Mubadalah.id – Senin, 14 Maret 2022 lalu menjadi tanggal bersejarah bagi tim nasional (timnas) sepak bola amputasi. Berlaga di Dhaka Bangladesh, setelah meraih dua kemenangan di laga kualifikasi zona Asia Timur, timnas asuhan pelatih kepala Muhammad Syafei ini memastikan diri berlaga di kejuaraan Piala Dunia Sepakbola Amputasi di Turki pada tanggal 1-9 Oktober mendatang. Prestasi tersebut bahkan menyaingi timnas sepak bola reguler yang sampai kini belum mampu menorehkan hasil yang sama.
Sejarah Sepakbola Amputasi
Prestasi yang diukir oleh timnas sepak bola amputasi tentunya tidak muncul secara tiba-tiba. Perjuangan dan peluh keringat mereka hingga dapat mewakili Indonesia di kancah kejuaraan dunia ternyata penuh dinamika dan problema. Merujuk pada awal pembentukan, bisa dibilang bahwa ide pembentukan timnas sepak bola amputasi Indonesia justru bersifat independen.
Timnas yang digawangi oleh kapten Aditya ini terorganisir karena terdorong oleh perkembangan sepak bola sejenis di tingkat dunia, dimana di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Irlandia, Italia, Turki, Jepang dan lainnya memberikan ruang khusus bagi penyandang disabilitas amputasi untuk mengaktualisasikan dirinya lewat olahraga sepak bola. Hal ini lah yang lalu mendorong penyandang disabilitas amputasi di tanah air yang memiliki minat dan bakat bermain sepak bola untuk membentuk sebuah wadah bagi mereka secara mandiri.
Saat ini, organisasi induk yang mewadahi sepak bola amputasi ialah Perkumpulan Sepak Bola Amputasi Indonesia (PSAI) atau Indonesia Amputee Football Association (INAF) yang telah diresmikan pada 3 Maret 2018. PSAI juga dibentuk untuk menyalurkan minat dan bakat penyandang disabilitas sebagai bentuk dari persamaan kesempatan mengembangkan diri dan berprestasi.
Selain itu, tujuan yang saat ini ingin diwujudkan PSAI ialah terbentuknya wadah pembinaan sepak bola amputasi tingkat nasional. Mereka juga ingin mempromosikan dan mempopulerkan sepak bola amputasi di Indonesia.
Dalam konferensi pers dengan media, Komite Humas dan Media PSAI, Vicente Mariano, menyatakan bahwa keberhasilan timnas ini menuju Piala Dunia 2022 berawal dari asa sederhana bahwa penyandang disabilitas juga ingin berolahraga seperti individu-individu lainnya. Hanya saja, selama ini akses yang mereka miliki sangat terbatas. Belum lagi fasilitas olahraga di kita kebanyakan hanya didesain untuk orang normal saja.
Selain itu, Vicente juga menyampaikan jika mereka selama 5 tahun terbentuk hanya mengandalkan dana talangan anggota saja. Untuk persiapan pertandingan kualifikasi di Bangladesh pun mereka harus mendanainya secara pribadi. Namun, hal itu tak pernah menyurutkan harapan mereka untuk menampilkan yang terbaik.
Di satu sisi, torehan kerja keras anggota timnas sepakbola amputasi seharusnya bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk memberi dukungan dan apresiasi bagi mereka. Terlebih, mereka akan membawa nama negara untuk berlaga di piala dunia. Ke depannya, diharapkan keberlanjutan tim ini tidak hanya sebatas tahun ini saja, tetapi pembinaan yang berkesinambungan perlu diperhatikan.
Penyandang Disabilitas: Antara Prestasi dan Problematika
Sejatinya, prestasi-prestasi atlet penyandang disabilitas kita bukan hanya sebatas di cabang sepak bola. Pada gelaran paralimpiade di Tokyo tahun 2020 lalu, olahragawan kita menggondol sembilan medali, dengan rincian sebagai berikut: dua medali emas, tiga medali perak, dan empat medali perunggu. Hasil tersebut juga terhitung sebagai perolehan medali terbanyak sepanjang keikutsertaan Indonesia di ajang paralimpiade.
Meski terus mencatatkan prestasi, bukan berarti bahwa pembinaan olahraga bagi kelompok difabel selama ini berjalan lancar-lancar saja. Mengutip riset dari Septiya Riskyawan (2020), regenerasi atlet, utamanya di daerah Provinsi DI Yogyakarta ternyata terhambat oleh dua faktor, yakni minimnya upaya untuk mengikutsertakan seluruh lapisan masyarakat dengan sasaran melibatkan semua kelompok umur, dan sedikitnya sumber daya pelatih atau pemandu bakat.
Ketua Umum PSAI, Yudhi Yahya menambahkan, dalam sepakbola amputasi mereka juga masih mengalami kendala menghadapi persepsi masyarakat yang masih menilai amputasian/disabilitas sebagai orang yang sakit atau lemah.
Padahal bagi penyandang disabilitas fisik, seperti amputasi kaki, tangan, dan les autres di tim, memainkan bola sepak justru merupakan suatu kesenangan tersendiri. Sehingga pengenalan cabang olahraga ini diharapkan dapat membantu kaum difabel dan orang-orang di sekelilingnya untuk tidak mudah mengasihani penyandang disabilitasi jika ingin berolahraga sesuai kemampuan dan fasilitas yang memadai.
Lebih lanjut, menurut Dr Yoyos Dias Ismiarto dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, olahraga bagi penyandang disabilitas memiliki banyak manfaat, di antaranya merupakan kesempatan untuk memfasilitasi potensi mereka dalam integrasi sosial, meningkatkan kebugaran, dan mempromosikan kemampuan diri, yang mengarah pada peningkatan harga diri dan meningkatkan nasib diri sendiri.
Walau begitu, perlu diperhatikan bahwa tujuan kegiatan olahraga yang dilakukan bagi mereka adalah untuk menjaga kesehatan dan tetap produktif. Sehingga kebutuhan dan ketersediaan fasilitas olahraga yang memadai demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan sangatlah penting untuk dipenuhi.
Poin terakhir juga akan membantu meminimalisir persepsi mayoritas publik kita yang selama ini belum ramah terhadap penyandang disabilitas. Sebab tanpa dukungan semua pihak, termasuk pemerintah, mewujudkan cita-cita besar Indonesia inklusif bagi penyandang disabilitas tentu akan sulit terealisasikan. []