Mubadalah.id – Saat ini, siapa sih yang tidak suka mendengarkan musik. Semua orang suka musik. Musik menjadi teman di berbagai keadaan dan kegiatan. Maka, pembatasan terhadap musik sebab pajak royalti, tentu akan menimbulkan dampak adanya pro-kontra royalti musik. Sebuah kebaikan atau pemaksaan?
Musik Bagian Kehidupan
Musik telah menjadi bagian dari kehidupan. Perjalanan naik bus menuju sebuah kota tujuan, yang berjarak berjam-jam an jauhnya atau bahkan bisa berhari-hari sangat tenang dan asyik karena alunan musik. Melakukan pekerjaan rumah, sambil mendengarkan musik. Acara karnavalan, hajatan, juga menghadirkan musik.
Pendaki gunung sepanjang perjalanan dari pos ke pos mendengarkan musik. Seniman bekerja melukis dan menggambar sambil memutar musik. Swalayan tempat menjual makanan dan minuman juga memperdengarkan musik. Musik hidup dalam semua kegiatan manusia lintas profesi.
Penulis juga memerlukan musik, lantunan lagu dari satu penyanyi ke penyanyi lain, lirik yang tercipta atas berbagai genre, memberikan inspirasi ke berbagai seniman yang sama-sama bertumbuh dalam industri kreatif. Maka, ketika polemik royalti menjadi besar seperti saat ini. Entah menambah kebaikan pada pencipta lagu atau malah menggerus kreativitas dan membatasi potensi ekonomi.
Musik sebagai Media Dakwah
Padahal, lewat lagu, beberapa penyanyi menyelipkan pesan-pesan tersembunyi. Lewat musik, penyanyi juga ingin lagunya dapat membantu dan menjadi teman siapa saja yang sedang membutuhkan. Bahkan musik juga menjadi media dakwah Wali Songo menyebarkan agama Islam.
Dulu, Para Wali juga menjadikan musik sebagai media dakwah. Dengan pendekatan seni yang lebih beragam. Sunan Kalijaga menggunakan tembang Lir-ilir dalam berdakwah. Sementara Sunan Bonang menggunakan gamelan dan tembang-tembang macapat. Dakwah menggunakan musik mempermudah mereka menyebarkan agama Islam agar mudah untuk masyarakat terima.
Pro-Kontra Royalti Musik
Pro-kontra royalti musik saat ini menjadi sorotan di tengah masyarakat yang tak lepas dari musik. Memang adanya inisiatif untuk mengenakan royalti pada musik mengandung beberapa manfaat.
Salah satunya sebagai sumber pendapatan pasif bagi pencipta lagu, perlindungan inflasi, dan potensi peningkatan nilai merek. Selain itu, royalti juga berperan dalam menjaga keberlanjutan ekosistem musik, memberikan penghargaan atas karya intelektual, dan mendukung pertumbuhan industri musik secara keseluruhan.
Namun, pemerintah seperti mengambil celah. Saat ini orang-orang takut memutar musik, karena surat pajak royalti mengintai dari segala sisi. Pelaku ekonomi menengah dan ke bawah juga terengah-engah dengan aturan pemerintah terbaru.
Kewajiban membayar pajak royalti tentunya membuat batasan antara pelaku ekonomi dengan industri kreatif. Restoran tempat makan tak lagi memutar musik, swalayan tempat berbelanja juga ritel kecil takut memutar musik. Hotel yang memiliki TV juga terkejut saat menerima surat tagihan royalti musik yang tak mereka putar.
Alih-alih menjadi sebuah solusi bagi pelaku kreatif, aturan royalti ini kita takutkan menjadi boomerang tersendiri. Kini, masyarakat khususnya pelaku ekonomi tak lagi memutar musik. Bahkan memutar suara bacaan al-Quran dan suara alam termasuk kicauan burung juga wajib membayar royalti. Entah apalagi yang akan menjadi larangan bagi kita di masa depan.
Saat ini kehidupan masyarakat seperti penuh sesak dan tak lagi asyik. Dunia kreatif bahkan sudah menjadi larangan halus. Jika musik sebagai teman manusia dalam berkegiatan dan media penghiburan masyarakat saja sudah masuk aturan terlarang. Apalagi aturan yang akan menimpa rakyat di masa depan.
Bukan saja kesenangan rakyat yang menjadi korban. Pelaku seni, penyanyi, dan pencipta lagu akan bingung, bagaimana cara mereka menyebarkan seni dalam kehidupan. Jika lagu mereka tak lagi orang dengarkan. Di Amerika, penggemar bahkan rela mengumpulkan uang agar lagu penyanyi favorit mereka diputar di radio dan menjadi viral. Sementara di Indonesia, mungkin sebentar lagi, bernafas pun kita perlu bayar. []