Kamis, 4 September 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

    Deligitimasi Otoritas

    Agama, Rakyat, dan Proses Delegitimasi Otoritas

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: Gus Dur Selalu Letakkan Kemanusiaan di Atas Politik

    Mahfud MD

    Mahfud MD Ungkap Masalah Utama Bangsa, Beberkan Cara Gus Dur Tangani Krisis dan Demo

    Bersaudara dengan Alam

    GUSDURian Ajak Manusia Kembali Bersaudara dengan Alam

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Maulid Nabi

    Maulid Nabi Tahun Ini Diwarnai oleh Darah

    Demo

    Apakah Demo Itu Selalu Anarkis?

    Kepercayaan Rakyat

    Mengembalikan Kepercayaan Rakyat: Pelajaran dari Kesederhanaan Umar bin Khattab

    Mereset Hidup

    Usaha Mereset Hidup menurut Fahruddin Faiz

    Tuntutan 17+8

    Mari Kita Baca Bersama Tuntutan 17+8

    Demo dan Kemerdekaan

    Demo dan Kemerdekaan: Luka di Balik 80 Tahun Kemerdekaan

    Affan Kurniawan

    Affan Kurniawan dan Ketidakadilan yang Kasat Mata

    Gusdurian

    Gusdurian di Mata Seorang Warga Muhammadiyah

    Tragedi Ojek Online

    Sudah Ditindas, Masih Dilindas Pula: Tragedi Ojek Online sebagai Cerminan Kegagalan Negara dalam Mewujudkan Keadilan Sosial

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Indonesia Rumah Bersama

    Gus Dur Mengajarkan Indonesia Rumah Bersama

    Teori Peradaban Ibnu Khaldun

    Membaca Indonesia melalui Lensa al-‘Umrān: Teori Peradaban Ibnu Khaldun dan Relevansinya Hari Ini

    Janin dari

    Tahapan Pertumbuhan Janin: Dari Mudghah hingga Khalqan Akhar

    Pertumbuhan

    Memahami Proses Pertumbuhan Janin dalam Al-Qur’an

    Perubahan Ibu hamil

    4 Perubahan Fisik dan Psikis yang Dialami Ibu Hamil

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi dan Solidaritas Perempuan Lintas Dimensi

    Kekurangan Gizi

    6 Risiko Kekurangan Gizi Pada Masa Kehamilan

    Gizi bayi

    Ketika Kekurangan Gizi pada Ibu Hamil dapat Mengancam Kehidupan Ibu dan Bayi

    gizi

    Empat Sehat Lima Sempurna: Kunci Asupan Gizi Ibu Hamil

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

    Deligitimasi Otoritas

    Agama, Rakyat, dan Proses Delegitimasi Otoritas

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: Gus Dur Selalu Letakkan Kemanusiaan di Atas Politik

    Mahfud MD

    Mahfud MD Ungkap Masalah Utama Bangsa, Beberkan Cara Gus Dur Tangani Krisis dan Demo

    Bersaudara dengan Alam

    GUSDURian Ajak Manusia Kembali Bersaudara dengan Alam

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Maulid Nabi

    Maulid Nabi Tahun Ini Diwarnai oleh Darah

    Demo

    Apakah Demo Itu Selalu Anarkis?

    Kepercayaan Rakyat

    Mengembalikan Kepercayaan Rakyat: Pelajaran dari Kesederhanaan Umar bin Khattab

    Mereset Hidup

    Usaha Mereset Hidup menurut Fahruddin Faiz

    Tuntutan 17+8

    Mari Kita Baca Bersama Tuntutan 17+8

    Demo dan Kemerdekaan

    Demo dan Kemerdekaan: Luka di Balik 80 Tahun Kemerdekaan

    Affan Kurniawan

    Affan Kurniawan dan Ketidakadilan yang Kasat Mata

    Gusdurian

    Gusdurian di Mata Seorang Warga Muhammadiyah

    Tragedi Ojek Online

    Sudah Ditindas, Masih Dilindas Pula: Tragedi Ojek Online sebagai Cerminan Kegagalan Negara dalam Mewujudkan Keadilan Sosial

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Indonesia Rumah Bersama

    Gus Dur Mengajarkan Indonesia Rumah Bersama

    Teori Peradaban Ibnu Khaldun

    Membaca Indonesia melalui Lensa al-‘Umrān: Teori Peradaban Ibnu Khaldun dan Relevansinya Hari Ini

    Janin dari

    Tahapan Pertumbuhan Janin: Dari Mudghah hingga Khalqan Akhar

    Pertumbuhan

    Memahami Proses Pertumbuhan Janin dalam Al-Qur’an

    Perubahan Ibu hamil

    4 Perubahan Fisik dan Psikis yang Dialami Ibu Hamil

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi dan Solidaritas Perempuan Lintas Dimensi

    Kekurangan Gizi

    6 Risiko Kekurangan Gizi Pada Masa Kehamilan

    Gizi bayi

    Ketika Kekurangan Gizi pada Ibu Hamil dapat Mengancam Kehidupan Ibu dan Bayi

    gizi

    Empat Sehat Lima Sempurna: Kunci Asupan Gizi Ibu Hamil

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Apakah Demo Itu Selalu Anarkis?

Demo bukanlah soal keributan. Ia tanda bahwa masih ada warga yang peduli, masih ada yang mau bersuara, masih ada yang tidak rela demokrasi mati.

arinarahmatika arinarahmatika
4 September 2025
in Personal
0
Demo

Demo

1.5k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ketika masih kuliah dulu, saya punya pandangan yang cukup sederhana, “demo itu cuman bikin rusuh”. Setiap kali mendengar kabar ada aksi mahasiswa atau buruh di jalan, yang terlintas di benak saya hanyalah kemacetan, ricuh, dan suasana tidak nyaman. “Ngapain sih demo? Bikin macet jalan aja.

Kalau ada masalah, kenapa tidak langsung dialog dengan pemerintah?” Begitu pikir saya waktu itu. Pandangan itu lahir bukan tanpa alasan, melainkan dari posisi saya sebagai mahasiswa yang lebih sering melihat dampak praktis sebuah demo yaitu jalan tertutup, kuliah terganggu, kerusuhan di mana-mana bahkan ada korban.

Stigma Mengenai Demontrasi

Pandangan sinis saya terhadap demo semakin mengeras ketika saya mengalami kejadian yang sampai sekarang masih terekam jelas di ingatan. Suatu hari, setelah selesai meminjam buku di perpustakaan kampus, saya berencana pulang. Namun, sebelum sempat keluar, saya mendengar suara gaduh dari luar gedung. Ternyata ada aksi demonstrasi yang berlangsung di sekitar kampus.

Saya bukan peserta demo, bahkan sama sekali tidak tahu bahwa hari itu ada aksi. Tapi tiba-tiba, kericuhan pecah. Gas air mata ditembakkan dan arah tembakan justru menuju gedung perpustakaan. Saya yang tidak tahu apa-apa, tanpa persiapan, ikut terkena imbasnya. Wajah saya terasa perih, panas, dan rasa terbakar di sekitar wajah. Untung saja saya memakai kacamata, sehingga gas itu tidak langsung masuk ke mata saya. Kalau tidak, mungkin ceritanya akan berbeda.

Pengalaman itu membuat saya semakin muak dengan yang namanya demo. Bagi saya waktu itu, demo bukan hanya mengganggu, tetapi juga menyakiti. Trauma itu terbawa bertahun-tahun. Setiap kali mendengar kata “demonstrasi”, yang muncul di benak saya bukanlah perjuangan rakyat atau kebebasan berpendapat, melainkan rasa sakit, air mata, dan pengalaman tidak menyenangkan. Saya semakin yakin bahwa demo hanyalah bentuk anarkisme.

Namun, waktu berjalan. Pandangan yang dulu saya anggap final, ternyata perlahan-lahan berubah. Usia, pengalaman hidup, dan keterbukaan informasi membuat saya memandang demonstrasi dari sudut yang berbeda.

Kini, di usia yang menginjak kepala tiga, saya mulai memahami bahwa demo bukan sekadar aksi turun ke jalan yang bikin macet. Demo adalah bagian dari demokrasi. Ia adalah salah satu ruang paling nyata di mana rakyat bisa bersuara, ketika saluran-saluran formal seperti dialog, surat, atau forum musyawarah sering kali tidak terdengar atau bahkan sengaja tertutup.

Narasi tidak pernah netral

Pertanyaan baru pun muncul, apakah demo memang selalu harus berakhir ricuh? Apakah demo selalu identik dengan korban, kerusuhan, atau anarkisme? Atau justru, ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menciptakan citra buruk itu agar rakyat semakin apatis dan tidak lagi turun ke jalan?

Pertanyaan itu semakin menguat setelah saya menyaksikan sebuah demo besar yang terjadi pada 30 Agustus lalu. Awalnya, aksi itu berjalan tertib. Orang-orang berkumpul, menyuarakan pendapat, membawa poster dan spanduk dengan tuntutan yang jelas.

Tidak ada keributan, tidak ada kekerasan. Namun, narasi yang muncul di media arus utama sama sekali berbeda. Hampir semua media besar memberitakan seolah-olah demo itu ricuh sejak awal. Kata kunci yang terus berulang seperti “bikin rusuh”, “anarkis”, “mengganggu ketertiban umum”.

Padahal, rekaman-rekaman yang tersebar di media sosial menunjukkan hal sebaliknya, justru aparatlah yang bertindak represif, memukul, menendang, bahkan menyeret para demonstran.

Di sinilah saya semakin sadar bahwa narasi tidak pernah netral. Media arus utama, yang seharusnya menjadi corong informasi publik, sering kali sudah dikendalikan oleh kepentingan tertentu. Alih-alih menyajikan fakta apa adanya, mereka justru memilih mengemas cerita sesuai arahan.

Kenapa? Karena demo yang diberitakan sebagai anarkis akan membuat publik takut, muak, dan pada akhirnya enggan ikut turun ke jalan. Publik akan berpikir seperti saya dulu, demo itu merepotkan, demo itu berbahaya. Dengan begitu, negara atau pihak berkuasa akan lebih mudah mengendalikan situasi. Tidak ada kritik besar-besaran. Tidak ada tekanan dari rakyat. Demokrasi tetap berjalan, tapi hanya di atas kertas.

Fenomena citizen journalism

Beruntung, kita hidup di era media sosial. Di zaman ini, semua orang bisa menjadi jurnalis. Fenomena citizen journalism membuat siapa pun dapat merekam, mengunggah, dan menyebarkan informasi langsung dari lapangan.

Dari sinilah, narasi tandingan muncul. Rekaman video di Twitter, Instagram, atau TikTok memperlihatkan fakta berbeda, demonstrasi yang damai sering kali berubah ricuh justru setelah aparat bertindak represif. Kekerasan yang dilakukan aparat inilah yang kemudian memicu perlawanan balik.

Namun ironisnya, bukti-bukti seperti ini jarang muncul di televisi nasional atau portal berita besar. Yang ditayangkan justru potongan gambar kericuhan, massa yang berlari, atau spanduk yang dibakar, tanpa konteks siapa yang memulai.

Saya jadi teringat teori lama dalam ilmu komunikasi, “siapa yang menguasai narasi, dialah yang menguasai realitas”. Narasi “demo itu anarkis” terus direproduksi agar menjadi keyakinan publik. Sementara narasi tandingan dari warga biasa dianggap tidak kredibel atau tidak penting. Padahal, jika kita mau jujur, justru dari rekaman warga lah kita bisa melihat realitas lebih jernih.

Tentu saja, saya tidak menutup mata bahwa ada faktor lain yang membuat demo bisa berubah menjadi anarkis, karena ulah provokator. Selalu ada orang-orang yang dengan sengaja “mengompori” massa untuk melakukan tindakan destruktif. Mereka bisa mendorong orang lain menjarah toko, membakar fasilitas umum, atau menyerang aparat.

Provokator ini bisa datang dari mana saja, kelompok tertentu yang ingin memancing kerusuhan, atau bahkan bagian dari skenario agar citra demo semakin buruk. Dan yang paling menyedihkan, aksi segelintir orang ini kemudian dijadikan alasan untuk menstigma seluruh demonstran sebagai perusuh.

