Mubadalah.id – Prinsip-prinsip perkawinan (sakinah, mawadah wa rahmah) adalah norma-norma yang seharusnya menjadi dasar bagi setiap keputusan menyangkut kepentingan dua pihak (suami dan istri).
Salah satu pihak tidak bisa mengambil keputusan tanpa sebelumnya membicarakannya dengan pasangan.
Musyawarah adalah prinsip Islam dalam memecahkan setiap persoalan yang menyangkut relasi antara individu atau masyarakat.
Dengan begitu, perkawinan tidak sekadar sebagai tempat untuk memuaskan nafsu seksual atau birahi, melainkan lebih dari itu adalah hubungan saling menghargai aspek kemanusiaan.
Perkawinan juga merupakan hubungan saling membangun untuk sebuah kehidupan yang damai dan sejahtera lahir batin, serta hubungan untuk melahirkan generasi manusia yang sehat, cerdas, dan berkeadaban.
Pemaknaan kawin atau nikah seperti di atas tampaknya tidak sepenuhnya muncul dalam realitas sosial kita dewasa ini.
Perkawinan dalam kenyataannya seringkali justru melahirkan kehidupan yang menggelisahkan dan meresahkan, terutama bagi perempuan.
Beberapa kasus bahkan menunjukkan bahwa perkawinan merupakan malapetaka bagi perempuan.
Betapa sering terjadi beragam kasus kekerasan dalam tumah tangga (KDRT) dengan korban hampir selalu perempuan atau istri.
Tidak sedikit perempuan (istri) yang mengalami kekerasan baik fisik, mental, maupun ekonomi oleh suaminya. Ruang gerak istri acapkali dibatasi hanya dalam domain rumah tangga atau dalam bahasa lain, perempuan hanyalah makhluk domestik yang berfungsi reproduktif saja.
Eksistensinya sebagai makhluk sosial, berpolitik, berproduksi, dan berkebudayaan seringkali diabaikan. Dalam proses peradaban, keadaan ini sungguh tidak menguntungkan.
Hari ini jumlah nominal perempuan adalah separuh lebih dari laki-laki. Apabila kaum perempuan harus kita batasi peran dan fungsinya hanya pada ruang domestik dan untuk kerja-kerja reproduksi saja. Maka betapa besar potensi manusia yang diabaikan dan tersia-sia.*
*Sumber: tulisan KH. Husein Muhammad dalam buku Ijtihad Kyai Husein, Upaya Membangun Keadilan Gender.