Mubadalah.id – Apakah pembaca acap mendengar beragam ceramah seputar keutamaan bulan Muharram akhir-akhir ini? Kiranya banyak, dan itu hal lazim. Bulan Muharram merupakan satu dari empat bulan mulia (arba’ah hurum). Allah sendiri yang menetapkannya, sebagaimana firman-Nya dalam Alquran Surat Taubah ayat 36.
Di dalam Tafsir Jalalain, disebutkan bahwa keempat bulan tersebut yakni Dzulqaidah, Dzulhijjah, Muharram, serta Rajab. Pada keempat bulan ini, umat Islam sangat dilarang melakukan perilaku kemaksiatan—terutama sekali peperangan.
Sebaliknya, umat Islam justru didorong untuk meningkatkan kuantitas sekaligus kualitas amal kebajikan. Karenanya, ulama’ lantas merinci berbagai amalan Muharram anjuran sebagai pedoman umat.
Ragam amalan Muharram
Sayyid Abu Bakar Syatha dalam karyanya I’anah ath Thalibin bi syarhi Fath al Mu’in menyebut dua belas (12) amalan utama di bulan Muharram.
Kedua belas amalan Muharram tersebut meliputi (1) berpuasa, (2) sholat sunnah, (3) bersilaturahmi, (4) mengunjungi kalangan alim dan arif bestari, (5) menjenguk saudara yang sakit, dan (6) memakai celak.
Amalan selanjutnya yakni (7) memberdayakan anak yatim, (8) bersedekah, (9) mandi sunnah, (10) membahagiakan keluarga, (11) merawat kuku, serta (12) memperbanyak bacaan Surat Ikhlas.
Selain itu, ulama juga menganjurkan agar umat IsIam memperbanyak zikir dengan lafaz istighfar—astaghfirullah al ‘azhim. Mengingat, di bulan Muharram inilah Nabi Adam as beroleh maaf dari Allah ‘azza wa jalla.
Keutamaan amalan
Pada setiap amalan tersebut, tentu terkandung berbagai keutamaan. Misalnya saja, seorang yang berpuasa pada tanggal 10 Muharram—hari ‘Asyura—dosanya selama setahun lalu (as sanah al madhiyyah) akan beroleh ampunan.
Khusus untuk berpuasa di tanggal sepuluh ini, Nabi Muhammad SAW juga menganjurkan untuk berpuasa pada tanggal sembilan (hari tasu’a). Puasa ini bertujuan untuk membedakan ibadah umat Islam dengan umat lain—Yahudi dan Nasrani.
Sementara, keutamaan menyenangkan keluarga di bulan Muharram dapat menjadi perantara kebahagiaan seseorang sepanjang tahun. Begitu halnya dengan bersedekah yang dapat meluaskan rizki.
Membahagiakan dan memberdayakan anak yatim juga punya keistimewaan tersendiri. Seseorang yang dengan sukarela (sekadar) “mengusap” kepala anak yatim berarti telah berbuat baik untuk segenap keturunan Nabi Adam as.
Melampaui revenue individual
Pada prinsipnya, setiap amalan dalam Islam senantiasa membawa keutamaan. Tak terkecuali segala bentuk anjuran di bulan Muharram. Meski begitu, penting untuk memperluas perspektif kita dalam memandang keutamaan tersebut.
Alih-alih mengejar revenue atau imbal balik individual semisal pahala, kita agaknya perlu untuk juga melihat sisi revenue sosial-kolektif yang dapat berefek secara manifes—konkret. Ibadah puasa, misalnya, seyogianya dapat menjadi metode untuk mendidik spiritualitas masyarakat.
Umpamanya saja, masyarakat Jawa menyebut puasa sebagai “pasa”. Kata ini beroleh makna akronimatik “tapa rasa” yang makna bebasnya mungkin “pemenjaraan nafsu”.
Artinya, tak lagi sekadar menahan diri dari aktivitas manusiawi semisal makan, minum, dan berhubungan seks, puasa juga mestinya bisa membentuk kesalehan sosial.
Manusia menjadi gamang untuk meradang, malu berkorupsi, juga menjaga diri dari laku diskriminasi. Di titik ini, puasa sebagai ibadah berhasil mengupayakan budaya baru yang lebih baik.
Melibatkan kawan disabilitas
Memperluas perspektif amalan di bulan Muharram juga mesti bertaut dengan pelibatan disabilitas. Kita secara aktif berupaya untuk membuka peluang bagi kawan disabilitas guna mendapatkan tempat-tempat strategis.
Baru-baru ini, dalam rangka perayaan Muharram, Kementerian Agama (Kemenag RI) menghelat kegiatan Lebaran Yatim dan Disabilitas 2025 di Jakarta Pusat (4/7). Dalam kegiatan tersebut, Wakil Menteri Agama (Wamenag) Romo Muhammad Syafi’i menyampaikan sebuah pernyataan gemilang.
“Anak-anak bangsa, apapun kondisinya, adalah harapan masa depan. Mereka bukan objek belas kasihan, melainkan subjek perubahan,” tegas Romo Syafi’i.
Kemenang lekas serius mendukung pemberdayaan kawan disabilitas lewat gelaran Peaceful Muharram 1447. Melalui acara tersebut, kawan disabilitas yang menekuni dunia usaha memperoleh ruang partisipasi untuk menujukkan karya dan usahanya.
Kita patut bersyukur bahwa Muharram tahun ini lebih menggeliat dengan keberpihakan kepada teman-teman disabilitas. Tentu, kita bertanggung jawab untuk mengembangkan dan memastikan nyala semangat itu senantiasa bergolak.