• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Menolak Perjodohan Orang Tua, Durhaka-kah Kita?

Di antara kemuliaan yang Allah SWT berikan kepada kaum perempuan setelah datang Islam, adalah bahwa mereka mempunyai hak penuh dalam menerima atau menolak suatu lamaran atau pernikahan

Sarifah Mudaim Sarifah Mudaim
30/08/2021
in Personal
0
Menolak Perjodohan Orang Tua

Menolak Perjodohan Orang Tua

657
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Memang masih berlaku yang namanya perjodohan?

Zaman modern kok masih  jodoh-jodohan?

Sudah bukan zaman Siti Nurbaya lagi, kok masih mau dijodohin?

Salahkah Menolak Perjodohan Orang Tua?

 

Mubadalah.id – Eits.. jangan salah tidak jarang orang tua kita adalah produk ajaran orang dulu, yang mana masih memberlakukan tradisi dulu pada generasi sekarang, termasuk perjodohan apalagi dengan alasan untuk kebaikan, dan masa depan anak. Bagi orang tua kebahagiaan anak, di usia tertentu seseorang harus menikah terlebih jika anaknya perempuan ketika dalam usia tertentu belum menikah, dianggap melanggar standar norma masyarakat. Apakah dosa menolak perjodohan orang tua?

Sama seperti temanku yang baru-baru ini datang bercerita  sedang ada konflik keluarga, karena orang tua memaksa menjodohkan temanku itu dengan laki-laki pilihan keluarga. Karena menurut sang ibu, laki-laki itu dianggap paling pas dan paling tepat untuk menjadi suami. Selain laki-laki itu dianggap sudah mapan secara finansial, rupawan, juga berasal dari keluarga terpandang. Istilah lain bibit, bobot, dan bebetnya sudah jelas dibandingkan  laki-laki lain yang kini sedang dekat dengan temanku itu.

Temanku ini kebetulan sudah punya pilihan sendiri, laki-laki yang ia cintai. Namun tiba-tiba mendadak dipaksa harus mau menuruti perjodohan orang tua. Tentu ia langsung kaget dan tentu saja syok, sebab ibunya tidak akan memberi izin dan ridla kalau temenku menikah dengan selain laki-laki yang dijodohkan ibunya itu.

Di satu sisi temanku tidak mau menjadi anak yang durhaka, karena dianggap tidak mematuhi orang tua. Tetapi di sisi yang lain, temanku tidak mau menikah dengan laki-laki yang tidak ia cintai, menurutnya ia tidak bisa membayangkan bagaimana hidup bersama menjalankan rumah tangga dengan laki-laki asing, yang ia tidak tahu. Jadi, dalam benak temanku itu, bagaimana akan membangun keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah, apabila sedari awal sudah ada pemaksaan dan tidak ada rasa cinta.

Perjodohan itu sendiri sebenarnya bisa dikatakan bukan sesuatu yang dilarang atau dianjurkan, dan bisa dijadikan cara alternatif sebelum memasuki gerbang pernikahan. Namun itu lebih pada sesuatu yang tanpa pemaksaan, dan sifatnya memberi pilihan. Jika dianggap baik maka lanjutkan. Sebaliknya, bila menolak perjodohan orang tua, maka akhiri dengan baik-baik sesuai tuntunan Islam.

Baca Juga:

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

Dalam Islam sendiri tidak ada hukum paksaan apalagi memaksakan pilihan pasangan hidup seseorang, yang nanti hanya orang tersebut yang akan menjalani seumur hidupnya. Hal tersebut sebagaimana tertera dalam hadits, Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah SAW bersabda:

لَا تُنْكَحُ الْأَيِّمُ حَتَّى تُسْتأمَر وَلَا تُنْكَحُ‏ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ‏ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ إِذْنُهَا قَالَ أَن تسكت  ‎ ‎ ‎ ‏‎ ‎ ‎

“Tidak boleh menikahkan seorang janda sebelum dimusyawarahkan dengannya, dan tidak boleh menikahkan anak gadis (perawan) sebelum meminta izin darinya.” Mereka bertanya, “wahai Rasulullah, bagaimana mengetahui izinnya?” Beliau menjawab, “dengan ia diam.” (HR. Al-Bukhari no. 5136 dan Muslim no. 1419)

Di antara kemuliaan yang Allah SWT berikan kepada kaum perempuan setelah datang Islam, adalah bahwa mereka mempunyai hak penuh dalam menerima atau menolak suatu lamaran atau pernikahan. Hak ini tidak dimiliki oleh kaum perempuan di zaman jahiliyah. Karenanya tidak boleh bagi wali perempuan mana pun memaksa perempuan yang dia walikan untuk menikahi lelaki yang tidak disenangi.

Dan berdasarkan hadist di atas perempuan mempunyai hak penuh atas pilihannya, bila mana tidak sesuai, kita bisa menolak perjodohan orang tua dengan cara-cara yang baik pula, bisa dilakukan dengan cara menjalin komunikasi yang baik antara ibu dan anak, dan tidak mengedepankan egonya masing-masing, tetapi bagaimana menciptakan kesalingan relasi antara anak dan orang tua, saling musyarawah, serta mencari jalan tengah.

وعن ابن عباس رضي الله عنهما “أن جارية بكرا أتت النبي صلى الله عليه وسلم فذكرت أن أباها زوجها وهي كارهة فخيرها رسول الله صلى الله عليه وسلم” رواه أحمد وأبو داود وابن ماجه

Dari sahabat Ibnu Abbas RA, beliau berkata: Telah datang seorang gadis muda terhadap Rasulullah SAW dan ia mengadu bahwa ayahnya telah menikahkannya dengan laki-laki yang tidak ia cintai, maka Rasulullah SAW memberikan pilihan kepadanya (melanjutkan pernikahan atau berpisah). (HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah).

Seorang anak yang menolak perjodohan orang tuanya belum tentu dikatakan durhaka jika menilik  hadits di atas, maka dari itu penolakan seorang anak terhadap perjodohan orang tuanya adalah tidak berdosa dan tidak dikategorikan sebagai sikap durhaka. Sebagaimana kutipan yang seringkali kita dengar yakni; “tubuh perempuan itu utuh milik dirinya sendiri.” Dan adagium terkenal milik Riffat  Hasan, yang dipopulerkan oleh ibu nyai Nur Rofiah “Setelah Tuhan, perempuan adalah milik dirinya sendiri”. []

 

 

 

 

Tags: anakkeluargaKesalingankomunikasiorang tuaPerjodohanpernikahanRelasi
Sarifah Mudaim

Sarifah Mudaim

Sarifah Mudaim perempuan yang lahir di kota Indramayu penikmat kopi, tanpa senja dan puisi apalagi filosofi. Saat ini tercatat sebagai mahasiswa STKIP Pangeran Dharma Kusuma, segeran, Juntinyuat, Indramayu juga sebagai salah satu anggota dari Perempuan Membaca, Puan Menulis dan Waderlis (wadon dermayu menulis). Bisa disapa-sapa melalui akun instagram @sarifah104 atau email sarifahmudaim104@gmail.com

Terkait Posts

Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual Bisa Dicegah Kalau Islam dan Freud Ngobrol Bareng

26 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Taman Eden

    Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan
  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID