Mubadalah.id – Direktur Jaringan GUSDURian, Alissa Wahid menceritakan kisah kecerdasan dan perjuangan Bu Nyai Khoiriyah putri Hadratuh Syekh KH. Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama (NU) untuk mendapatkan hak pendidikan yang sama dengan laki-laki.
Bu Nyai Khoiriyah ini, kata Alissa, sejak muda sudah menunjukan sikap beliau yang selalu ingin belajar dan memiliki kecerdasaan yang sangat tinggi.
Awalnya Bu Nyai Khoiriyah tidak disekolahkan oleh sang ayah. Hal ini berbeda dengan saudara-saudara beliau yang laki-laki. Mereka disekolahkan dan dipondokan di pesantren.
Awalnya beliau tidak boleh belajar oleh KH. Hasyim Asy’ari. Tapi Bu Nyai Khoiriyah tidak menerima begitu saja, beliau tetap ingin belajar kepada sang ayah dengan cara sembunyi-sembunyi. Beliau kerap kali mendengarkan kajian dari sang ayah.
Lalu dari situlah beliau mendapatkan pemahaman yang luar biasa. Sehingga oleh Hadratuh Syekh KH. Hasyim Asy’ari beliau diperkenankan untuk berbicara di depan jamaah laki-laki.
Selain itu, Alissa Wahid juga menceritakan saat Bu Nyai Khoiriyah menjadi pengasuh pondok pesantren Seblak, Jombang, dan menceritakan bagaiamana Bu Nyai Khoiriyah mendirikan Madrasah khusus perempuan (al-Banat) di Mekkah.
Kisah kepemimpinan pondok pesantren ini, lanjut kata Alissa, saat Bu Nyai Khoiriyah menikah kemudian mengurus pondok pesantrenya. Namun, karena suaminya pergi belajar di Mekkah, beliau menggantikan suami beliau untuk mengurus Pondok Pesantren Seblak.
“Jadi Bu Nyai Khoiriyah menjadi pengasuh pondok pesantren. Bukan pondok pesantren putri ya,” kata Alissa Wahid, saat memaparkan materi, pada KUPI Talks 2, Rabu, 16 Oktober 2022.
Pergi Ke Mekkah
Tidak lama kemudian, akhirnya beliau pindah ke Mekkah ikut bersama sang suami.
Di sana beliau dengan Syekh Yasin Al-Fadani, melobi pemerintah lokal di Mekkah untuk menyiapkan madrasah untuk perempuan, akhirnya diresmikan Madrasah al-Banat pertama di Mekkah.
“Jadi tidak hanya di Indonesia saja, di mana pun beliau mendorong perubahan untuk perempuan,” paparnya.
“Lalu kemudian kita tahu misalnya di Menes itu banyak bu nyai dalam Mukhtamar NU meminta untuk ikut berpidato, dan meminta NU agar memberi ruang pada perempuan untuk ikut berkhidmah di NU. Ujungnya, nanti pendirian muslimat NU,” tambahnya.
Sementara itu, Putri sulung KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu menjelaskan bahwa peran dan kiprah ulama perempuan dalam kehidupan berbangsa bernegara, jangan kita ragukan lagi. Pasalnya, peran mereka sudah sangat kuat, apalagi dalam kehidupan masyarakat muslim Indonesia.
“Peran dan kiprah ulama perempuan itu menjadi bagian perjuangan perempuan di Indonesia,” tukasnya Alissa. Rul)