• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Ibu dan Urgensi Pendidikan Tinggi

Banyaknya perempuan memutuskan untuk berhenti bersekolah biasanya disebabkan karena kesibukannya dalam urusan rumah tangga. Kedua, dengan kebutuhan keuangan keluarga maka dirinya akan memprioritaskan biaya pendidikan anak-anaknya. Sehingga cita-citanya akan dia kubur dalam-dalam.

Halimatus Sa'dyah Halimatus Sa'dyah
14/11/2020
in Keluarga, Kolom
0
203
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Kenapa perempuan harus sekolah tinggi?”

“Kuliah tinggi-tinggi tapi toh ijazahnya tidak terpakai”.

“Kuliah mahal-mahal pada akhirnya akan menjadi ibu rumah tangga”.

“Jadi percuma saja perempuan itu kuliah…” bla bla bla

Kalimat di atas, dan kalimat-kalimat lain, menyudutkan perempuan sambil menyebut mereka tidak berhak mengenyam pendidikan tinggi. Kalimat-kalimat tersebut pastinya sering kita dengar dari orang-orang julid di sekitar kita. Bahkan pernah ada meme yang viral di medsos dengan kalimat “perempuan itu yang penting bisa momong anak.”

Baca Juga:

Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

Tafsir Sakinah

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

Tidak jarang kalimat-kalimat tersebut juga terlontar dari sesama perempuan. Banyaknya anggapan bahwa perempuan harus di-perempuankan, maksudnya gerak perempuan hanya dibatasi untuk urusan masak, macak dan manak. membuat sebagian orang terdoktrin dengan perspektif serupa. Sebuah pemikiran konservatif yang tidak layak untuk dilanjutkan.

Pendidikan bersifat universal, ia adalah kebutuhan setiap umat manusia tanpa memandang jenis kelamin, strata sosial serta usia. Dalam Alquran disebutkan “Yarfaillahulladzina Amanu Minkum Walladzina Utul Ilma Darojat” (QS. Al Mujadalah. 11). Artinya: “Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan (iImu) beberapa derajat”. Ayat tersebut memberi pesan bahwa semua umat manusia wajib menuntut ilmu.

Bahkan jika perempuan menerima di-perempuankan untuk bergerak di 3 M, masak, macak dan manak pun, mereka perlu ilmu. Perempuan yang berpendidikan dan tidak berpendidikan akan berbeda dalam menjalani ketiganya. Manak terutama, perempuan tidak sekadar hamil selama 9 bulan kemudian melahirkan. Namun, pada saat hamil dia akan memahami makanan apa yang boleh dimakan dan dihindari, memahami kecukupan gizi yang dibutuhkannya. Menjaga emosinya karena akan berpengaruh pada kondisi kesehatan dirinya dan janinnya.

Terkait manak tentu tidak berhenti pada tahap usai melahirkan, tapi bagaimana ibu juga membersamai anak hingga dewasa. Tentu ibu yang berpendidikan akan berbeda, apalagi seiring perkembangan zaman. Diperlukan ibu yang berpengetahuan luas. Ibu yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga justru sangat membutuhkan pendidikan tinggi.

 “Sebagai ibu, dialah pendidik pertama umat manusia. Di pangkuannya anak pertama-tama belajar, berpikir, berbicara. Dan dalam banyak hal pendidikan yang pertama-tama ini bukan tanpa arti untuk seluruh hidupnya. Tangan ibulah yang pertama-tama meletakkan benih kebaikan dan kejahatan dalam hati manusia, yang tidak jarang dibawa sepanjang hidupnya. Bukan tanpa alasan orang mengatakan bahwa kebaikan dan kejahatan diminum bersama air susu ibu. Dan bagaimana sekarang ibu-ibu dapat mendidik anak-anaknya kalau mereka sendiri tidak terdidik.

Saat kuliah S1 banyak sekali perempuan yang mengenyam pendidikan. Namun saat menginjak pendidikan strata-2 dan strata-3, angka peserta perempuan sangat berkurang alias menyusut drastis. Mestinya, akses dan kesempatan pendidikan untuk perempuan dibuka seluas-luasnya. Baik melalui pendidikan formal, informal juga nonformal.

Di jalur nonformal misalnya, kursus-kursus di mana menjadi minat perempuan akan banyak dijumpai di lembaga kursus dalam bidang menjahit, memasak, merias, dan hal-hal serupa. Pada kursus bahasa asing, computer atau skill lainnya misal desain tidak akan banyak dijumpai perempuan di sana.

Istilah perempuan sebagai tiang negara yang dari dulu sering kita dengar, negara akan maju jika memiliki pendidikan tinggi secara merata baik laki-laki maupun perempuan. Negara akan kuat jika perempuan dikuatkan. Tentu penguatan melalui sumber daya manusia dalam hal ini bidang pendidikannya.

Pemerintah perlu mendorong perempuan untuk sekolah setinggi-tingginya. Agar bersama dengan laki-laki dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal dan memberi manfaat seluas-luasnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sulitnya akses dan fasilitas pendidikan untuk perempuan juga menjadi masalah tersendiri di samping mahalnya biaya kuliah. Maka pemerintah perlu memiliki kebijakan yang ramah terhadap perempuan. Misalnya mewajibkan pada setiap lembaga perguruan tinggi mengadakan ruang laktasi, tempat bermain anak, atau tempat penitipan anak. Sehingga ibu-ibu tidak lagi memiliki alasan keberatan meninggalkan anak saat harus kuliah disertai banyaknya beasiswa untuk perempuan.

Banyaknya perempuan memutuskan untuk berhenti bersekolah biasanya disebabkan karena kesibukannya dalam urusan rumah tangga. Kedua, dengan kebutuhan keuangan keluarga maka dirinya akan memprioritaskan biaya pendidikan anak-anaknya. Sehingga cita-citanya akan dia kubur dalam-dalam.

Kesetaraan dalam pendidikan sangat perlu untuk laki-laki dan perempuan. Hal ini diperlukan sebagai bentuk kerja sama laki-laki dan perempuan, Yaitu, Pertama, berproses menjadi pasangan suami saleh dan istri salehah. Kedua, berupaya untuk melahirkan generasi berkualitas (dzurriyah thayyibatun). Ketiga, saling Kerjasama dalam mewujudkan masyarakat ideal (khaira ummah). Keempat, berpartisipasi aktif mewujudkan Negara yang indah (baldatun thayyibah), dan terakhir bahu-membahu berupaya menjadi anugerah bagi semesta (rahmatan lil alamin). []

 

Tags: Hak PerempuanislamkeadilankeluargaKesalinganKeseteraanTradisi
Halimatus Sa'dyah

Halimatus Sa'dyah

Penulis adalah  konsultan hukum dan pengurus LPBHNU 2123038506

Terkait Posts

Gaji Pejabat

Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

1 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Peran Ibu

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

1 Juli 2025
Pacaran

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

30 Juni 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID