• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Merekognisi Makna Peringatan Hari Ibu

Hari ini, penting untuk me-recognisi makna hari ibu. Agar semangat perjuangan perempuan yang di emban pada peringatan hari ibu tidak terkaburkan sebatas seremoni semata

Umnia Labibah Umnia Labibah
23/12/2021
in Featured, Publik
0
makna Peringatan Hari Ibu

makna Peringatan Hari Ibu

186
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Menjelang 22 Desember yang dikenal sebagai hari ibu, media sosial mulai diramaikan perbincangan seputar kado persembahan buat ibu. Hari ibu memang sering dirayakan dengan memberi kado kepada ibu, membebaskan ibu dari pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan pekerjaan rumah tangga, memberi bunga, menghadiahi sepotong kue, atau dengan memanjakan ibu.

Di momen hari ibu, para ibu diperlakukan bak ratu, dipersilahkan menikmati hari tanpa pekerjaan rumah, hanya untuk duduk santai, bermain gadget, sementara pekerjaan rumah dilakukan oleh anak-anak dan suaminya. Seolah terkesan bahwa penghargaan pada sosok ibu yang ditasbihkan dalam peringatan hari secara spesial adalah semata karena peran domestik yang diemban oleh ibu.

Makna peringatan hari ibu yang ada terasa sumir dari semangat yang melekat pada lahirnya hari ibu pada 22 Desember di Indonesia. Peringatan Hari Ibu telah mengalami pendangkalan makna dari sejarah lahirnya yang mengemban semangat kesetaraan hingga menjadi semangat domestikasi perempuan. Ibu sebagai sosok yang mewakili citra perempuan dikesankan hanya memiliki tugas-tugas yang berhubungan dengan urusan domestik yang tidak jauh dari 3 M, masak, macak, manak. Dan di luar tugas itu dianggap bukan mewakili citra suci seorang ibu.

Dalam realitasnya, hari ini seorang ibu mewujud dalam banyak peran yang tidak terbatasi pada dinding wilayah domestik an sich. Ibu adalah juga seorang guru, pengacara, pengusaha, dokter, kepala daerah, menteri, EO, dan masih banyak lagi ruang kiprah ibu. Ibu adalah sejatinya perempuan yang ditugaskan sama kedudukannya dalam mengelola semesta sebagai pemimpin dan pewaris bumi beserta laki-laki.

Meski secara biologis, ibu memiliki tugas-tugas reproduksi yang berbeda dengan laki-laki, yang ada dalam 5 (lima) tugas biologis perempuan, yaitu : haid, hamil, melahirkan, nifas dan menyusui. Lima pengalaman biologis ini sejatinya hanyalah distribusi peran saja yang tidak semestinya menjadi daya dukung pengurungan perempuan pada ranah domestik. Penghargaan terhadap sosok ibu adalah semestinya penghargaan pada seluruh aspek kemanusiaannya.

Baca Juga:

Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Merekognisi Makna Peringatan Hari Ibu

Dari aspek historisnya, hari ibu memiliki nilai militansi yang lekat dengan nilai perjuangan perempuan di Indonesia. Penetapan 22 Desember sebagai peringatan Hari Ibu sendiri mengacu pada pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia I yang dihelat tanggal 22-25 Desember 1928, yang melibatkan sejumlah organisasi perempuan antara lain Wanita Oetomo, Poetri Indonesia, Wanita Katolik, Aisyiyah, Wanita Moeljo, Darmo Laksmi, Wanita Taman Siswa, juga sayap perempuan dari berbagai organisasi pergerakan seperti Sarekat Islam, Jong Java, Jong Islamieten Bond, dan lain-lain.

Ide pokok lahirnya kongres perempuan Indonesia I ini adalah kesadaran perempuan akan zamannya, sejarahnya dan kondisinya. Kemajuan yang dicapai anak zaman harus pula dirasakan oleh perempuan dengan mengangkat derajat kaum perempuan agar tidak semata berkutat di domain domestik dan mengabaikan potensi kemanusiaan perempuan.

Di antara isu sentral yang menjadi konsen kongres saat itu adalah upaya mengangkat derajat perempuan melalui pendidikan bagi perempuan, pencegahan pernikahan anak di bawah umur, serta kesadaran perempuan untuk turut serta dalam memperjuangkan martabat nusa dan bangsa.

Hari ini, penting untuk me-recognisi makna hari ibu. Agar semangat perjuangan perempuan yang di emban pada peringatan hari ibu tidak terkaburkan sebatas seremoni semata. Me-recognisi secara bahasa artinya pengenalan, pengakuan atau penghargaan. Artinya dengan me-recognisi hari ibu adalah mengenalkan kembali makna hari ibu yang sesungguhnya sebagaimana kelahirannya. Atau penghargaan terhadap nilai-nilai yang diemban dalam sejarah hari ibu.

Untuk itu perlu, pertama,  mengembalikan makna hari ibu pada semangat yang diemban sejarahnya, yaitu memperjuangkan kemanusiaan perempuan. Maka memuliakan ibu adalah memberikan tempat bagi ibu untuk menjadi manusia seutuhnya, selain menjalani tugas kodrati, ibu adalah manusia yang mempunyai tanggung jawab sosial. Penghargaan kepada ibu yang sejati adalah penghargaan kepada totalitas kemanusiaanya, baik perannya di dalam keluarga maupun dalam ranah sosial.

Kedua, hari ibu adalah moment untuk menegakkan hak-hak perempuan seutuhnya. Ibu adalah manusia yang memiliki hak-hak yang layak diterima sebagai manusia. ibu berhak melilih kehidupannya, pendidikannya, peran sosialnya sesuai potensi dan kapasitas yang dimiliki.

Ketiga, memperingati hari ibu adalah melindungi perempuan dari setiap tindakan yang merugikan perempuan. Perempuan begitu rentan hingga kini dari berbagai tindak ketidakadilan, dari diskriminiasi, marginalisasi, pelabelan negative (stereotype), beban ganda yang diemban perempuan hingga rawan menjadi objek kekerasan. Memaknai hari ibu dengan melanjutkan perjuagan para foundernya. Perayaan hari ibu semestinya menjadi momentum untuk menoleh ke belakang bagaimana ibu sebagai perempuan sudahkah terlindungi.

Me-recognisi makna hari ibu, bagian dari pendidikan kepada masyarakat. Penting dilakukan mengingat memuliakan ibu sejatinya adalah memuliakan ia sebagai perempuan dengan segenap kemanusiaannya. Dengan pehamaman yang baik tentang sejati ibu sebagai manusia, maka perayaan hari ibu tidak bersifat nisbi, tetapi menjadi momen yang hakiki memuliakan kemanusiaan perempuan.

Kuntum mawar putih yang dipersembahkan pada ibu di hari ibu, selayaknya adalah persembahan atas kesejatian ibu sebagai manusia seutuhnya, bukan domestifikasi yang melanggengkan patriarkhi. Selamat hari ibu! []

Tags: 22 DesemberDKUPHari Ibuulama perempuan
Umnia Labibah

Umnia Labibah

Sekretaris Nawaning JPPPM pusat. Alumni DKUP Fahmina, Div.Advokasi PC Fatayat NU, dan Jaringan KUPI

Terkait Posts

Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Nakba Day

Nakba Day; Kiamat di Palestina

15 Mei 2025
Nenek SA

Dari Kasus Nenek SA: Hukum Tak Lagi Melindungi yang Lemah

15 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

    KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version