• Login
  • Register
Kamis, 30 Juni 2022
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Asma Barlas

Napol Napol
06/10/2017
in Figur
0
16
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Al-Qur’ān tidak pernah satu kali pun menyatakan bahwa laki-laki, baik dalam segi kapasitas biologisnya sebagai laki-laki atau dalam kapasitas sosialnya sebagai ayah, suami, atau penafsir kitab suci, lebih mampu daripada perempuan dalam mencapai tingkat ketakwaan atau melaksanakan ajaran agama.

Al-Qur’an masih sering dibaca dengan penafsiran yang belum banyak mendukung sikap dan perilaku egaliter bagi laki-laki dan perempuan. Ulama dan penafsir klasik memasukkan pertentangan biner ke dalam pembacaan/interpretasi mereka atas al-Qur’an dengan alasan bahwa al-Qur’ān memperlakukan laki-laki dan perempuan berbeda dalam beberapa kasus (seperti dalam masalah nikah, cerai, dan waris), maupun berdasarkan rujukan-rujukan simbolis yang terdapat di dalamnya.

Berdasarkan ayat-ayat tersebut mereka menyimpulkan bahwa laki-laki dan perempuan bukan saja berbeda secara biologis, tetapi juga tidak setara dan bertolak belakang. Hal ini melahirkan pandangan seolah prinsip-prinsip maskulin dan feminin juga dibedakan secara ketat dalam Islam.

Padahal sebenarnya Al-Qur’an memperlakukan perbedaan secara egaliter dan unik. Al-Qur’ān tidak pernah satu kali pun menyatakan bahwa laki-laki, baik dalam segi kapasitas biologisnya sebagai laki-laki atau dalam kapasitas sosialnya sebagai ayah, suami, atau penafsir kitab suci, lebih mampu daripada perempuan dalam mencapai tingkat ketakwaan atau melaksanakan ajaran agama.

Pemisahan nilai moral dari nilai sosial seperti yang dilakukan umat Islam di beberapa negara muslim, ketika mereka meperlakukan perempuan secara setara dalam wilayah moral sembari mendeskreditkan mereka dalam wilayah sosial dan hukum, tentu saja bertentangan dengan prinsip al-Qur’ān yang menegaskan nilai egaliter. Maka perlu adanya pembacaan (penafsiran) ulang atas al-Qur’an, terutama pada ayat-ayat yang sering ditafsirkan secara keliru sehingga dianggap bias gender.

Sejajar dengan Muhammad Abduh, Wasim Amin, Nazhira Zainuddin, Amina Wadud, Asma Balas hadir untuk memenuhi panggilan tersebut. Asma Barlas adalah seorang feminis Islam dan juga professor perempuan asal Pakistan, yang sejak 1983 tertarik untuk mengkaji teks-teks al-Qur’an. Dari ketertarikannya pula muncul berbagai karya-karya hasil pemikirannya yang tidak lain ingin meluruskan bahwa Islam bukanlah agama yang diskriminatif.

Baca Juga:

Bagaimana Toxic Masculinity Membunuh Laki-laki?

Laki-laki dan Sejarah Gerakan Perempuan Indonesia

Kehadiran Perempuan di Ranah Politik Sangat Penting

Salah satu karya Asma Barlas adalah Believing Women in Islam: Unreading Patriarchal Interpretations of the Qur’an. Buku tersebut kemudian diterjemahkan dengan judul Cara Qur’an Membebaskan Perempuan.

Asma Barlas memandang perlunya pembacaan kembali terhadap al-Qur’an dalam perspektif yang menjunjung egalitarianisme. Ada dua hal yang ingin ia tekankan: pertama, ia menentang pembacaan al-Qur’an yang menindas perempuan; Kedua, menawarkan pembacaan yang mendukung bahwa perempuan dapat berjuang untuk kesetaraan di dalam kerangka ajaran Islam.

Ia juga menolak klaim yang dibuat baik oleh kaum konservatif Islam maupun oleh kelompok feminis yang mengatakan bahwa Islam adalah agama yang patriarkis.

Metode dan prinsip-prinsip yang digunakan Asma Barlas dalam membaca kembali al-Qur’an dan aplikasinya terhadap ayat-ayat gender yaitu dalam rangka membangun sebuah prinsip egalitarianisme dan antipatriarkalisme di dalam al-Qur’an yang erat kaitannya dengan pembebasan perempuan.

Barlas menggunakan dua argumen penting yaitu: argumentasi sejarah dan argumentasi hermeneutik. Argumentasi sejarah maksudnya adalah penggunaan karakter politik tekstual dan seksual yang berkembang di kalangan masyarakat Islam, terutama proses yang telah menghasilkan tafsir-tafsir di dalam Islam yang memiliki kecenderungan patriarkis.

Sosok Asma Barlas

Sedangkan argumentasi hermeneutik dimaksudkan untuk menemukan apa yang ia sebut sebagai epistemologi egalitarianisme dan antipatriarkalisme di dalam al-Qur’an, yang terletak dalam karakteristik pengungkapan diri Tuhan, yang menolak pandangan tentang kekuasaan ayah atau laki-laki.

Ada tiga langkah yang digunakan Barlas dalam hal ini:

  1. Menjelaskan karakter teks al-Qur’an yang polisemik dan membuka pelbagai kemungkinan pemaknaan, sebagai kritik terhadap pola penafsiran yang reduksionis dan esensialis, artinya tidak bolehnya membaca al-Qur’an dalam kerangka patriarkis saja.
  2. Barlas ingin menolak relativisme penafsiran, sebuah pandangan yang menyatakan bahwa semua model bacaan pada dasarnya benar.
  3. Meletakkan kunci-kunci hermeneutik untuk membaca al-Qur’an dalam karakter divine ontology, yaitu yang berciri ontologi ketuhanan. Prinsip-prinsip teologis yang digunakan oleh Barlas adalah terletak pada pengungkapan Diri Tuhan, yaitu keesaan, keadilan dan keunikan Tuhan.

Sedangkan Metodologi yang digunakan oleh Barlas, merujuk pada pemikir sebelumnya yaitu Fazlur Rahman, yaitu hermeneutika yang biasa disebut dengan gerakan ganda (double movement), dari situasi sekarang ke masa al-Qur’an diturunkan dan kembali lagi ke masa kini.

Ketika Barlas mencoba untuk mengungkap makna teks yang polisemik serta ingin meluruskan pemahaman umat Islam tentang al-Qur’an yang bersifat antipatriarki. Dilihat dari perspektif epistemologis, corak berpikir Barlas yang lebih memilih dan merujuk teks kitab suci dapat dikategorikan sebagai corak epistemologi bayani (explanatory).

Umat Islam membutuhkan tafsir dan bacaan yang memberdayakan masyarakat, terutama perempuan, bukan memperdayakan mereka. Karena Islam diturunkan untuk menegaskan kesetaraan. Islam tidak membedakan perilaku moral dan sosial antara laki-laki dan perempuan, justru menerapkan standar yang sama terhadap mereka, dan menetapkan hukum atas mereka berdasarkan kriteria yang sama.

Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. Al-Ahzab/33: 35).[]

Referensi: Berbagai sumber.

Tags: Asma BarlasLaki-laki dan perempuanpenafsir kitab suciUlama dan penafsir klasik
Napol

Napol

Terkait Posts

Pemikiran Qasim Amin

Membedah Pemikiran Qasim Amin dalam Karyanya Tahrīr Al-Mar’ah Bagian Pertama

25 Juni 2022
Ibunda Gusdur

Nyai Solichah Wahid, Ibunda Gus Dur Seorang Aktifis Perempuan

23 Juni 2022
Emansipasi Perempuan

Raden Mas Tirto Adhi Soerjo dan Gerakannya dalam Emansipasi Perempuan Indonesia

22 Juni 2022
Feminisme Islam

Mengenal Konsep Feminisme Islam Nurcholish Madjid

21 Juni 2022
Menolak Poligami

Gusti Nurul dan Keteguhan Hatinya Menolak Poligami

18 Juni 2022
Tokoh Hermeneutika

Tokoh Hermeneutika Indonesia, Inilah Sosok Kiai Sahiron Syamsudin

17 Juni 2022

Discussion about this post

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jumrah

    Makna Jumrah: Simbol Perjuangan Manusia Bersihkan Hati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergolakan Hidup Perempuan dan Obrolan Menarik Bersamanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Peran Anak Muda Dalam Mencegah Krisis Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tetap Bangga dan Bahagia Menjadi Perempuan yang Tidak Sempurna

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masa Tua adalah Masa Menua Bersama Pasangan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Toleransi Beragama dalam Tafsir yang Berkeadilan
  • Kurban : Simbol Perjuangan Manusia Wujudkan Solidaritas Sosial-Ekonomi
  • 5 Hal Penting yang Perlu Diperhatikan saat Menghadapi Korban Kekerasan Seksual
  • Doa saat Melihat Mendung atau Awan Gelap
  • Pergolakan Hidup Perempuan dan Obrolan Menarik Bersamanya

Komentar Terbaru

  • Tradisi Haul Sebagai Sarana Memperkuat Solidaritas Sosial pada Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
  • 7 Prinsip dalam Perkawinan dan Keluarga pada 7 Macam Kondisi Perkawinan yang Wajib Dipahami Suami dan Istri
  • Konsep Tahadduts bin Nikmah yang Baik dalam Postingan di Media Sosial - NUTIZEN pada Bermedia Sosial Secara Mubadalah? Why Not?
  • Tasawuf, dan Praktik Keagamaan yang Ramah Perempuan - NUTIZEN pada Mengenang Sufi Perempuan Rabi’ah Al-Adawiyah
  • Doa agar Dijauhkan dari Perilaku Zalim pada Islam Ajarkan untuk Saling Berbuat Baik Kepada Seluruh Umat Manusia
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2021 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2021 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist