• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Fitur Aksesibilitas yang Mengajarkan Kesadaran Empati

Bagi penyandang disabilitas, fitur aksesibilitas adalah hak mereka untuk hidup lebih mandiri serta berpartisipasi dalam dunia yang serba digital.

Sofia Ainun Nafis Sofia Ainun Nafis
17/03/2025
in Personal
0
fitur aksesibilitas

fitur aksesibilitas

804
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Adanya fitur aksesibilitas di gawai baru saya kenal ketika mengikuti Akademi Mubadalah 2025 bulan lalu. Padahal, kurang lebih sudah satu dasawarsa belakangan saya telah menjadi pengguna android. Fitur aksesibilitas dalam gawai merupakan fitur yang memudahkan penyandang disabilitas dalam mengakses gawai.

Fitur ini dirancang untuk membantu penyandang disabilitas dalam mengoperasikan gawai, baik tipe android maupun iOS. Terkadang, memang kita belum memiliki kesadaran betapa perkembangan teknologi digital yang sudah dianggap biasa menjadi tantangan bagi penyandang disabilitas. Namun, dengan adanya fitur tersebut, harapan baru mengenai pemenuhan hak aksesibilitas bagi penyandang disabilitas masih ada.

Dalam fitur aksesibilitas sendiri ada beberapa opsi yang cukup efektif bagi pengguna disabilitas. Antara lain Talkback, yaitu fitur untuk mengucapkan teks yang dipilih. Selain itu ada pula opsi ukuran tampilan, koreksi warna, inversi warna, serta teks kontras tinggi untuk memudahkan penggunaan bagi disabilitas Netra. Lalu bagi penyandang disabilitas Rungu Wicara ada fitur amplifier audio dan berkedip saat ada notifikasi.

Fitur ini dapat memberikan akses yang memadai bagi penyandang disabilitas dalam penggunaan gawai. Dengan adanya fitur aksesibilitas ini, menjadi salah satu bukti bahwa perkembangan teknologi juga berbanding lurus dengan pemenuhan hak disabilitas dalam menggunakan teknologi tersebut. Tetapi, pemenuhan hak-hak ini apakah diiringi dengan kesadaran pengguna non-disabilitas sebagai subjek yang memproduksi konten?

Memproduksi Konten Ramah Disabilitas

Dalam kegiatan Akademi Mubadalah 2025, selain mendapat materi pemenuhan hak-hak disabilitas melalui artikel populer, kami juga praktik memproduksi konten yang ramah disabilitas. Bukan hanya konten yang mementingkan eksistensi diri, tetapi menyadari bahkan konten yang kami unggah aksesibel oleh semua individu, termasuk penyandang disabilitas.

Baca Juga:

Senyum dari Jok Motor : Interaksi Difabel Dengan Dunia Kerja

Menggali Fikih Ramah Difabel: Warisan Ulama Klasik yang Terlupakan

Menjemput Rezeki Tanpa Diskriminasi: Cara Islam Memandang Difabel di Dunia Kerja

Tantangan Difabel: Aku Tidak Berbeda, Hanya Hidup dengan Cara yang Berbeda

Dalam pelatihan tersebut, kami  mengunggah konten di Instagram feed. Lalu menulis keterangan atau cerita mengenai kegiatan pada kolom caption. Dalam hal ini, fasilitator menakankan untuk menulis caption untuk melengkapi keterangan unggahan. Karena fitur TalkBack tidak dapat membaca unggahan berupa gambar dan grafis.

Setelah itu fasilitator mendampingi kami untuk mencoba fitur TalkBack dalam ‘membaca’ konten yang telah diunggah. Tujuannya untuk menguji coba, apakah konten tersebut telah ramah bagi disabilitas Netra atau belum. Pada produksi hingga mengunggah konten, proses masih berjalan lancar. Tetapi ketika kami mencoba fitur TalkBack, kesabaran mulai teruji. Bahkan fasilitator telah memberi rambu-rambu kalau harus memiliki stok sabar yang tebal.

Menanyakan Ulang Makna Empati

Tepat ketika kami klik fitur aksesibilitas dan fitur TalkBack aktif, kami mendadak memiliki kesabaran setipis tissue. Jika fitur TalkBack aktif, maka handphone akan berjalan sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas Netra. Yang biasanya gerakan jari sangat cepat ketika scrolling, tiba-tiba harus menyesuaikan dengan teknologi yang berjalan lebih lamban.

Hal ini menunjukkan betapa empati pada disabilitas bukan hanya tentang menyediakan akses teknologi. Lebih dari itu, juga memahami betapa besar usaha serta merasakan secara langsung tantangan mereka untuk menjalankan aktivitas sehari-hari yang kita anggap ringan.

Saya sendiri adalah satu dari beberapa peserta yang tidak sabar menggunakan fitur ini. Hanya sampai pada tahap mengaktifkan. Belum sampai memastikan apakah unggahan konten saya di Instagram sudah ramah disabilitas atau belum. Lalu saya mencoba berdialog dengan diri sendiri.

Menanyakan ulang makna empati terhadap teman disabilitas yang saya yakini telah tertanam sejak mendapat materi di Akademi Mubadalah. Namun, pada kenyataannya saya belum menyelam lebih dalam apa makan empati itu sendiri.

Pada momen refleksi ini, saya kembali menemukan kesadaran bahwa ketika menyuarakan pemenuhan hak-hak disabilitas, saya tidak boleh melihat fitur aksesibilitas hanya dari sisi saya sebagai orang yang tidak membutuhkan fitur tersebut. Tetapi saya harus membangun dialog dengan teman disabilitas agar saya bisa turut menggunakan perspektif mereka ketika menggunakan fitur tersebut. Bagi penyandang disabilitas, fitur aksesibilitas adalah hak mereka untuk hidup lebih mandiri serta berpartisipasi dalam dunia yang serba digital.

Prinsip Martabah Menjadi Dasar Pemikiran

Pada akhirnya, ketidaksabaran yang saya alami mengingatkan untuk lebih memahami makna bahwa inklusivitas bukan tentang memudahkan diri sendiri. Tetapi tentang menciptakan ruang yang setara dan adil bagi semua orang. Kesadaran akan pentingnya fitur aksesibilitas membutuhkan empati yang lebih dalam—bukan hanya dalam penyediaan teknologi, tetapi juga dalam memahami pengalaman pengguna disabilitas secara langsung dan mendalam.

Dalam konteks keadilan hakiki, fitur aksesibilitas adalah cerminan bahwa setiap individu, tanpa melihat identitasnya harus mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan kebutuhannya. Lalu memandang disabilitas menggunakan prinsip martabah, yakni memandang semua individu memiliki martabat yang sama, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain.

Ketika sudah memiliki mindset seperti ini, maka diskriminiasi tidak akan terjadi dan cita-cita keadilan bagi penyandang disabilitas akan terwujud. Persepektif keadilan dan kesetaraan inilah yang menjadi kunci dalam menghapus diskriminasi dan mewujudkan keadilan bagi semua individu. []

Tags: Akademi Mubadalah 2025Difabelfitur aksesibilitasInklusiMedia Digital
Sofia Ainun Nafis

Sofia Ainun Nafis

Perempuan dengan Banyak Keinginan

Terkait Posts

Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual Bisa Dicegah Kalau Islam dan Freud Ngobrol Bareng

26 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID