• Login
  • Register
Senin, 21 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Siapa Berkata Apa

Bolehkah Menjamak Shalat Saat Resepsi Pernikahan?

Mubadalah Mubadalah
21/10/2022
in Siapa Berkata Apa
0
Menjamak Shalat Saat Resepsi Pernikahan

Menjamak Shalat Saat Resepsi Pernikahan

507
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Shalat adalah kewajiban setiap muslim yang tidak bisa gugur dalam keadaan apapun, kecuali ketiduran, hilang akal (gila), dan lupa yang betul-betul lupa. Menjadi mempelai, dengan demikian bukanlah udzur yang membebaskan seorang Muslim dari kewajiban shalat. Bahkan idealnya, shalat saat menjadi pengantin bisa dilakukan dengan khusyu’ sebagai bentuk ketaatan seorang hamba dan sebagai wujud rasa syukur atas anugerah jodoh yang diberikan-Nya. Namun keadaan yang sering membuat mempelai kesulitan untuk menjalankan shalat tepat pada waktunya. Bolehkah menjamak shalat saat resepsi pernikahan?

Misalnya, jika resepsi digelar mulai pukul 11.00 s/d pukul 14.00, maka shalat dzuhurnya bisa tertinggal karena belum selesai mencopot pakaian  dan membersihkan make-upnya, waktu ashar sudah tiba. Begitu juga jika resepsi dilakukan malam hari, shalat maghribnya tidak bisa tepat waktu karena pengantin sudah dirias sejak pukul 16.00 sore.

Jika resepsi dilakukan di rumah mulai pagi hingga malam hari malah bisa membuat shalat dzuhur, ashar, dan maghrib terabaikan. Sebetulnya keadaan ini bisa disiasati. Bagi pengantin yang menjadi mempelai seharian (biasanya resepsi di rumah), pengantin bisa menjamak shalat saat resepsi pernikahan dari dzuhur beserta ashar dengan jamak ta’khir di sore hari. Setelah maghrib tiba, pengantin segera bisa melakukan shalat maghrib, baru kembali ke pelaminan. Shalat isya bisa dilakukan setelah acara selesai.

Bagi pengantin yang dirias sore hari, ia bisa berwudlu sebelum dirias, dan ketika maghrib tiba ia segera menunaikan shalat maghrib sebelum memasuki pelaminan. Bila acaranya pagi sampai siang, mempelai bisa segera shalat dzuhur begitu acara selesai dan tidak perlu menjamak ta’khir shalat dzuhur di waktu ashar. Namun dalam situasi yang mendesak, shalat jamak bisa ditempuh sebagai solusi alternatif mengatasi kesulitan daripada meninggalkan shalat sama sekali.

Dasarnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Abbas ra. “Saya pernah melihat Rasulullah Saw. menjamak antara dzuhur dan ashar, dan antara maghrib dan isya’, bukan karena perang dan bukan karena berpergian.” Ibnu Abbas ditanya, “Apa tujuan Nabi melakukan hal itu?” Abbas menjawab,”Beliau tidak ingin membuat repot umatnya.”

Baca Juga:

Nikah atau Mapan Dulu? Menimbang Realita, Harapan, dan Tekanan Sosial

Merawat Fondasi Pernikahan dengan Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah

Yang Terjadi Jika Miskin, Tapi Ngotot Menikah

Mewujudkan Perjanjian yang Kokoh Dalam Pernikahan

Berdasarkan hadis ini beberapa ulama memperbolehkan shalat jamak secara mutlak, dalam keadaan apapun. Yang berpendapat demikian antara lain adalah  sahabat Ali bin Abu Thalib dan sahabat Ibnu Abbas, Ibnu Sirin, dan Imam Mundzir (ulama mazhab Syafi’i). Namun mazhab jumhur (mayoritas) tidak memperbolehkan jamak tanpa ada udzur. Bagi jumhur maksudnya jamak di situ adalah jamak shuuri (shalat pada waktunya, namun menyerupai jamak yakni shalat dhuhur menjelang ashar, dan setelah tiba waktu shalat ashar. Begitupula antara maghrib dan isya’).

Pendeknya, setiap mempelai tidak perlu meninggalkan shalat karena keadaan sulit itu bisa mendatangkan kemudahan. Bahkan Nabi pun sudah memberikan solusinya. Namun berbeda dengan jamak shalat yang diperbolehkan ketika ada hajat yang mendesak, qashar shalat (meringankan shalat dhuhur, ashar, dan isya menjadi 2 rakaat) tidak diperbolehkan selain berpergian atau dalam keadaan perang  atau di bawah ancaman. Jadi, jika tidak bisa melakukan shalat sesuai waktu ketika jadi mempelai, silahkan menjamaknya namun jangan mengqhasarnya. Apalagi meninggalkannya.

Sumber: Buku Dari Harta Gono-Gini Hingga Izin Suami (2015)

Tags: pernikahanTetap saat jadi mempelai
Mubadalah

Mubadalah

Portal Informasi Popular tentang relasi antara perempuan dan laki-laki yang mengarah pada kebahagiaan dan kesalingan dalam perspektif Islam.

Terkait Posts

Sosok Nyai Hj. Hindun Anisah; Sosok Ulama Perempuan

Sosok Nyai Hj. Hindun Anisah; Sosok Ulama Perempuan

30 Desember 2022
Visi Gus Dur tentang Islam, Demokrasi, dan HAM

Visi Gus Dur tentang Islam, Demokrasi, dan HAM

24 Desember 2022
Kunci Sukses Berbisnis Bersama Pasangan

Kunci Sukses Berbisnis Bersama Pasangan

27 Oktober 2022
Hakikat Pernikahan Menurut Islam

Hakikat Pernikahan Menurut Islam Bukan Soal Kepemilikan

27 Oktober 2022
Adab Menggelar Resepsi Pernikahan

Niat dan Adab Menggelar Resepsi Pernikahan Menurut Islam

21 Oktober 2022
Korban Trafficking Diampuni Dosanya

Kyai Husein: Korban Trafficking Diampuni Dosanya

20 Oktober 2022
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Karakter Anak yang

    Pentingnya Membentuk Karakter Anak Sejak Dini: IQ, EQ, dan SQ

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Yuk Dukung Anak Miliki Cita-cita Tinggi!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menguatkan Peran Ibu Nyai Pesantren dengan Penulisan Ulang Sejarah Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membentuk Karakter Anak Lewat Lingkungan Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nikah atau Mapan Dulu? Menimbang Realita, Harapan, dan Tekanan Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dr. Faqih: Ma’had Aly Kebon Jambu akan Menjadi Pusat Fiqh Al-Usrah Dunia
  • Nyai Awanillah Amva: Wisuda Bukan Akhir, Tapi Awal Kiprah Mahasantri di Tengah Masyarakat
  • Nikah atau Mapan Dulu? Menimbang Realita, Harapan, dan Tekanan Sosial
  • Menguatkan Peran Ibu Nyai Pesantren dengan Penulisan Ulang Sejarah Ulama Perempuan
  • Membentuk Karakter Anak Lewat Lingkungan Sosial

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID