Mubadalah.id – Meskipun hanya dengan satu tangan, Kholidin bersikeras memborong emas dan melalap angin panahan Asia. Itu sangat luar biasa. Bagi saya sudah terlalu muak melototin kasus-kasus di Indonesia yang terus menghantui kesengsaaraan rakyat bawah, sehingga lupa dengan ukiran prestasi deretan penerus bangsa yang berpotensi.
Dinamika sosial media Indonesia mayoritas tampak usang ketika menyajikan berita prestasi dengan membawa nama baik Indonesia pada kancah Internasional. Hemat saya, medium taraf fyp hanyalah berita-berita yang receh dan kurang memunculkan prestasi baru.
Bagaimana tidak? Yang ramai lewat medsos dapat saya pastikan mayoritas konten-konten jogetan, damn gerrr ungkerhhh dengan gerak cakar tangan yang mempesona itu, flexing tabur-tabur uang, dan sebagainya. Meskipun ada konten edukatif, Kesehatan, seni , tutorial dan trik yang lebih reflektif.
Berita yang menyajikan prestasi kerap termarginalisasi dalam algoritma media, seperti Kholidin Setiawan, Paralimpiade Indonesia, February lalu ia menyabet medali emas dan dua perak pada Asian Para Cup World Ranking Tournament 2025. Jarang informasi ini fyp di semua kalangan, paling juga hanya media-media Nasional yang menyuarakan, alamakkk!
Kholidin, Disabilitas dan Panahan
Kholidin tumbuh di Jakarta dan menjalani kehidupan sederhana. Sebelum terjun ke dunia olahraga, ia adalah pedagang kaki lima yang menjual bubur ayam di kawasan Sarinah. Seperti banyak warga pekerja keras di kota besar, hidupnya penuh perjuangan. Sambil berjualan, ia juga menekuni olahraga panahan. Namun stabil hingga sebuah kejadian mengubah segalanya.
Ia awalnya bukan seorang penyandang disabilitas, namun Tahun 2017, Kholidin mengalami kecelakaan saat memanjat pohon kelapa. Ia terjatuh dan mengalami luka serius yang berujung pada amputasi tangan kanannya. Peristiwa itu menjadi pukulan telak. Ia sempat terpuruk dan merasa masa depannya tertutup.
“Saat itu saya sudah pasrah, berdoa, kalau masih dikasih kesempatan untuk hidup, meminta supaya hidup saya bermanfaat,” ucap Kholidin.
Sejak saat itu ia termasuk dalam kategori disabilitas karena kecelakaan, bukan bawaan dari lahir. Dengan keterbatasannya ia terus berdikari dalam kehangatan busur panah.
Kemudian, dengan semangat dan kegigihannya ia melanjutkan untuk berlatih panahan dengan Ikhlas dan konsisten. Tidak sia-sia, ia menorehkan juara dan medali emas dalam berbagai ajang kompetisi nasional, meskipun beberapa kali gagal di Internasional.
Satu Tangan dan Gigi : It is Senjata
Keterbatasan fisik tidak membuatnya mundur. Dengan kreativitas dan ketekunan luar biasa, Kholidin belajar menarik tali busur dengan giginya sebuah teknik yang sangat langka, bahkan di kalangan atlet para panahan.
Ia melatih kekuatan rahang, leher, dan keseimbangan tubuh selama berbulan-bulan. Ia juga belajar fokus dan membaca arah angin dengan presisi tinggi. Teknik unik ini membuatnya dikenal luas, bukan hanya karena keberaniannya, tetapi karena efektivitasnya.
Ia menepis anggapan bahwa kekurangan menunjukkan keterbasan dengan membuktikan bahwa dalam keterbatasan, bisa lahir ketangguhan. Bahwa di balik kehilangan, bisa tumbuh kekuatan. Dan bahwa selama seseorang berani membidik harapan, tak ada sasaran yang terlalu jauh.
Oleh karena itu secara umum disabilitas bukanlah hambatan, namun tantangan melatih mental dan memperbaiki pikiran untuk tumbuh berkembang dengan meninggalkan sifat karitatif. Dari Kholidin kita belajar berdiri dan berbagi semangat untuk ribuan penyandang disabilitas yang tak gentar bermimpi.
Emas yang ia raih bukan hanya untuk dirinya, tapi untuk setiap orang yang pernah dianggap “tidak mampu”. Ia menulis sejarah bukan dengan tinta, tapi melalui keberanian dan menjadikan panahan bukan sekadar olahraga, tapi perlawanan terhadap batasan. []