Beberapa anggota DPR RI baru-baru ini mengajukan draft RUU tentang Ketahanan Keluarga yang dibanjiri respon dari banyak kalangan. Ada yang pro dan kontra.
Salah satu yang membuat kontroversi dalam RUU Ketahanan Keluarga adalah Pasal 25 yang mengatur kewajiban suami-istri. Suami dan istri memiliki tugas yang berbeda. Tugas suami sebagai kepala keluarga ialah bertanggung jawab atas keutuhan dan kesejahteraan keluarga hingga musyawarah dalam menangani masalah keluarga.
Sementara itu, dalam ayat selanjutnya, istri memiliki tugas yang berbeda dengan suami. Salah satu kewajiban istri ialah mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya, menjaga keutuhan keluarga, memperlakukan suami dan anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Formulasi hukum di atas, sekilas biasa saja dalam pembagian peran jika dilakukan dengan kerelaan, namun di sisi lain pasal ini mengindikasikan adanya pengukuhan pembagian dan pembakuan peran berdasarkan gender serta mengukuhkan domestikasi perempuan.
Penegasan akan kewajiban istri mengatur urusan rumah tangga justru membenarkan anggapan stereotipe masyarakat bahwa tempat yang paling layak bagi perempuan adalah di rumah (domestik). Hanya istrilah yang harus menyelesaikan semua tugas rumah sehingga kalau istri keluar rumah, maka akan dipandang tidak terhormat karena telah melalaikan kewajibannya. Kasus KDRT pun terjadi akibat istri dianggap nusyuz.
Fakta sosial menunjukkan bahwa perkembangan sosial, budaya, dan ekonomi telah banyak mengubah kehidupan sosial perempuan. Saat ini, perempuan banyak yang terdidik dan terpelajar yang bisa sejajar dengan laki laki, fungsi keluarga juga tidak hanya dimonopoli oleh laki laki, penghasilan ekonomi istri tidak sekedar hanya menjadi sumber ekonomi tambahan tetapi sudah menjadi sumber pokok.
Para istri tidak hanya mengurusi domestik tetapi juga aktif dalam kerja kerja sosial, politik, profesional dan sebagainya. Oleh karena perlu mencermati kembali pasal 25 RUU Ketahanan Keluarga ini agar regulasi memegang prinsip kesetaraan.
Pasal 24 sudah cukup jelas mengatur tentang kewajiban suami istri secara bersama menegakkan rumah tangga dan membina keharmonisan keluarga dengan cara saling mencintai, menghormati dan memberikan dukungan kepada pasangannya. Pemerintah tidak perlu mengatur urusan di dalam rumah tangga secara rinci.[]