaqah Kubra KUPI Dua Ribu Dua Lima yang Sarat Makna

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Refleksi Buku Emha Ainun Nadjib: Hidup itu Harus Pintar Ngegas dan Ngerem
  • Etika Kesalingan dalam Islam: Relasi, Interrelasi, dan Transrelasi Perspektif Mubādalah
  • Belajar Kesetaraan dari Buku Manual Mubadalah
  • Melihat Ancaman Seksisme di Kehidupan Perempuan
  • Buku Jilbab dan Aurat: Membaca Ulang Tanda Kesalehan Perempuan

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID