Jika surga memiliki banyak pintu dengan banyak kunci pembukanya, mungkin pernikahan adalah salah satu kunci untuk memasuki gerbangnya” -Rabi’ah Al-Adawiyah.
Mubadalah.id – Pernikahan menjadi salah satu kunci menuju surga. Dalam Islam sebelum menuju pernikahan harus memperbincangkan dan menyiapkan seluruh syarat pernikahan salah satunya adalah menakar harga mahar.
Mahar menjadi hal yang sangat esensial dalam pernikahan, karena mahar harus ditetapkan sebelum akad, jika tidak ada mahar maka pernikahan akan dianggap tidak benar. Sebab, mahar merupakan hak bagi calon istri dari calon suami. Pengaturan ketentuan ini oleh syara’ secara jelas di dalam al Qur’an dan al Hadist.
Dalam Bahasa Indonesia istilah mahar terkenal dengan mas kawin. Sedangkan dalam bahasa Arab mahar terkenal juga dengan istilah shadq, nihlah, thaul, ajru, faridhah, ‘uqar, dan ‘athiyyah. Mahar menjadi tradisi dari berbagai adat budaya di berbagai agama, suku, dengan bentuk dan besaran yang beraneka ragam. Belum lagi jika menilik sistem sosial yang berlaku di masyarakat, baik itu patriaki dan matriarki.
Namun paling tidak jika sistem sosial yang berlaku, maka mahar secara ada dalam berbagai budaya, dan Islam secara eksplisit menampilkannnya. Tentu makna inplisit juga ada atas teks yang ada. Dalam Islam harga mahar memiliki syarat yang harus terpenuhi oleh calon suami yang diberikan kepada calon istri. Yakni; harta atau bendanya berharga, barangnya suci dan bisa kita ambil manfaat. Milik sendiri bukan milik orang lain, bukan barang ghosob, dan tidak boleh berupa sesuatu yang tidak kita ketahui bentuk, jenis dan sifatnya.
Harga Mahar menurut para Ulama
Mahar menjadi salah satu kewajiban pertama suami kepada istri, bukan hadiah atau seserahan. Dalil mengenai mahar telah dinisbatkan dalam al Qur’an ayat An Nisa ayat 4
”Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”
Allah Swt melarang suami menarik kembali mahar yang telah mereka berikan kepada istri. Bahkan perbuatan tersebut merupakan salah satu kedzaliman. Hal ini sesuai firman-Nya di QS. An-Nisa ayat 20 dan 21.
Banyak hadist yang berbicara tentang mahar, misalnya hadist yang berasal dari Sahal bin Sa’ad al Sa’idi bahwa ”hendaklah seorang menikah meskipun (hanya dengan mahar) sebuah cincin yang terbuat dari besi. (HR Bukhari). Ini menujukkan tentang mahar yang memudahkan sesuai dengan kemampuan. Atau hadist yang riwayat Ibnu Abbas “sebaik-baiknya wanita (istri adalah yang tercantik wajahnya dan termurah maharnya).” (HR Baihaqi).
Para ulama fikih telah mendefinisikan mahar. Misal mazhab Hanafi mendefinisikan, bahwa mahar itu adalah harta yang wajib atas suami ketika berlangsungnya akad nikah sebagai imbalan dari kenikmatan seksual yang ia terima. Menurut madzhab Maliki Mahar adalah sebagai sesuatu yang menjadikan istri halal untuk ia gauli. Istri diperbolehkan menolak untuk ia gauli kembali sebelum menerima maharnya itu. Walaupun telah pernah terjadi persetubuhan sebelumnya.
Mazhab Hambali menyatakan bahwa mahar adalah sebagai imbalan suatu perkawinan, baik ia sebutkan secara jelas dalam akad nikah. Lalu penentuannya setelah akad dengan persetujuan kedua belah pihak. Maupun penentuannya oleh hakim. Mazhab Syafi’i mengemukakan mahar sebagai sesuatu yang wajib terbayarkan sebab akad nikah atau senggama.
Dari rujukan al Qur’an, al hadist dan pendapat ulama, maka dasar tentang harga mahar melahirkan ketetapan dalil dari Ijma’ yang menyatakan bahwa mahar wajib hukumnya tanpa adanya perselisihan (khilaf), ketetapan itu di sepakati oleh para ulama.
Jenis dan Ketentuan Mahar
Para ulama membagi mahar menjadi mahar Musamma dan Mahar Mitsil. Mahar Musamma; mahar yang telah jelas ketetapan bentuk dan jumlahnya dalam shighat akad. Mahar ini terdiri dari mahar Musamma Mu’ajjal, yakni mahar yang segera diberikan dan ini terhukumi sunnah dalam Islam.
Sedangkan Mahar Musamma Ghair Mu’ajjal adalah mahar yang telah ditetapkan bentuk dan jumlahnya, namun tidak segera dibayarkan atau ditangguhkan pembayarannya.
Mahar Mitsil adalah mahar yang tidak disebutkan jenis jumlahnya pada waktu akad, maka kewajibannya adalah membayar mahar sebesar mahar yang perempuan lain terima dalam keluarganya. Dengan kemungkinan yang ada misal suami tidak ada menyebutkan sama sekali mahar atau jumlahnya, suami menyebutkan mahar musamma. Namun mahar tersebut tidak memenuhi syarat ketentuan. Atau mahar tersebut cacat dan suami ada menyebutkan mahar musamma, namun kemudian berselisih di antara keduanya.
Mahar yang sakral nan memudahkan
Ada suatu hal yang tidak mustahil jika terjadi tidak sah atau gugur hak mahar karena; pertama, terjadi perpisahan antara suami istri sebelum terjadi persetubuhan. Kedua, terjadi khulu’ (gugat cerai, yakni cara melepaskan ikatan pernikahan yang idenya datang dari pihak istri. Ketiga, istri menyerahkan sepenuhnya mahar tersebut kepada suaminya meskipun mahar itu belum suaminya bayar.
Bentuk/ide untuk mengemas mahar sangat beragam misal dengan kolase, uang Koin, frame bouquet, mata uang asing, surat cinta, terrarium, foto atau gambar, Inisial, hasil Karya, peralatan hobi dan lain sebagainya.
Mahar diberikan calon suami ke calon istri sebagai simbol cinta. Tentu itu bisa dibicarakan secara mendalam dan penuh dengan kadar kesalingan serta keromantisan. Ini memiliki makna “aku milikku, dan kamu milikmu, kita saling memiliki”. Karenanya sangat penting membicarakan mahar dengan saling terbuka, belajar membaca memenuhi hak kewajiban sebagai suami-istri, dan mahar dalam Islam sangat memudahkan.
Menelisik tentang harga mahar ini menandakan bahwa menghormati dan memuliakan perempuan merupakan keharusan. Terlebih dengan landasan cinta kasih, bukan sebagai pembayar harga perempuan. Dan mahar ini merupakan pemberian dengan penuh kerelaan, sertatanggung jawab.
Hal ini juga menjadi itikad baik untuk mewujudakan pernikahan Sakinah mawaddah wa rahmah. Ini jelas akan membuktikan bahwa memang benar bahwa pernikahan adalah kunci menuju surga seperti petuah bijak Rabi’ah Al-Adawiyah. Semoga. []