Judul Buku: Novel Entrok
Penulis: Oky Madasari
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun: 2010
Jumlah Halaman: 288
Mubadalah.id – Belum lama ini, baru saja saya menyelesaikan membaca Novel Entrok karya Oky Madasari, seorang penulis dan novelis yang karya-karyanya sering mengangkat isu-isu sosial dan politik di Indonesia.
Selain Novel Entrok, Oky juga mempunyai beberapa buku Mata dan Rahasia Pulau Gapi (2011), Maryam (2012), Pada Suatu Hari Nanti (2014) dan Kerudung Merah Kella (2023).
Novel Entrok berhasil membawa saya pada sebuah perjalanan reflektif yang mendalam mengenai dua aspek yang sangat melekat dalam kehidupan masyarakat kita, yaitu agama dan budaya.
Melalui kisah ibu dan anak, Marni dan Rahayu, novel ini berhasil menggambarkan dengan sangat nyata bagaimana perbedaan keyakinan dan tradisi tidak hanya dapat menciptakan jarak. Tetapi juga menimbulkan konflik batin yang rumit di antara orang-orang yang secara biologis terikat oleh darah dan kasih sayang.
Marni, sang ibu, adalah sosok yang sangat teguh memegang tradisi leluhur yang diwariskan secara turun-temurun. Ia menjalankan berbagai ritual sesajen, doa, dan menghormati Mbah Ibu Bapa Kuasa sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan kekuatan alam yang selama ini diyakini oleh komunitasnya.
Sementara itu, Rahayu, anaknya, hidup di dunia yang berbeda. Ia memegang teguh ajaran agama yang didapatkannya dari pendidikan formal di sekolah dan lingkungan sosialnya yang modern.
Rahayu mulai merasa malu, bahkan kadang benci pada kebiasaan ibunya yang dianggapnya kuno dan tak sesuai dengan nilai-nilai agamanya yang baru ia pelajari.
Menghargai Keberagaman
Novel ini bukan sekadar soal benar atau salah dalam hal keimanan dan tradisi, tetapi lebih mengajak pembaca untuk melihat bagaimana kita belajar menerima dan menghargai keberagaman yang ada, khususnya dalam lingkup keluarga dan masyarakat.
Agama dan budaya memang memiliki definisi dan ruang yang berbeda. Agama mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, berisi ajaran moral dan spiritual yang bersifat universal dan sakral.
Di sisi lain, budaya adalah warisan sosial yang terbentuk dari interaksi manusia dalam suatu komunitas yang membentuk cara hidup, nilai, dan tradisi tertentu. Kadang keduanya berjalan beriringan dengan harmonis, tapi tidak jarang pula saling bertentangan dan memunculkan ketegangan.
Dalam konteks Indonesia yang kaya akan keberagaman, benturan antara agama dan budaya adalah sesuatu yang sangat nyata dan kerap terjadi.
Namun, perbedaan tersebut tidak boleh menjadi alasan untuk saling menjauh, memusuhi, atau menghakimi satu sama lain. Justru melalui perbedaan ini, kita diajak untuk menumbuhkan sikap saling memahami, menghargai, dan menghormati.
Bahkan perbedaan agama dan budaya merupakan kekayaan yang harus dirawat dan dijaga dengan sikap toleran dan bijaksana, agar kehidupan bermasyarakat bisa berjalan dengan damai dan harmonis.
Melalui perjalanan hidup Marni dan Rahayu, saya belajar bahwa keberagaman bukanlah penghalang, melainkan sebuah anugerah yang harus disyukuri.
Membuka Ruang Dialog
Kisah mereka mengingatkan kita bahwa hidup berdampingan dengan orang yang berbeda keyakinan atau budaya bukanlah sebuah masalah yang harus menimbulkan permusuhan. Sebaliknya, itu adalah kesempatan untuk membuka dialog, belajar dari perbedaan, dan merajut persatuan.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 13 yang sangat relevan:
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Lalu Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal…”
Ayat ini secara tegas mengingatkan kita bahwa keberagaman adalah bagian dari rencana Tuhan. Bukan hal yang harus kita takuti atau jadikan sebagai alasan untuk bermusuhan. Justu sebagai alat untuk saling mengenal dan menghargai satu sama lain sebagai manusia yang berbeda tetapi setara.
Novel Entrok membawa pesan yang kuat bahwa perbedaan agama dan budaya adalah sesuatu yang indah dan perlu dirawat, bukan dijadikan alasan untuk konflik dan kebencian.
Seperti yang pernah Buya Husein Muhammad sampaikan bahwa perbedaan adalah anugerah dari Allah yang harus kita terima, rayakan, dan pelihara. Hal ini agar keberagaman tetap lestari dan bisa menjadi fondasi bagi kehidupan yang harmonis dan damai.
Dengan demikian, Entrok bukan hanya sebuah karya sastra yang menceritakan tentang ibu dan anak. Tetapi juga menjadi refleksi penting bagi kita semua untuk terus belajar tentang makna toleransi dan menghargai perbedaan. Serta menjaga kerukunan dalam masyarakat yang majemuk seperti Indonesia. []