Mubaadalah.id – Banyak cara dilakukan lembaga-lembaga pemberdayaan masyarakat untuk mengenalkan ajaran al-Quran. Salah satunya Yayasan Fahmina yang membuat pengajian ramadhan. Di tempat ini, para mahasiswa, aktivis, dosen dan masyarakat mengkaji beberapa kitab. Salah satunya adalah kitab Tibyan Fii Adabi Hamalatil Qur’an oleh Rektor ISIF atau Institut Studi Islam Fahmina, Nyai. Hj. Afwah Mumtazah, M.Pd.
Kitab Tibyan Fii Adabi Hamalatil Qur’an adalah kitab yang mengkaji tentang etika dan tata krama bagaimana berelasi dengan al-Quran. Baik tentang cara membaca dan perilaku dengan al-Quran.
Umi Afwah, panggilan akrabnya mengatakan, kitab Tibyan itu sendiri kalau dikaji banyak sekali kitabnya. Tibyan yang dikaji adalah tentang etika, tata krama bagaimana umat Islam berelasi dengan al-Quran, berelasi dengan kehidupan sehari-hari.
“Bagaimana kita bisa bergaul dengan al-Quran melalui etika yang dianjurkan oleh sunnah nabi dan para sahabat,” kata Umi Afwah saat ngaji kitab di kawasan Yayasan Fahmina, Kamis, 16 Mei 2019.
Di dalam kitab Tibyan, menurutnya, mengajarkan banyak sekali ilmu tentang cara bagaimana berelasi dengan al-Quran dalam kehidupan sehari-hari.
“Misalnya bagaimana kita membaca al-Quran dengan berdiri. Bagaimana membaca al-Quran sambil tiduran. Padahal tata kramanya harus menghadap kiblat,” tuturnya.
Lebih lanjut, boleh tidak al-Quran diupahkan, diwakafkan. Selain itu, Umi Afwah juga menjelaskan bagaimana etika jual beli al-Quran dan bagaimana hukumnya al-Quran itu dijadikan sebagai obat.
“Kita sering kali melihat kesaharian itu banyak orang berobat dengan al-Quran, baik itu ayat Quran-nya yang dibaca atau ditulis di kertas. Nah di Tibyan ini akan menjawab permasalah-permasalah tersebut,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Umi Afwah mengajak pembaca untuk mengkaji kitab Tibyan ini, agar bisa mengetahui dan sekaligus mempraktikan sopan santun kepada al-Quran.
“Kalau ingin sekali mengtahui etika tata krama, sopan santun kita terkait dengan al-Quran. Apakah itu hablum minallah nya ataukah hambuluminnas nya. Mari buka kitab Tibyan nya,” ucapnya.
Selain itu, ulama perempuan itu menjelaskan, kitab karangan Imam Nawawi itu membahas tentang etika ketika mengaji al-Quran dengan tartibul (urutan) ayat, dan tartibul mushaf.
Ia mencontohkan, misalnya pertama membaca surat al-Fatihah kemudian di lanjut surat al-Baqarah dan urut sampai seterusnya.
“Membaca tartibul ayat, dan tartibul mushaf supaya kandungan al-Quran-nya bisa runtut. Begitupun ketika salat, di rakaat pertama bacanya surat al-Ikhlas berikutnya al-Falaq. Tidak boleh dari akhir ke depan,” tambahnya.
Ia mengingatkan, ketika membaca al-Quran sesuai dengan tartibul ayat, dan tartibul mushaf diharapkan tidak merusak kandungan hikmahnya.
“Allah menjadikan urutan-urutan itu karena kandungan hikmahnya bukan karena ujug-ujug (tiba-tiba). Kecuali ada syariat yang membolehkannya,” tukasnya. (RUL)