Peran Negara dan Media

Refleksi ini membuat saya kembali merenungkan pengalaman pribadi saya dulu. Ternyata, apa yang saya alami hanyalah sepotong kecil dari cerita besar tentang bagaimana negara dan media memainkan narasi. Saya dulu hanya melihat demo dari kacamata orang yang merasa terganggu.

Saya merasa menjadi korban. Namun kini saya sadar, ada ribuan orang lain yang lebih dulu menjadi korban, para demonstran yang dipukuli, ditangkap, atau bahkan kehilangan nyawa. Sementara saya, meskipun terkena gas air mata, masih bisa pulang, mengobati wajah, dan melanjutkan hidup.

Kini, setiap kali mendengar ada demo, saya tidak lagi buru-buru menghakimi. Saya mencoba memahami dulu, apa isu yang mereka bawa? Apa tuntutan mereka? Kenapa mereka memilih turun ke jalan? Apakah ada saluran lain yang ditutup sehingga demo menjadi pilihan terakhir?

Saya belajar bahwa demo adalah suara rakyat yang tidak boleh diabaikan begitu saja. Ia mungkin berisik, mengganggu, atau menimbulkan ketidaknyamanan. Tapi dalam demokrasi, ketidaknyamanan itu adalah harga yang harus kita bayar agar suara publik tetap terdengar.

Mungkin benar, demo bukanlah cara sempurna. Ia penuh risiko, rawan dimanipulasi, dan bisa dimanfaatkan pihak tertentu. Tapi tanpa demo, bagaimana lagi rakyat bisa menunjukkan ketidakpuasannya? Bagaimana suara minoritas bisa sampai ke telinga penguasa? Bagaimana pemerintah bisa merasakan bahwa kebijakan mereka menyakiti banyak orang?

Pada akhirnya, pertanyaan yang harus kita ajukan bukan lagi “apakah demo itu anarkis?”, melainkan “kenapa negara begitu takut pada demo?” Karena jika sebuah pemerintahan benar-benar terbuka, seharusnya demo dianggap hal biasa. Justru di situlah letak kekuatan demokrasi: ruang bagi rakyat untuk bersuara, bahkan ketika suara itu tidak menyenangkan bagi penguasa.

Demo bukanlah soal keributan. Ia adalah tanda bahwa masih ada warga yang peduli, masih ada yang mau bersuara, masih ada yang tidak rela demokrasi mati. Dan selama masih ada orang yang berani turun ke jalan, kita masih bisa berharap bahwa suara rakyat belum sepenuhnya padam. []

Tags: aksianarkisdemodemokrasiIndonesiamahasiswapolitik
arinarahmatika

arinarahmatika

Terkait Posts

Maulid Nabi
Publik

Maulid Nabi Tahun Ini Diwarnai oleh Darah

4 September 2025
Ulama Perempuan KUPI
Aktual

Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

4 September 2025
Kepercayaan Rakyat
Publik

Mengembalikan Kepercayaan Rakyat: Pelajaran dari Kesederhanaan Umar bin Khattab

4 September 2025
Tuntutan 17+8
Publik

Mari Kita Baca Bersama Tuntutan 17+8

3 September 2025
Tuntutan 17+8
Aktual

Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

3 September 2025
Deligitimasi Otoritas
Aktual

Agama, Rakyat, dan Proses Delegitimasi Otoritas

3 September 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Demo

    Apakah Demo Itu Selalu Anarkis?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Badriyah Fayumi: Gus Dur Selalu Letakkan Kemanusiaan di Atas Politik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gus Dur Mengajarkan Indonesia Rumah Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengembalikan Kepercayaan Rakyat: Pelajaran dari Kesederhanaan Umar bin Khattab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Maulid Nabi Tahun Ini Diwarnai oleh Darah
  • Apakah Demo Itu Selalu Anarkis?
  • Gus Dur Mengajarkan Indonesia Rumah Bersama
  • Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia
  • Mengembalikan Kepercayaan Rakyat: Pelajaran dari Kesederhanaan Umar bin Khattab

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID