Mubadalah.id – Salah satu tokoh perempuan Indonesia ialah Ruhan Kuddus. Ia adalah pejuang hak-hak perempuan. Dan mengkampanyekan kesetaran antara laki-laki dan perempuan. Berikut mengenal Ruhana Kuddus seorang pejuang hak perempuan era Kartini.
April adalah bulannya Kartini. Bulan yang memperingati bagaimana Kartini memperjuangkan kesetaraan gender di masanya. Perempuan pada masa itu akhirnya bisa mengakses pendidikan dengan layak. Namun, hanya perempuan yang berdomisili di Jawa yang bisa menikmati hasil jerih payah perjuangan Kartini.
Di provinsi Sumatera ada Ruhana Kuddus yang mendobrak dan membela hak perempuan yang tidak bisa mengakses pendidikan. Pada tahun 1912, ia mendirikan surat kabar Sunting Melayu sebagai pelopor media masa untuk perempuan. Lewat tulisan yang kritis dan progresif ia berhasil mengangkat harkat dan martabat perempuan.
Ruhana Kuddus tidak mengenyam pendidikan formal, tapi dikenal sebagai seorang yang cerdas. Ia hidup di zaman yang sama dengan Kartini. Saat itu akses perempuan untuk berpendidikan sangat dibatasi. Di Pulau Jawa, Kartini membela hak perempuan dengan mendirikan sekolah perempuan. Di Pulau Sumatera ada Ruhana Kuddus yang memperjuangkan keadilan perempuan, salah satunya dengan mendirikan surat kabar.
Sunting Melayu tercatat dalam sejarah sebagai surat kabar perempuan pertama di Indonesia yang pemimpin redaksi, redaktur, dan penulisnya adalah perempuan. Surat kabar ini didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan pendidikan perempuan, terutama bagi mereka yang belum bisa membaca bahasa Belanda dan tidak bisa mengakses pendidikan modern berbahasa Melayu pada saat itu.
Surat kabar Sunting Melayu memiliki beragam rubrik, mulai dari pembahasan isu-isu sosial pada hari itu, termasuk tradisionalisme, poligami, perceraian, dan pendidikan anak perempuan. Penerbitan surat kabar ini dijadwalkan seminggu tiga kali dengan dukungan sebagian besar penyumbang adalah istri pejabat pemerintah dan bangsawan.
Lewat surat kabar yang terbit berkelanjutan ini, Ruhana Kuddus berhasil menggapai tujuannya, yaitu lebih banyak masyarakat yang mulai sadar akan pendidikan itu penting, termasuk perempuan-perempuan yang menjadi target utama pembaca surat kabar tersebut.
Dibalik suksesnya penerbitan Sunting Melayu, ada proses yang tentu tidak mudah yang dilewati Ruhana Kuddus. Dalam prosesnya, ia menghadapi tantangan dari berbagai sumber yang menentang perubahan dan kemajuan perempuan.
Ia jatuh bangun memperjuangkan nasib perempuan dengan benturan sosial menghadapi pemuka adat dan kebiasaan masyarakat Koto Gadang. Namun, dengan dukungan suaminya, ia berhasil bertahan dan semakin yakin dengan apa yang diperjuangkannya.
Atas jasa-jasanya dalam bidang jurnalistik, ia dikenal sebagai wartawan perempuan pertama Indonesia, perintis pers, dan bintang jasa utama. Kiprah Ruhana Kuddus dalam dunia jurnalistik membuka cakrawala baru, bahwa perempuan yang mayoritas saat itu hanya mengerjakan ranah domestik, dapat berkarya juga menjadi seorang jurnalis.
Sebelum mendirikan surat kabar, Ruhana Kuddus memutuskan untuk mendirikan perkumpulan pendidikan perempuan bernama Sekolah Kerajinan Amai Setia. Sekolah ini secara khusus mengajarkan perempuan keterampilan di luar tugas rumah tangga biasa, serta membaca tulisan Jawi dan Latin dan mengelola rumah tangga. Sekitar enam puluh siswa belajar di sekolah ini saat pertama kali dibuka.
Sekolah ini mendapat pengakuan dari pemerintah Hindia Belanda secara resmi. Lewat penghargaan ini, ia memanfaatkannya dengan menjalin kerjasama dengan pemerintah Belanda, karena ia sering memesan peralatan kebutuhan menjahit untuk kepentingan sekolah.
Di samping itu, Ruhana Kuddus menjadi perantara untuk memasarkan hasil kerajinan muridnya ke kota-kota besar dan luar negeri. Kerajinan yang dibuat menjadi satu-satunya produsen yang memenuhi standar pembelian internasional dan memenuhi syarat ekspor.
Seiring perkembangannya, sekolah yang ia dirikan tidak hanya mengajarkan muridnya belajar, tapi menjadi berbasis industri rumah tangga serta koperasi simpan pinjam dan jual beli yang semua anggotanya perempuan. Sistem ini pertama kali diberlakukan Ruhana Kuddus dengan tujuan murid-muridnya sejahtera.
Atas perjuangannya mengembangkan sekolah, banyak petinggi Belanda yang kagum atas kemampuan dan kiprah Ruhana Kuddus. Selain menghasilkan berbagai kerajinan, ia juga menulis artikel dan puisi, serta fasih berbahasa Belanda. Wawasannya yang luas seolah setara dengan seorang yang berpendidikan tinggi.
Ruhana Kuddus pun menjadi topik pembicaraan hangat di kalangan masyarakat Belanda. Berita tentang perjuangannya diceritakan di surat kabar terkemuka dan disebut sebagai perintis pendidikan perempuan pertama di Sumatra Barat.
Atas jasa-jasanya di bidang jurnalistik dan pendidikan untuk perempuan, pada November 2019, Ruhana Kuddus dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Jokowi. Untuk memperingati perjuangannya, Google Indonesia menggunakan ilustrasi doodle wajah Ruhana Kuddus yang mengenakan penutup kepala khas Sumatera pada Hari Pers Nasional 2021.
Demikian sekilas biografi Ruhana Kuddus, pejuang hak perempuan era Kartini. Semoga semangat Ruhana Kuddus yang menjadi pejuang perempuan menular dan senantias hidup disanubari kita. [Baca juga: Iktibar Daya Kritis Kartini dalam Mengaji]