Mubadalah.id – Menelusuri sejarah kemanusiaan terutama sebelum kelahiran Muhammad Saw akan terlihat bahwa diskriminasi jenis kelamin merupakan fenomena peradaban dunia yang terjadi di banyak tempat.
Peradaban diskriminatif memperlakukan perempuan sebagai makhluk hina dan rendah. Seluruh peradaban kuno mulai Yunani, Romawi, Cina, India, Persia, dan sebagainya, pada puncak kejayaannya telah memperlakukan perempuan sebagai benda atau harta milik laki-laki.
Pada masa ini perempuan itu hidup tanpa hak-hak individu sebagaimana layaknya manusia yang bebas. Perempuan hanya sebagai budak yang mengabdi pada kepentingan laki-laki.
Praktik semacam ini juga berlangsung di Arabia tempat Nabi Muhammad lahir dan diutus. Perempuan diperlakukan sebagai makhluk inferior dan sumber kesenangan seksual sekaligus tempat pelampiasan kemarahan laki-laki.
Seperti sudah dalam teks di atas, pembunuhan bayi perempuan dalam masyarakat Arabia bukan merupakan problem kemanusiaan yang besar.
Menurut seorang penafsir al-Qur’an kontemporer, Muhammad Asad, perilaku tersebut tampaknya tersebar luas di tanah Arab pra Islam. Walaupun mungkin tidak sejauh yang menjadi anggapan banyak orang.
Motif pembunuhan ini paling tidak ada dua hal: pertama, ketakutan terhadap beban ekonomi dengan kehadiran anggota keluarga yang baru. Keadaan perempuan sebagai entitas tak berdaya sekaligus tidak produktif telah mencemaskan orang tua mereka.
Kedua, ketakutan atas kehinaan yang disebabkan oleh peperangan. Dalam peperangan para gadis kerap menjadi tawanan oleh pihak yang menang, dan peristiwa ini merupakan aib keluarga dan suku yang mengalami kekalahan.
Harta Waris
Bahkan dalam masyarakat ini, perempuan tidak berhak memperoleh harta waris. Penolakan hak waris bagi perempuan berdasarkan pada asumsi perempuan tidak menanggung beban keluarga dan tidak berperan saat terjadi peperangan.
Terhadap realitas sosial demikian, al-Qur’an mengutus Muhammad Saw untuk memberikan perhatian dan komitmen yang sangat serius atas persoalan diskriminasi terhadap perempuan ini, dengan kadar yang jauh melebihi keseriusan atas relasi-relasi diskriminatif lainnya.
Kemudian banyak juga ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang perempuan dengan menyebut hak-haknya sebagai manusia. Al-Qur’an menyebut perempuan sebagai makhluk Allah yang memiliki naluri dan potensi kemanusiaan.
Allah menempatkan perempuan pada posisi sejajar dengan laki-laki dalam semua urusan: spiritual, moral, maupun sosial. Al-Qur’an dalam banyak tempat menyebut laki-laki dan perempuan dalam satu rangkaian ayat.
Mereka Allah Swt perintahkan untuk memainkan tugas dan kewajiban membangun dunia kemanusiaan secara bersama-sama. Semua hal ini merupakan ajaran yang tidak pernah ada dalam peradaban pra Islam. []