Mubadalah.id – Struktur bahasa ayat ketiga surat anNisa, lebih menekankan pada pentingnya keadilan dalam relasi perkawinan. Karena itu, perkawinan monogami bisa lebih baik untuk menghindari kekhawatiran ketidakadilan, jika dibandingkan dengan perkawinan poligami.
Ungkapan ini justru terekam secara eksplisit dalam redaksi langsung ayat al-Qur’an. Pertama, ungkapan “fa in khiftum alla ta’dilu fa wahidatan” (Jika kamu takut tidak bisa berbuat adil, maka nikahilah satu orang perempuan saja).
Kedua, ungkapan “dzalika adna ‘ala ta’ulu”. Dalam banyak penafsiran ulama klasik, ungkapan ini berarti bahwa perkawinan monogami akan lebih dekat untuk tidak berbuat zalim.
Ada arti lain, bahwa perkawinan monogami akan lebih dekat untuk tidak banyak terbebani secara material oleh anak-anak yang lahir kelak. Dengan demikian, al-Qur’an sebenarnya lebih mengapresiasi perkawinan monogami daripada poligami.
Ada ungkapan pada ayat lain, yang juga sering menjadi pertimbangan ketika membicarakan pilihan al-Qur’an terhadap monogami. Yaitu ayat ke 129 dari surat an-Nisa.
Berlaku Adil
Pada ayat ini, disebutkan bahwa berlaku adil terhadap istri-istri itu sesuatu yang sulit dan tidak mungkin bisa dilakukan, dengan usaha keras sekalipun.
Imam al-Qurthubi, seperti juga ulama-ulama tafsir yang lain, memaknai ‘ketidak-mungkinan’ ini pada aspek non-material seperti perasaan cinta, kasih sayang, kecenderungan dan perhatian. Karena tidak mungkin, maka tentu saja tidak menjadi kewajiban pelaku poligami untuk berlaku adil pada aspek-aspek non-material tersebut.
Sementara untuk aspek yang material, seperti nafkah, rumah, bergilir waktu dan yang lain, tetap diwajibkan berlaku adil. Keadilan dalam aspek material ini menjadi ukuran kewenangan seseorang bisa berpoligami.
Pernyataan ini, sebenarnya lebih mengisyaratkan bahwa poligami itu penuh dengan resiko yang tidak mudah setiap orang lakukan.
Karena itu, monogami menjadi lebih selamat dan lebih memungkinkan seseorang untuk tidak terjebak pada perilaku tidak adil, baik yang materiil maupun non-materiil. Ayat ini tidak tepat jika kita pahami sebagai penafian terhadap kewajiban bertindak adil pada aspek non-materiil.
Ayat ini justru sedang memberikan peringatan dan kewaspadaan, agar seseorang berpikir seribu kali ketika ingin atau sudah berpoligami. []