Mubadalah.id – Sebagian orang masih menganggap kehidupan di lingkungan masyarakat masih sangat kental dengan budaya patriakhi. Dalam kebudayaan ini, sebagian masyarakat menganggap bahwa laki-laki memiliki relasi kuasa yang sangat kuat. Sedangkan posisi perempuan berada di bawah laki-laki atau menjadi makhluk subordinat.
Akibatnya, para perempuan hingga saat ini kerap kali mendapatkan diskriminasi, marginalisasi, eksploitasi, bahkan kerap kali mendapatkan kekerasan di berbagai ruang. Baik ruang publik maupun domestik.
Kondisi seperti inilah yang menurut saya penting kita bahas, karena posisi perempuan masih sangat rentan. Bahkan di sebagian pedesaan, terutama pada masyarakat Jawa, perempuan dipandang sebagai konco wingking dari laki-laki. Artinya perempuan hanya sebagai teman hidup dengan status di belakang.
Di sebagian masyarakat Jawa juga kondisi perempuan masih dipandang dengan sebuah istilah surga neroko katut (ke surga atau neraka ikut suami).
Maka dari itu, bagi sebagian masyarakat jawa masih menganggap nasib perempuan sangat bergantung kepada laki-laki. Bahkan para perempuan harus nurut dan tunduk kepada laki-laki. Apabila ada perempuan yang berani kepada laki-laki, maka perempuan kerap kali mendapat stigma, sebagai perempuan yang tidak baik bahkan lancang.
Namun, dalam Islam, sebetulnya peran perempuan dan laki-laki itu sama. Dalam al-Qur’an surat an-Nisa ayat 1 menegaskan:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ
Artinya: Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya. (QS. an-Nisa ayat 1).
Dalam surat ini, Allah Swt telah menegaskan bahwa penciptaan laki-laki dan perempuan dari nafs wahidah. Artinya, laki-laki dan perempuan adalah makhluk yang sama. Sehingga realitas sebagian masyarakat yang menganggap perempuan adalah makhluk kedua, saya kira hal tersebut sangat bertentangan dengan prinsip ajaran Islam.
Di dalam ajaran Islam dengan merujuk surat an-Nisa di atas, maka tidak ada pembedaan penciptaan antara laki-laki dan perempuan. Oleh sebab itu, kita sebagai makhluk ciptaanya sebaiknya bisa mengambil pelajaran dari perintah Tuhan di atas. Yaitu jangan pernah membedakan laki-laki dan perempuan.
Pandangan KH. Husein Muhammad
Dalam pandangan KH. Husein Muhammad dalam buku Fiqh Perempuan menekankan kesetaraan gender berlandaskan kodrat kemanusiaan. Landasan kemanusiaan meniscayakan setiap individu memiliki peran yang sama di ruang domestik dan ruang publik. Kesetaraan gender dalam pendidikan Islam menunjukkan persamaan hak di hadapan Allah Swt.
Pandangan KH. Husein Muhammad di atas yang membedakan laki-laki dan perempuan adalah hanyalah ketakwaan mereka kepada Allah Swt. Oleh sebab itu, dalam relasi kehidupan antara laki-laki dan perempuan tidak kita bedakan, karena semua makhluk di muka bumi ini semuanya sama.
Sehingga, laki-laki dan perempuan bisa hidup lebih setara, keduanya bisa mengakses ruang publik dan domestik secara bersama. Maka, tidak ada lagi tentang relasi kuasa yang menjadi alasan mutlak bagi sebagian masyarakat untuk menjadikan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan.
Laki-laki dan perempuan tidak boleh saling mendiskriminasi, subordinasi, dan melakukan kekerasan. Karena kekerasan merupakan tindakan yang dilarang oleh ajaran Islam. Yang Islam ajarkan adalah tentang pentingnya bersikap kasih sayang, kedamaian, kesalingan, kesetaraan, keadilaan, kemanusiaan, dan cinta kasih bagi sesama.
Oleh sebab itu, kita sebagai makhluk yang sama dihadapan Tuhan untuk menerapkan prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Islam bagi kehidupan kita bersama. Sehingga terciptalah kehidupan yang penuh kebaikan dan kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. []