Mubadalah.id – Banyak orang bilang bahwa intoleransi atas nama agama menjadi tren abad ini. Ia merebak dan menyebar ke ruang-ruang sosial/publik, bahkan juga sampai di dalam keluarga. “Apakah intoleransi itu”, kata seorang teman. Aku bilang kira-kira begini : Intoleransi selalu terkait dengan kehendak memaksakan pikiran, ideologi, agama, dan keyakinan kepada orang lain.
Seorang atau kelompok intoleran selalu menganggap pikiran dirinya merupakan kebenaran satu-satunya. Sementara pikiran, ideologi, agama, keyakinan, budaya, persepsi dan perasaan “yang lain” (the others/liyan) tidak masuk dalam kesadarannya sebagai subyek yang juga memiliki kebenaran dan kebaikan kemanusiaan.
Ia merupakan ekspresi kesombongan dan egoisme.
Al -Quran melarang caci-maki orang yang tak seagama, sebab itu berarti sama dengan mencaci agamanya sendiri.
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ فَيَسُبُّوا اللّٰهَ عَدْوًاۢ بِغَيْرِ عِلْمٍۗ كَذٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ اُمَّةٍ عَمَلَهُمْۖ ثُمَّ اِلٰى رَبِّهِمْ مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
“Dan janganlah kamu mencacimaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.” []