Mubadalah.id – Ajaran tauhid menjadi salah satu ajaran yang meniscayakan kesetaraan dan keadilan dalam berelasi antara laki-laki dan perempuan, dan mendorong hadirnya kerja sama yang partisipatif, adil, dan memberi manfaat kepada keduanya tanpa diskriminasi.
Ruang publik tidak seharusnya hanya dibangun oleh dan hanya nyaman untuk laki-laki. Ruang domestik pun tidak hanya dibebankan kepada atau dikuasi oleh perempuan.
Partisipasi di publik dan domestik harus terbuka secara luas kepada laki-laki dan perempuan secara adil dan setara. Sekalipun bisa jadi dengan cara, model, dan pilihan yang berbeda-beda.
Dalam situasi yang masih timpang dan diskriminatif terhadap perempuan, perspektif kesalingan bisa saja menuntut agar ruang publik terbuka lebih lebar lagi bagi perempuan, dan laki-laki, kita dorong untuk berpartisipasi lebih aktif lagi dalam ranah domestik. Ini untuk memastikan penghormatan kemanusiaan benar nyata hadir dalam dua ranah tersebut.
Ini juga sekaligus untuk memastikan hadirnya prinsip-prinsip ta’awun (saling menolong), tahabub (saling mencintai), tasyawur (saling memberi pendapat). Kemudian taradhin (saling rela), dan ta’asyur bil ma’ruf (saling memperlakukan secara baik) dalam relasi laki-laki dan perempuan. Baik di ranah domestik maupun publik.
Relasi kesalingan gender ini baru utuh dan sempurna ketika seluruh pengalaman biologis dan sosiologis perlu kita pertimbangkan sebagai rujukan pengetahuan dan kebijakan.
Sebagaimana kita ketahui, perempuan memiliki kondisi khas biologis dan sosiologis yang tidak laki-laki alami. Yang biologis adalah bisa menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui.
Yang sosiologis itu bisa mengalami stigmatisasi, marginalisasi, subordinasi, kekerasan, dan beban ganda semata-mata hanya karena menjadi perempuan. Kondisi khas sosial yang perempuan alami ini biasa kita sebut sebagai lima bentuk ketidakadilan gender.
Dengan kesadaran pada dua kondisi khas perempuan ini, pengetahuan dan kebijakan harus kita pastikan tidak membuat perempuan semakin terpuruk, sakit, dan mengalami ketidakadilan.
Melainkan memfasilitasi perempuan mampu melalui lima kondisi biologis secara baik dan prima di satu sisi. Serta meniadakan kelima bentuk ketidakadilan sosial yang perempuan alami di sisi lain. []