Mubadalah.id – Tradisi memberikan Air Susu Ibu (ASI) kepada orang lain, dalam ajaran Islam bukanlah sesuatu yang asing. Rasulullah sendiri ketika masih bayi menyusu kepada seorang perempuan Arab Badui yang bernama Halimah As-Sa’diyyah.
Perempuan yang menyusukan bayi itu terkenal identitasnya. Sekalipun ulama fiqh membahas persoalan menyusukan anak dari susu perempuan yang telah tertampung dalam suatu wadah. Seperti gelas atau botol, namun ulama fiqh berbeda pendapat tentang kebolehannya.
Inti masalah bank ASI dalam perspektif fiqh adalah bukan soal upaya pengumpulan air susu itu dalam satu wadah. Karena upaya ini tentu satu hal yang mulia demi memenuhi hak anak atas ASI. Bahkan membantu tugas kemanusiaan ibu yang terpaksa tidak bisa melaksanakannya.
Melainkan pada implikasi hukum setelah sang bayi meminum air susu tersebut. Yakni, siapakah ibu susuan sang bayi yang sebenarnya? Soal ini muncul sebagai masalah hukum, karena komposisi air susu dalam bank ASI adalah campuran dari beberapa air susu ibu yang memberikannya untuk persediaan bank.
Soal lain adalah bolehkan seorang atau beberapa orang perempuan menampung air susunya ke dalam satu wadah untuk disusukan kepada bayi lain, baik sebagai hibah ataupun diperjualbelikan?
Jumhur Ulama
Menanggapi hal ini, jumhur ulama (madzhab Syafi’i, madzhab al-Dhahiri, madzhab Maliki, dan madzhab Zaydiyyah) berpendapat bahwa seorang perempuan boleh menampung air susunya dalam suatu wadah dan menjualnya kepada ibu-ibu yang membutuhkan untuk anaknya. Alasan mereka adalah keumuman firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah [2] ayat 275:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا (البقرة، 275)
Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
Menurut mereka, air susu ibu adalah sesuatu yang halal, karena itu halal juga diperjualbelikan. Tidak ada perbedan antara air susu manusia dengan air susu hewan untuk dikonsumsi oleh bayi.
Dengan demikian, apabila air susu hewan boleh dijual belikan, maka air susu manusia juga demikian. Oleh sebab itulah, menurut mereka, mengambil upah dari menyusui anak dibenarkan oleh hukum Islam. Bahkan menjadi hak para ibu dari susuannya itu. []