• Login
  • Register
Jumat, 23 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah

Membaca Pemikiran Buya Syafii tentang Muslim Indonesia

Buya Syafii: Islams itu adalah fakta sejarah yang tidak mungkin kita abaikan. Karena nyatanya memang ada keragaman ekspresi dalam berislam

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
18/06/2024
in Figur
0
Pemikiran Buya Syafii

Pemikiran Buya Syafii

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ahmad Syafii Maarif, atau yang lebih kita kenal dengan nama Buya Syafii, merupakan salah seorang intelektual Muslim di Indonesia. Pandangannya banyak mewarnai khazanah keislaman, khususnya soal diskursus Islam dan kebangsaan. Satu di antara yang menjadi perhatian dalam karya-karyanya terkait diskursus Islam Nusantara, adalah seputar ekspresi Muslim Indonesia.

Istilah Muslim Indonesia

Dalam karya Buya Syafii yang berjudul Islam, Humanity, and the Indonesian Identity, terdapat sub-bab pembahasan tentang Nusantara: Where Faits and Culture Interact (Nusantara: Tempat di mana Imam-iman dan Budaya Berinteraksi). Salah satu yang Buya Syafii bahas pada bagian ini adalah tentang istilah Muslim Indonesia.

Istilah Muslim Indonesia, dan Islam Indonesia, dalam karya-karya Buya Syafii dapat dibilang itu merujuk pada diskursus Islam Nusantara. Ini bukan pernyataan sepihak saya, melainkan berdasarkan pada pemikiran Buya Syafii sendiri kalau, “To speak of Nusantara is the same as to speak of Indonesia (Berbicara Nusantara sama dengan berbicara Indonesia).” Jadi, istilah Islam Indonesia, dalam gagasan Buya Syafii, ya sama saja dengan Islam Nusantara.

Menurut Buya Syafii, istilah Muslim Indonesia bukan sesuatu yang perlu kita perdebatkan. Sebab term ini sebenarnya sudah well understood and accepted (dipahami dan diterima dengan baik) oleh masyarakat. Sebagaimana kita sering melabeli tempat berdasarkan penganut agama yang paling mencolok; Kristen Eropa, Budha Tibet, Muslim Arab, dan lainnya.

Oleh karena masyarakat di Indonesia mayoritas adalah Muslim, maka sebagaimana Buya Syafii, “…not be wrong to say ‘Muslim Indonesia’ (…tidak salah untuk mengatakan (menggunakan istilah) Muslim Indonesia).”

Penggunaan istilah Muslim Indonesia oleh Buya Syafii tidak lepas dari penggambaran realitas perkembangan Islam di Nusantara. Islam berkembang pesat di negeri ini, sehingga muncul realitas masyarakat di Nusantara yang mayoritas beragama Islam. Masyarakat ini yang Buya Syafii maksud sebagai Muslim Indonesia.

Baca Juga:

Lebaran Ketupat, dari Filosofi hingga Merawat Tradisi

Muslim di Klenteng: Membaca Ekspresi Islam Tionghoa di Indonesia

Membincangkan Sejarah Muslim Tionghoa dalam Penyebaran Islam di Nusantara

Pesan Buya Syafii Maarif: Melampaui Fundamentalisme Menuju Islam Inklusif

Islam Indonesia, Apakah Islam yang Baru atau Bagian dari Islams?

Istilah Muslim Indonesia, yang Buya Syafii maksud, tidak sekadar untuk melabeli kemayoritasan umat Islam di Indonesia. Itu juga menggambarkan kekhasan wajah Islam yang nampak dari ekpresi beragama Muslim Indonesia, atau bisa kita sebut sebagai Islam Indonesia (baca: Islam Nusantara).

Islam Nusantara bukan berarti agama Islam baru dari Nusantara. Sebab secara doktrin agama, ya Islam itu adalah satu, tidak ada Islam yang lain. Namun secara ekspresi beragama, budaya Islam antarsatu masyarakat dan lainnya itu sangat beragam.

Sebagaimana penjelasan Buya Syafii, dalam Mencari Autentisitas dalam Dinamika Zaman, bahwa sebagai doktrin agama, Islam adalah satu. Tetapi, pada saat agama itu turun ke bumi, hidup dalam ruang historis dan budaya, wajah beragama menjadi bermacam-macam.

Ada wajah Nigeria, wajah Afghanistan, wajah Iran, wajah Arab Saudi, wajah Libia, dan termasuk wajah Indonesia. Ekspresi yang bermacam-macam itu adalah kultural. Dalam hal ini, iman Islam adalah satu, tetapi ekspresi budaya Islam itu banyak.

