Mubadalah.id – Jika merujuk teks-teks Hadits yang sahih, terutama dari Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, pendekatan kritik sanad sudah tidak diperlukan lagi, karena menyangkut sejarah masa lalu, yang sudah ditulis secara berlimpah oleh banyak ulama.
Kita harus fokus pada apa yang telah Syekh Abu Syuqqah awali, yaitu mengompilasikan ulang dan menyusun ulang dalam tema-tema yang lebih memunculkan perempuan sebagai subjek.
Dengan memanfaatkan teks-teks Hadits yang telah terbukukan di dalam dua kitab Hadits paling kredibel, Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, Abu Syuqqah menyusun ulang teks-teks tersebut ke dalam tema-tema yang lebih jelas dan tegas dalam pemihakan mengenai pembebasan perempuan masa kenabian.
Teks-teks Hadits yang sama dari sumber-sumber utama yang sahih seperti Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, tetapi berbeda penempatan dan penyusunan. Serta pengungkapan tema-tema bernuansa kontemporer.
Dengan buku kumpulan Hadits seperti ini, yang tersusun dalam tema-tema baru, pembaca dikenalkan potret-potret perempuan pada masa Nabi Muhammad SAW yang aktif, mandiri, kuat, dan berkiprah dalam segala aspek sosial, politik, dan ekonomi.
Begitu pun para laki-laki, terutama Nabi SAW sendiri yang terlibat dalam kerja-kerja domestik. Yaitu sesuatu yang di mata banyak pihak menganggapnya sebagai wilayah perempuan.
Dari pada aspek sanad Hadits, aspek penyusunan tema ini masih sangat terbuka lebar dan belum banyak ulama, intelektual kerjakan. Juga termasuk para pendamping komunitas agama dalam mengadvokasi hak-hak perempuan, atau tepatnya keadilan gender.
Dalam konteks legitimasi kultural, aspek ini terlihat lebih mudah kita terima dan bisa bekerja secara lebih baik. Termasuk dalam mengintrodusir kesadaran keadilan gender di kalangan komunitas agama. Terutama masyarakat pesantren, para pelajar sekolah-sekolah agama, dan mahasiswa perguruan tinggi Islam. []