Mubadalah.id – Mari kita bayangkan jika kita hidup pada masa ribuan tahun lalu saat peradaban masih menganggap anak perempuan sebagai beban, masalah, makhluk kelas dua. Bahkan sampai menganggapnya adalah benda yang berhak dibunuh karena kehadirannya tidak membanggakan.
Betapa mengerikannya jika manusia yang berakal budi dengan santainya menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang normal, bahwa anak perempuan wajar menerima perlakuan tersebut.
Jauh sebelum teori tentang kesetaraan muncul ke permukaan, seorang manusia yang hadir sebagai Rasul dan penutup kenabian justru menjadi teladan yang amat mulia. Yakni tentang bagaimana seorang figur publik yang punya kuasa tetap hadir menjalankan peran sebagai ayah, pemimpin, dan pendidik utama bagi keluarganya.
Beliaulah Baginda Rasulullah Muhammad, yang telah mengajarkan umat manusia tentang sebaik-baiknya memperlakukan anak perempuan.
Seorang Putri yang Merasakan Kasih Sayang Nabi
Adalah Sayyidah Fatimah RA, salah seorang putri Rasulullah yang senantiasa mendapatkan perlakuan kasih sayang dari ayahnya dengan penuh cinta. Dalam salah satu hadis, Rasulullah bersabda:
“Fatimah adalah bagian dari diriku. Barang siapa yang membuatnya marah, maka ia telah membuatku marah.”
(Sahih al-Bukhari No. 3714, Kitab 62, Hadis 63 – Bab Manāqib Qarābat Rasūlillāh)
Hadis ini secara gamblang menunjukkan betapa pentingnya posisi seorang anak perempuan dalam pandangan Rasulullah sebagai ayahnya. Selaku seorang ayah, Rasulullah menjaga martabat anaknya, menghargainya, dan tidak segan membuat pernyataan pembelaan bahwa siapa pun yang menyakiti Fatimah putrinya juga telah menyakiti beliau sendiri.
Ungkapan ini adalah sebuah narasi revolusioner yang terjadi ketika perempuan sebelumnya masih sering dianggap sebagai makhluk kelas dua daripada laki-laki. Kesedihan seorang perempuan bagi Rasulullah adalah kesedihan beliau juga.
Dalam hal ini Rasulullah telah menanamkan simpati yang luar biasa terhadap perasaan seorang perempuan. Kita bisa mendapat banyak pelajaran dari hadis ini. Di antaranya adalah tentang bagaimana orang tua hendaknya memberikan peluang untuk berkembang, kasih sayang yang cukup, dan penghormatan kepada seorang anak. Semua itu adalah bagian dari pertumbuhan yang sehat dan terhormat bagi seorang perempuan.
Dari yang Dianggap Pantas Dibunuh, Menjadi Manusia Utuh
Dalam hadis lainnya, Rasulullah menekankan secara eksplisit tentang pentingnya merawat, mendidik, dan membimbing dan memperlakukan anak perempuan. Yang dengan tujuan agar menjadi manusia yang utuh dan beriman. Alih-alih menguatkan tradisi pada masa itu yang menganggap seorang anak perempuan ketika lahir berhak dibunuh, Rasul dengan gamblang mendeklarasikan kemanusiaan utuh perempuan.
“Barang siapa yang mengasuh dua anak perempuan hingga mereka mencapai kedewasaan, maka ia dan aku akan datang pada Hari Kebangkitan seperti ini.” (Rasulullah kemudian merapatkan kedua jarinya sebagai isyarat kedekatan.”
(Sahih Muslim No. 2631, Kitab 45, Hadis 192 – Bab Faḍl al-Iḥsān ilā al-Banāt)
Artinya, Rasulullah telah melakukan gerakan revolusioner dalam kemanusiaan perempuan. Yang awalnya anak perempuan terkubur hidup-hidup, beliau mengubahnya menjadi kabar gembira bagi siapa pun. Bahwa merawat dan mendidik dua anak perempuan hingga dewasa, baik secara keluarga, moral, maupun agama, akan memberikan kedekatan besar di Hari Akhir dengan Rasulullah dan mendapat ganjaran yang sangat besar.
Geliat Kesetaraan Adalah Salah Satu Misi Kenabian
Orang Jahiliyah yang awalnya menganggap bahwa anak perempuan adalah hal yang merugikan tentu akan sangat tercengang dengan deklarasi semacam yang Rasulullah sampaikan. Namun, geliat kesetaraan adalah sesuatu yang menjadi bagian dari misi kenabian.
Di mata Rasulullah, tak ada seorang manusia pun yang berhak terbunuh secara cuma-cuma, apalagi perempuan. Sebagai manusia, perempuan berhak hidup dan mendapatkan peluang untuk tumbuh serta berkembang. Sebagaimana laki-laki yang telah lebih dahulu mendapatkannya karena sistem yang belum berpihak.
Apa yang Bisa Kita Lakukan Hari Ini untuk Mencontoh Teladan Baik Rasulullah?
Kita hidup di masa yang mungkin sudah jauh lebih baik dalam memperlakukan perempuan daripada pada masa Jahiliyah. Namun tentu saja, perjuangan menuju kesetaraan masih terasa sangat panjang.
Ada banyak belikat patriarki yang masih mendominasi masyarakat kita kini. Tapi dengan merayakan dan memperingati Hari Anak Perempuan Sedunia, kita jadi semacam punya pengingat tahunan. Bahwa ada banyak hal yang bisa kita lakukan dalam mendukung anak perempuan agar bisa tumbuh dengan baik–berkat dukungan dari kita, dengan menjadikan Rasulullah sebagai acuannya.
Sebagaimana kita tahu, di banyak daerah di Indonesia masih banyak yang menganggap anak perempuan kurang pantas untuk melanjutkan sekolah tinggi-tinggi hanya karena akan kembali ke peran domestik.
Alih-alih menyetujui stigma semacam itu, mari kita ubah narasi–sebagai orang tua maupun orang-orang yang terlibat dalam pengasuhan anak perempuan. Yakni untuk memastikan setiap anak perempuan mendapatkan akses pendidikan agama dan dunia tanpa diskriminasi.
Ruang Aman, Dukungan dan Akses
Mari dukung setiap anak perempuan untuk mendapatkan akses pelajaran mengaji, sekolah, dan pengembangan keterampilan. Semua itu akan membantunya untuk tumbuh, berkembang, dan mampu menghadapi kehidupan.
Sebagaimana Rasulullah yang selalu memperlakukan Fatimah dengan kasih sayang dan penghormatan,. Selain itu juga mendengarkan keluh kesahnya dan menjadikan dirinya sebagai tempat curhat seorang anak perempuan. Maka mari jadikan diri kita sebagai wadah dan ruang terbuka untuk setiap anak-anak perempuan kita.
Ruang di mana mereka bisa bertanya, menyampaikan perasaan tanpa rasa takut, mengungkapkan keinginan, dan terus mendapat dukungan. Tujuannya agar setiap anak perempuan merasa kita hargai dan aman.
Dan sebagai anggota masyarakat, kita bisa terus menunjukkan bahwa perempuan dihargai dan kita beri kesempatan. Karena selain lingkar keluarga, anak-anak juga dibesarkan oleh lingkungan.
Jadi, apakah kamu memiliki anak perempuan?
Mari kita pastikan bahwa jejak cinta Rasulullah itu hidup di dalam hati mereka. Pastikan bahwa mereka mendapatkan kasih sayang yang cukup dan kesempatan untuk berkembang, sebagaimana kita sebagai umat Islam adalah kader dan pewaris kenabian itu sendiri. []