• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

Keulamaan yang melekat pada diri Nyai Nur Channah menjadi bukti bahwa diversitas jenis kelamin bukanlah alasan bagi turunnya fadhlun min Allah.

M. Khoirul Imamil M M. Khoirul Imamil M
19/05/2025
in Figur, Rekomendasi
0
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah

938
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Nama Nyai Nur Channah pada mulanya sekadar saya dengar lewat ucapan bapak. Saban lebaran, ketika hendak berkunjung ke kediaman simbah paman (Mbah Lik) dan kebetulan beliau tidak di tempat, bapak biasanya mengambil kesimpulan begini: “Mungkin sedang sowan ke Bu Nur.”

Belum tumbuh benih-benih penasaran saat itu. Namun, selepas kejadian tersebut berulang beberapa kali kemudian, saya memberanikan diri untuk bertanya kepada bapak. Bapak kemudian memberikan penjelasan ringkas, sekadar bahwa Bu Nur alias Nyai Nur Channah merupakan putri dari Almaghfurlah Kyai Dalhar Watucongol (Mbah Dalhar).

Bagi publik Kedu raya (Magelang,Temanggung, Wonosobo, dan Purworejo), nama Mbah Dalhar rasa-rasanya telah merasuk hingga ke sumsum tulang. Masyarakat mengenal ulama kharismatik ini sebagai figur teladan yang penuh “karamah” kewalian istimewa.

Selain Kyai Ahmad Abdul Haq (Mbah Mad), Nyai Nur Channah merupakan keturunan Mbah Dalhar yang mewarisi kewalian ayahandanya. Hal ini tentu istimewa, mengingat sosok beliau adalah seorang ulama perempuan. Keulamaan dan kewalian yang melekat pada diri Nyai Nur Channah menjadi bukti bahwa diversitas jenis kelamin bukanlah alasan bagi turunnya fadhlun min Allah.

Alih-alih pilah-pilih gender, sebagaimana isyarat Alquran dalam Surah Al-Hujurat ayat 13, Allah menakdirkan manusia dalam kesetaraan. Satu-satunya keistimewaan yang membedakan hamba yang satu dengan hamba lainnya terletak pada tingkat ketakwaan. Nyai Nur Channah benar-benar merepresentasikan implikasi ayat tersebut dalam kehidupan nyata.

Memimpin Pesantren menuju Ma’rifatullah

Dalam kesehariannya, Nyai Nur Channah memiliki aktivitas rutin sebagai pemimpin pondok pesantren (Ponpes) Ad Dalhariyah. Pesantren ini berlokasi di Desa Gunungpring, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang. Menurut catatan Didi Purwadi dalam artikel berjudul Pesantren Ad Dalhariyah, Benteng Bendung Belanda. Ponpes Ad Dalhariyah mulanya berdiri berkat inisiasi salah seorang prajurit Pangeran Diponegoro bernama Abdul Rauf.

Baca Juga:

Menilik Peran KUPI Muda dalam Momen Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Pesan Nyai Alissa Wahid di Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Tegaskan Eksistensi Keulamaan Perempuan

Bulan Kebangkitan: Menegaskan Realitas Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

Abdul Rauf sendiri tak lain merupakan kakek dari Kyai Dalhar. Artinya, beliau adalah kakek buyut dari Nyai Nur Channah yang kini melanjutkan estafet kepemimpinan pesantren tersebut. Usia Ponpes Ad Dalhariyah sendiri telah mencapai lebih dari dua abad dan mengalami transisi kepemimpinan hingga empat generasi.

Sebagai pimpinan pesantren, Nyai Nur Channah menjalankan tugas-tugas kesehariannya sebagaimana pengasuh pesantren kebanyakan. Beliau membimbing santri, berdakwah kepada masyarakat, memimpin kegiatan-kegiatan keagamaan, serta menerima kunjungan tamu-tamu. Beliau seringkali kerawuhan tokoh-tokoh besar, baik di level daerah maupun nasional.

