Mubadalah.id – Jika merujuk pandangan Dr. Faqihuddin Abdul Kodir tentang fondasi ketauhidan, maka fondasi ini akan menumbuhkan visi kerahmatan. Visi kerahmatan membuahkan misi kemaslahatan. Misi kemaslahatan harus diimplementasikan dalam naungan tiga nilai prinsipal: kesetaraan, kesalingan, dan keadilan.
Misi kemaslahatan ini juga, dalam konteks kontemporer, harus kita rawat dan kelola dalam buaian tiga norma utama. Yaitu kebangsaan, kemanusiaan, dan kesemestaan.
Jika kita genapkan, semuanya ada sembilan nilai paradigma KUPI: ketauhidan, kerahmatan, kemaslahatan, kesetaraan, kesalingan, keadilan, kebangsaan, kemanusiaan, dan kesemestaan.
Semua sembilan nilai ini, bagi insan-insan KUPI, harus kita pastikan: bahwa perempuan dan laki-laki dipandang sebagai subjek utuh, manusia bermartabat, dan sama-sama khalifah fil ardl (wakil Tuhan di bumi). Sehingga berhak terlibat sekaligus menerima manfaat kehidupan ini.
Karena itu, pengalaman kehidupan perempuan, dengan dua kondisi khasnya, yang biologis maupun sosial, menjadi sumber yang otoritatif bagi sistem pengetahuan KUPI.
Memang benar, perempuan dan laki-laki perlu terus menerus dipastikan setara sebagai manusia. Namun, penting juga dipertimbangkan, bahwa perempuan memiliki kondisi khusus biologis yang tidak dimiliki laki-laki, dan kondisi sosial yang juga tidak dialami laki-laki.
Kesembilan nilai dan prinsip tersebut (ketauhidan, kerahmatan, kemaslahatan, kesetaraan, kesalingan, keadilan, kebangsaan, kemanusiaan, dan kesemestaan), dengan cara pandang mubadalah dan keadilan hakiki dalam relasi gender, adalah paradigma KUPI dalam metodologi Musyawarah Keagamaan.
Perspektif mubadalah untuk memastikan cara pandang terhadap perempuan sebagai subjek utuh kehidupan dan manusia yang setara dengan laki-laki. Keadilan hakiki untuk meniscayakan pentingnya mempertimbangkan pengalaman biologis dan sosial perempuan yang berbeda. Mubadalah dan keadilan hakiki ibarat dua sisi satu mata uang: keadilan gender Islam. []