• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Stop Berdalih Anak Menikah untuk Membahagiakan Orang Tua Semata

Anak pasti punya alasan tersendiri mengapa ia belum ingin menikah. Bisa karena ingin meraih impian terlebih dahulu, atau ingin mengenali diri sendiri sebelum berpasangan

Yuyun Khairun Nisa Yuyun Khairun Nisa
05/10/2022
in Keluarga
0
Membahagiakan Orang Tua

Membahagiakan Orang Tua

721
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – “Kamu belum mau menikah? Apa gak mau membahagiakan orang tua?” Selalu begitu tanggapan yang kita dapat ketika aku menyampaikan pilihan. Pertanyaan atau bujukan seputar pernikahan terus menerus bersahutan tiada henti.

Aku sendiri sudah memperkuat mental untuk menghadapinya, toh aku menyakini bahwa menikah bukan puncak pencapaian seorang perempuan. Setiap dari kita punya timeline hidup masing-masing, termasuk kapan waktu untuk menikah.

Tetapi, terkait perkara menikah ini ada hal yang membuatku geleng-geleng kepala. Ketika orang-orang menilai kebahagiaan orang tua hanya saat melihat anaknya menikah. Tanpa mempertimbangkan hal lainnya, termasuk kondisi atau pilihan anak itu sendiri.

Iming-iming membahagiakan orang tua dengan ikatan pernikahan ternyata tidak hanya dialami oleh perempuan usia kepala dua, tetapi anak di bawah usia minimal menikah juga seringkali menghadapi problem yang sama.

Beberapa bulan yang lalu, aku mendapati kabar adik kelas yang telah melepas masa lajangnya. Bukannya turut berbahagia, aku justru sedih. Ia menikah sebelum lulus sekolah tingkat menengah ke atas. Padahal, UU Perkawinan yang telah direvisi tahun 2019 lalu menyatakan bahwa batas minimal usia menikah laki-laki dan perempuan ialah 19 tahun.

Baca Juga:

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

Alasan mengapa melangsungkan pernikahan karena mengabulkan keinginan orang tua yang sedang sakit-sakitan. Dengan kondisi kesehatan yang kurang baik, orang tuanya ingin melihat anaknya menikah. Sekalipun belum cukup umur dan pastinya belum matang secara emosional pun finansial.

Membahagiakan Orang Tua Harapan Setiap Anak

Setiap anak pasti memiliki harapan untuk bisa membahagiakan orang tua. Meskipun salah satu caranya dengan menikah, namun tetap harus dengan catatan sudah siap lahir dan batin, tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku dan tidak mendatangkan mafsadat.

Banyak cara membahagiakan orang tua. Mulai dari tindakan kecil hingga mempertaruhkan beberapa hal. Contoh hal terkecil seperti, memilih diam dan tidak membantah ketika dinasehati, atau tidak menunda-nunda ketika dimintai bantuan membeli garam di warung. Sedangkan hal besar yang bisa kita lakukan untuk membahagiakan orang tua misalnya, membantu melunasi utang, atau memberikan tiket naik haji.

Sebaliknya, orang tua dalam mendidik anak semestinya sesuai dengan apa yang sang anak anak, alih-alih keinginan pribadi orang tua. Tidak lain dan tidak bukan untuk menciptakan kemandirian, tanggung jawab, bahkan kebahagiaan bagi anak.

Tapi, bagaimana jika anak belum paham betul apa yang dibutuhkan dan diinginkannya? Tugas orang tua hanya mendampingi, mengarahkan dan mendukung pilihan anak. Selebihnya, biarkan anak yang memutuskan. Apalagi kaitannya dengan pernikahan. Sebuah ikatan yang menyatukan antara dua jiwa, raga dan isi kepala yang berbeda. Tentunya tidaklah mudah.

Perlu kita pahami betul bahwa urusan hati masuk dalam wilayah privasi tiap individu. Dan anak juga berhak atas itu. Sekalipun orang tua masih membersamai, bukan berarti punya kuasa penuh untuk merubah kehendak hati. Pemahaman ini amat penting untuk menghindari helicopter parenting, keterlibatan orang tua yang dominan sehingga berdampak buruk pada karakter anak.

Kembali pada Pola Parenting

Agaknya pola parenting yang membebaskan anak untuk memilih dan menentukan hidupnya ini masih dianggap bertolak belakang dengan budaya timur, termasuk masyarakat Indonesia. Di mana anak harus sepenuhnya patuh kepada orang tua. Jika tidak, ia akan dicap anak yang durhaka. Namun, seiring perkembangan zaman, karakter dan kebutuhan tiap generasi berbeda, sehingga perlu adanya penyesuaian.

Misalnya, menikah itu memang suatu hal baik dan termasuk ibadah, menjalankan sunnah rasul. Tetapi, kapan waktunya, bagaimana prosesnya dan niat dari menikah itu bersifat relatif. Jika dulu anak usia 20 tahun sudah banyak yang dinikahkan orang tuanya, lain hal dengan sekarang.

Kesempatan untuk melanjutkan sekolah tanpa biaya di perguruan tinggi sangat terbuka lebar, banyak ruang-ruang anak muda untuk eksplorasi diri di era digitalisasi, pun meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesehatan mental, dan lain sebagainya. Berbagai macam faktor dapat menghentikan langgengnya praktik pernikahan dini di masyarakat, sehingga menikah di usia 20 tahun justru kurang relevan dewasa ini.

Maka, penting untuk melihat sesuatu tidak sebatas permukaannya saja. Seperti anak yang tidak menuruti permintaan orang tua bukan berarti anak yang durhaka. Mari mulai menilai dengan melihat lebih dekat.

Anak pasti punya alasan tersendiri mengapa ia belum ingin menikah. Bisa karena ingin meraih impian terlebih dahulu, atau ingin mengenali diri sendiri sebelum berpasangan. Apapun alasannya, selagi untuk kebermanfaatan bagi diri dan menghindari keburukan bagi orang lain, maka tidak ada salahnya.

Setiap anak punya pilihan atas hidupnya, dan peran orang tua sangat penting untuk selalu mengarahkan, mendukung, dan memberikan pengertian. Alih-alih menekankan atau memaksakan untuk segera menikah, apalagi dengan dalih semata-mata untuk membahagiakan orang tua. []

Tags: Jodohkeluargaperempuanperkawinanpernikahan
Yuyun Khairun Nisa

Yuyun Khairun Nisa

Yuyun Khairun Nisa, lahir di Karangampel-Indramayu, 16 Juli 1999. Lulusan Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jember. Saat ini sedang bertumbuh bersama AMAN Indonesia mengelola media She Builds Peace Indonesia. Pun, tergabung dalam simpul AMAN, Puan Menulis (komunitas perempuan penulis), dan Peace Leader Indonesia (perkumpulan pemuda lintas iman). Selain kopi, buku, dan film, isu gender, perdamaian dan lingkungan jadi hal yang diminati. Yuk kenal lebih jauh lewat akun Instagram @uyunnisaaa

Terkait Posts

Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Mengirim Anak ke Barak Militer

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

10 Mei 2025
Menjaga Kehamilan

Menguatkan Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Kehamilan Istri

8 Mei 2025
Ibu Hamil

Perhatian Islam kepada Ibu Hamil dan Menyusui

2 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kebangkitan Ulama Perempuan

    Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version