Namun, beliau bukanlah sosok yang mudah terbawa arus. Beliau senantiasa teguh pada nilai-nilai agama dan tradisi yang beliau pelajari dan serap dari para pendahulunya. Pengaruh para tamu yang rawuh tak membuat beliau gigrik seperti halnya air di atas daun talas. Banyak yang meyakini, kepribadian tersebut berakar dari level spiritualitas Nyai Nur Channah yang telah mencapai titik ma’rifatullah.

Bagi kalangan hamba saleh yang menempuh jalan-jalan spiritual seperti beliau (salik), tingkatkan ma’rifatullah merupakan puncak dambaan. Sesiapa saja yang telah berdiri di tangga ini berarti telah sampai pada pemahaman akan Allah secara hakiki. Menurut banyak keterangan, pembimbing spiritual Nyai Nur Channah adalah seorang figur istimewa. Beliau bernama Balyan bin Malkan atau yang masyhur dengan asma Nabi Khidir ‘alaihi as salam.

Tangga-tangga Ma’rifatullah

Sebagai seorang ulama wali mumpuni yang telah sampai pada level ma’rifatullah, Nyai Nur Channah tentu telah melewati berbagai anak tangga berjenjang. Tangga demi tangga tersebut telah beliau lalui dalam waktu yang tidak sebentar.

Pada dasarnya, tangga menuju ma’rifatullah memiliki dua tataran utama, yakni fase kasbi dan fase laduni. Pada fase kasbi, seseorang mesti menekuni ilmu-ilmu dasar spiritual, seperti tauhid (pengesaan) dan hukum-hukum syar’i. Sementara, pada fase laduni, seseorang harus menempuh jalan tarekat dalam bentuk riyadlah (penggladian diri) melalui aktivitas zikir, kontemplasi, refleksi, serta serangkaian meditasi.

Bagi keluarga Watucongol seperti Nyai Nur Channah, penguatan intensitas zikir ditempuh dengan berbaiat tarekat Qadiriyah atau Naqsyabandiyah. Sementara, menurut Ibnu Athaillah As Sakandari sebagaimana dikutip Tuan Guru Jahid bin Sidek al Khalidi, fase laduni memerlukan tiga jenjang tangga.Proses yang berjenjang ini menuntut manusia untuk senantiasa berzikir dan bertafakur kepada Allah.

Jenjang pertama disebut warid al intibah yang berarti terhindarkannya seseorang dari urusan-urusan yang melalaikan diri dari Allah ‘azza wa jalla. Selanjutnya, jenjang yang kedua bernama warid al iqbal. Pada jenjang ini, seseorang merasakan kebersamaan dengan Allah secara intim. Sementara, untuk jenjang ketiga yang dinamai warid al wishal, seseorang telah sampai pada penglihatan atas nur ilahiah yang berpendar pada segala hal.

Laku menuju ma’rifatullah sebagaimana yang Nyai Nur Channah dan para salik lain tempuh merupakan bagian dari tradisi spiritual yang kini kian tergerus. Padahal, proses semacam inilah yang kerap melahirkan figur pemimpin masyarakat yang mengayomi, alih-alih sekadar menginstruksi.

Maka, tak ada luputnya bila generasi hari ini berkenan untuk turut menyisir jalan senyap menuju tangga ma’rifatullah, sekalipun dengan jalan masing-masing. []

 

Tags: Bangkitlah BangsaBulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesiaguru perempuanNyai Nur Channahulama perempuanWali Allah
M. Khoirul Imamil M

M. Khoirul Imamil M

Pernah nekat menggelandang sepanjang Olomouc-Bratislava-Wina-Trier-Luksemburg.

Terkait Posts

Gerakan KUPI

Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

4 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Kebencian Berbasis Agama

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kritik Tambang

    Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID