Mubadalah.id – Tahun 2025 ini, awal bulan Rabiul Awal 1447 H—bulan maulid nabi—jatuh pada Rabu, 24 Agustus. Seperti biasa, umat Islam menyambutnya dengan penuh rasa syukur sekaligus takzim.
Pada bulan inilah Nabi Muhammad ﷺ lahir, tepatnya Senin 12 Rabiul Awal 575 masehi. Tentunya, peristiwa ini bukan hanya bagian dari sejarah pra-profetik.
Akan tetapi, juga sebuah “terowongan religius” untuk merenungkan banyak hal. Di dalam maulid bisa kita temui pelbagai nilai kemanusiaan, bahkan solidaritas perempuan (sisterhood) lintas zaman.
Dua nama yang sering dilupa
Sayangnya, nilai solidaritas perempuan itu acap tak muncul akibat dua nama yang terlupa. Padahal, dua nama itu disebut secara eksplisit di berbagai redaksi teks maulid.
Menurut riwayat dalam Al-Barzanji, ibunda Nabi Muhammad, Sayyidah Aminah binti Wahhab, didatangi oleh dua wanita istimewa. Kedua wanita itu bukanlah sosok biasa, melainkan figur agung dari umat terdahulu.
Keduanya Allah hadirkan untuk membawa kabar gembira. Yakni tentang kelahiran sang penghulu semesta sekaligus manusia terbaik sepanjang masa. Siapakah keduanya itu?
Maryam sang wali perempuan
Figur pertama yang tersebut di dalam maulid adalah Sayyidah Maryam binti Imran, ibu Nabi Isa ‘alaihis salam. Sejarah mengenal Maryam sebagai perempuan suci yang Allah sebut langsung di dalam Al-Qur’an.
Lebih istimewa lagi, namanya bahkan abadi sebagai salah satu nama surat, yakni Surat Maryam. Alquran melukiskannya sebagai wanita wali tuhan yang senantiasa menjaga kesucian diri dan ketaatan kepada Allah.
Secara historis, Maryam hidup sekitar abad pertama sebelum masehi di wilayah Palestina. Keistimewaannya diabadikan dalam QS. Ali Imran ayat 42.
“Dan (ingatlah) ketika malaikat berkata: ‘Wahai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilihmu, menyucikanmu, dan melebihkanmu atas segala wanita di dunia’.”
Asiyah dan keteguhan iman
Figur kedua yang juga termaktub dalam berbagai teks maulid yakni Sayyidah Asiyah binti Muzahim. Ia adalah istri Raja Fir’aun, penguasa Mesir yang kejam lagi pembangkang.
Meski hidup satu atap bersama suaminya yang zalim nan lalim, Asiyah tetap teguh memegang iman. Ia juga sosok yang merawat Nabi Musa kecil yang hanyut di sungai Nil sebagai bayi adopsi.
Al-Qur’an pun memuji Asiyah dalam QS. At-Tahrim ayat 11, yakni tatkala ia berdoa agar Allah membangunkan rumah baginya di surga.
Dalam tradisi Islam, Asiyah masuk kategori salah satu dari empat perempuan istimewa bersama Maryam, Khadijah, dan Fatimah az-Zahra. Kehadirannya di sisi Aminah menjadi simbol kekuatan iman seorang wanita dalam bayang-bayang patriarki marital.
Meneguhkan dalam kerapuhan
Kehadiran Maryam dan Asiyah di hadapan Aminah menjelang peristiwa maulid kiranya tak sekadar memberi kabar gembira. Namun, keduanya tiba selaku peneguh saat seorang perempuan lain berasa di titik paling rapuh.
Mereka seolah ingin berpesan, “Engkau tidak sendirian.” Solidaritas mereka melampaui sekat ruang, waktu, juga kelaziman umum. Kita tahu, Maryam, Asiyah, serta Aminah hidup di era berbeda, bahkan berjarak ribuan tahun.
Namun, Allah mempertautkan ketiganya, seakan Yang Maha Rahma itu hendak menegaskan bahwa perjuangan perempuan selalu terhubung. Yakni, dari rahim para perempuanlah lahir sosok-sosk pembawa risalah iman dan penegak kebenaran. Kekuatan muncul kala antarperempuan saling menopang, meneguhkan, serta menguatkan dalam jalur sabil al haqq.
Merayakan tanpa meminggirkan
Maka, tak berlebihan bila baiknya, peringatan maulid nabi tahun ini membawa nuansa yang lebih holistik. Kehadiran figur-figur perempuan dalam lingkaran peristiwa bersejarah itu juga layak untuk umat telisik, kenang, juga kenali serta pelajari.
Islam bukanlah agama tokenisme yang menempatkan posisi perempuan sekadar pendamping alias second character. Alih-alih diskriminatif, ajaran dasar Islam, sebagaimana dalam konsep tauhid, ialah soal kesederajatan.
Kisah Aminah, Maryam, dan Asiyah adalah pelajaran penting tentang betapa luhurnya solidaritas perempuan. Kita dapat belajar dari ketiganya akan arti penting kolaborasi lintas generasi demi umat masa depan.
Lantas, masih ragukah kita untuk merayakan maulid?