Mubadalah.Id– Apa yang dimaksud keluarga sakinah mawaddah warahmah? Pertanyaan ini lahir dari pemikiran yang mendalam. Alkisah, Aku sangat mengidolakan pamanku. Dia bukan seorang yang berpendidikan tinggi dengan pengetahuan segudang atau ilmu yang berlimpah. Ia hanya seorang lelaki, ayah bagi anak-anaknya dan suami bagi istrinya. di desa dengan segala keterbatasan. Ia tak pernah mengerti apa itu istilah gender yang digaungkan banyak orang.
Banyak yang bilang pekerjaan rumah tangga tidak layak dilakukan oleh laki-laki. Mencuci piring, memasak, mencuci baju dan bersih-bersih rumah layaknya dilakukan perempuan. Begitupun aku diajarkan. Namun ini tidak berlaku pada keluarga pamanku.
Setiap pagi, dia bangun bersamaan dengan istrinya dan sholat berjamaah bersamanya. Pamanku mencuci pakaian, bibiku mempersiapkan untuk memasak. Pamanku turut membantu juga untuk memotong sayuran, memarut kelapa, atau apapun. Itu dia lakukan spontan ketika melihat bibiku belum menyelesaikan beberapa pekerjaannya. Hingga akhirnya mereka bersiap ke sawah bersama.
Selain bertani, pamanku seorang guru honorer. Bibiku turut bekerja menjadi buruh tanam, buruh membungkus kripik, dan koret. Untuk meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga. Satu lagi, sebagian besar barang berharga diatasnamakan bibiku seperti kendaraan, tanah dan rumah.
Perihal anak mereka saling berunding, kapan punya anak, mau berapa punya anak, apalagi soal pengasuhan. Memandikan anak sejak bayi, menenangkan ketika rewel, pamanku ahlinya.
Baca juga: Rumah Tangga yang Samara
Pernah pamanku mengungkapkan keinginannya agar istrinya bisa hamil lagi. Dia berharap akan memperoleh anak perempuan karena kedua anaknya berjenis kelamin laki-laki. Di usia 35 tahun tentu ini bukan keputusan yang mudah bagi perempuan dengan resiko tinggi untuk kehamilan. Bibiku pun mengiyakan dengan persyaratan-persyaratan yang diajukan.
Pada kehamilan ketiga itu, bibiku selalu ditemani untuk melakukan pemeriksaan kehamilan rutin. Istrinya tidak diizinkan untuk mencuci baju, memasak, pergi ke sawah. Bahkan bibiku dibelikan buah, dan sebagainya, diistimewakan lah pokoknya. Dan pekerjaan rumah hampir semua dilakukan pamanku.
Pada konsultasi akhir, bibiku dinyatakan hamil dengan resiko tinggi karena tekanan darahnya. Saat itu juga ia memutuskan untuk dilakukan proses persalinan. Pamanku mendukung yang menjadi keputusannya.
Baca juga: Bahagia Berumah Tangga
Hal yang membuatku meleleh, pamanku betul-betul menyadari bahwa keinginannya atas kehamilan itu salah. Dan diapun akhirnya memutuskan untuk cukup pada anak ketiga dan dilakukan tindakan steril.
Kekhawatiran atas kondisi kesehatan istri, sulitnya untuk melahirkan di usia resti (resiko tinggi) menjadi pertimbangan besar baginya. Sangat tergambar bagaimana raut wajahnya ketika sang Istri harus melahirkan prematur.
Sekali lagi, mereka bukan orang berpendidikan tinggi, mereka bukan seorang yang memiliki segudang gelar, mereka hanya menjalani apa yang diyakini sebagai hal baik atas dasar hidup bersama.
Mereka hanya memegang satu kata kunci “saling”. Bagaimana mereka saling membantu, saling memahami dan saling berbagi satu sama lain.
Hal itu pun yang dilakukan Rasulullah sang suri teladan kita. Bagaimana memperlakukan dan memberikan penghormatan kepada Istri dan keluarganya.
Baca juga: Membangun Surga Rumah Tangga dengan Prinsip Kesalingan
Faqihuddin Abdul Qodir menjelaskan Qs. At-Taubah (9:71). Ayat ini menegaskan relasi kesalingan dan kerjasama antara laki-laki dan perempuan. Di mana yang satu adalah penolong, penopang, penyayang, dan pendukung yang lain. Frasa ba’duhum awliya’ ba’din adalah pernyataan eksplisit al-Qur’an mengenai pentingnya kerjasama antara laki-laki dan perempuan.
Sedang Qs. Ar-Rum (30:21) menjadi pilar, tujuan dan harapan setiap orang yang menikah dan memasuki jenjang keluarga. Sakinah sebagai ketenangan, keharmonisan, dan kebahagiaan. Mawaddah adalah rasa cinta yang membuat seseorang menikmati ketika dilayani pasangannya. Rahmah adalah rasa cinta yang justru menikmati ketika melayani pasangannya.
Singkatnya, harapan kebahagiaan (sakinah) akan terwujud ketika masing-masing merasa senang dengan mencintai dan melayani (rahmah), pada saat yang sama juga senang karena dicintai dan dilayani (mawaddah).
Demikian penjelasan singkat apa yang dimaksud keluarga sakinah mawaddah warahmah?[]