Buya Syafii dalam menjelaskan konteks keragaman Islam ini, mengutip judul buku Dr. Aziz al-Azmeh yang menulis kata Islam dalam bentuk jamak; Islams and Modernities. Penggunaan bentuk jamak kata Islams itu untuk menunjukkan adanya keragaman ekspresi berislam umat Muslim, bukan untuk mengatakan ada banyak agama Islam.

Secara aspek agama, Islam adalah satu yang merupakan ajaran yang kita yakini datang dari Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW. Namun, secara aspek beragama, Islams sangat beragam ekspresi budaya. Dan, di antara Islams itu adalah Islam Nusantara yang nampak dari ekspresi beragama Muslim Indonesia.

Kata Buya Syafii bahwa, Islams itu adalah fakta sejarah yang tidak mungkin kita abaikan. Karena nyatanya memang ada keragaman ekspresi dalam berislam. Dan, tidak perlu juga kita sesali, karena justru dengan wajah-wajah yang berwarna-warni itu ekspresi kultural Islam menjadi sangat kaya dan khas.

Ekspresi Muslim Indonesia

Terbentuknya wajah Islam Nusantara, atau ekspresi beragama Muslim Indonesia, itu tidak lepas dari latar belakang sejarah perkembangan Islam dalam masyarakat Nusantara. Salah satu pemikiran Buya Syafii yang menjelaskan proses sejarah ini, adalah yang dia tuliskan dalam artikelnya yang berjudul “Sublimitas Islam di Indonesia.” Artikel Buya Syafii yang mengantari buku Islam Nusantara karya Prof. M. Abdul Karim.

Buya Syafii menjelaskan bahwa Islam di Indonesia “…mampu melakukan proses sublimisasi, sehingga nilai-nilainya meresap dalam setiap perilaku anak bangsanya.” Jadi, konversi agama masyarakat Nusantara ke Islam, itu tidak sekadar mengubah agama. Namun juga terjadi proses sublimasi yang membentuk moral bangsa.

Proses sublimasi nilai-nilai Islam dalam moral bangsa itu terjadi melalui simbiosis antara Islam dan budaya Nusantara. Sebagaimana penjelasan Buya Syafii, “Dalam Islam, nilai-nilai universal seperti keadilan, persamaan, dan kemanusiaan mendapatkan porsi yang luas.

Berpangkal pada itu, Islam masa awal mampu bersimbiosis dengan budaya lokal yang sudah barang tentu pula mengedepankan prinsip-prinsip yang sama. Titik temu ini selanjutnya dikemas dalam format dakwah yang tidak melulu mendudukkan masyarakat lokal sebagai tertuduh dan salah, akan tetapi mereka disadarkan dengan berangkat dari kekayaan pengetahuan yang telah dimilikinya.”

Para wali dan ulama penyebar Islam di Nusantara, menurut Buya Syafii, dengan apik mampu memainkan peran penting dalam simbiosis Islam dan budaya lokal itu. Buya Syafii memberi contoh sikap dakwah Sunan Kalijaga yang berhasil mengemas tradisi wayang secara Islami. Ini menjadikan tradisi wayang mengalami sublimasi dengan nilai-nilai Islam, sehingga itu dapat menjadi sarana Islamisasi masyarakat Jawa yang berlangsung secara damai.

Proses dakwah Islam Nusantara yang tidak mendudukkan masyarakat lokal sebagai tertuduh itu, selain memunculkan kekhasan tradisi Islam Nusantara, juga membentuk wajah Muslim Indonesia menjadi watak Islam, yang dalam istilah Buya Syafii, friendly face (wajah ramah).

Watak Islam ramah yang menjadikan ekspresi Muslim Indonesia tidak mudah mengkafirkan dalam keragaman Islams, dan bahkan mampu hidup damai dengan non-Muslim di tengah keberagamaan masyarakat Nusantara. []

Tags: Ahmad Syafii MaarifBuya Syafi'iIslam Nusantaraislam ramahMuslim IndonesiaPemikiran Buya Syafii
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

Hj. Biyati Ahwarumi

Hj. Biyati Ahwarumi, Perempuan di Balik Bisnis Pesantren Sunan Drajat

23 Mei 2025
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Nyai Ratu Junti

Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

17 Mei 2025
Nyi HIndun

Mengenal Nyi Hindun, Potret Ketangguhan Perempuan Pesantren di Cirebon

16 Mei 2025
Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi

Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro

9 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Hj. Biyati Ahwarumi

    Hj. Biyati Ahwarumi, Perempuan di Balik Bisnis Pesantren Sunan Drajat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Benarkah KB Hanya untuk Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Bersama Obituari Zen RS: Karpet Terakhir Baim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Filosofi Santri sebagai Pewaris Ulama: Implementasi Nilai Islam dalam Kehidupan Sosial
  • Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab
  • Membaca Bersama Obituari Zen RS: Karpet Terakhir Baim
  • Yuk Belajar Keberanian dari Ummu Haram binti Milhan…!!!
  • Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version