Mubadalah.id – Salah satu preseden kuat dalam hal ini adalah perjanjian Hilf al-Fudhul. Yaitu perjanjian untuk melindungi dan menolong siapapun yang menjadi korban kezaliman, baik dari suku Quraisy maupun dari luar dari kabilah manapun, yang masuk ke Mekkah. Dia harus ditolong dan dikembalikan hak-haknya (Sirah Ibn Hisyam, juz 1, hal. 123).
Nabi Muhammad saw., saat itu, berusia 22 tahun, ikut menghadiri pertemuan di rumah Ibn Jud’an dan mendukung hasil traktat advokasi tersebut. Masih dalam kitab Sirah Ibn Hisyam yang sama, tercatat pernyataan kesaksian Nabi Saw sebagai berikut:
لَقَدْ شهدتُ فِي دَارِ عبدِ اللهِ بنِ جُدْعان حِلْفًا، مَا أُحِبُّ أَنَّ لِي بِهِ حُمْر النَّعَم، وَلَوْ أدعَى بِهِ فِي الْإِسْلَامِ لأجبتُ
Artinya: “Aku, (pada masa Jahiliyah), menyaksikan (sebuah pertemuan) di rumah Abdullah bin Jud’an (yang menghasilkan) sebuah kesepakatan.
Aku lebih mencintai kesepakatan ini dari pada memiliki kekayaan binatang ternak. Jika saja, aku diajak kembali kepada kesepakatan ini, pada masa Islam ini, aku pasti akan memenuhinya.” (Hadits Nabi Saw dalam Sirah Ibn Hisyam, juz 1, hal. 124).
Nabi Saw Menolak Hukum Orang Yahudi
Pada saat di Madinah, Nabi saw menolak untuk menjatuhkan hukuman pada orang-orang Yahudi. Ia tertuduh membunuh umat Islam, padahal tidak terbukti.
Kisah ini bisa kita temui di dalam kitab-kitab hadis utama umat Islam, seperti Sahih Bukhari (no. hadits: 7279), dan Sahih Muslim (no. hadits: 4438 dan 4441).
Imam Ibn Jarir ath-Thabari (w. 310 H), seorang ulama ahli tafsir awal dalam sejarah Islam, mencatat kisah penolakan Nabi saw menjatuhkan hukuman pada orang Yahudi, bernama Zayd bin Samin, yang tertuduh mencuri tanpa bukti.
Kemudian, kisah ini juga bisa kita temui di dalam Kitab Tafsir Jami’ al-Bayan fi Ay al-Qur’an karangan Imam Ibn Jarir ath-Thabari, juz 9, halaman 182-183.
Kisah-kisah seperti ini memberi inspirasi yang sangat kuat tentang perintah Islam untuk bersikap adil bagi semua orang dan membela orang-orang yang terzalimi, siapapun, dan kapanpun. Termasuk orang-orang non muslim yang harus kita lindungi dari segala tindak kezaliman oleh siapapun.
Ajaran Islam, sebagaimana al-Qur’an tegaskan dan Nabi Saw praktikkan adalah paling berhak untuk memenuhi segala panggilan penegakan keadilan.
Termasuk dengan advokasi dan perlindungan bagi orang-orang yang menjadi korban kezaliman. Demikianlah salah satu akhlak yang Nabi saw praktikkan pada masa Jahiliyah dan Islam dalam membela orang terzalimi, sekalipun non muslim.