Kamis, 16 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

    Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

    Jurnalis Santri

    Sambut Hari Santri Nasional 2025, Majlis Ta’lim Alhidayah Gelar Pelatihan Jurnalistik Dasar untuk Para Santri

    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Fasilitas Ramah Disabilitas

    Teguhkan Komitmen Inklusif, Yayasan Fahmina Bangun Fasilitas Ramah Disabilitas

    UIN SSC Kampus Inklusif

    UIN SSC Menuju Kampus Inklusif: Dari Infrastruktur hingga Layanan Digital Ramah Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Hak Milik dalam Relasi Marital

    Hak Milik dalam Relasi Marital, Bagaimana?

    Media Alternatif

    Media Alternatif sebagai Brave Space dalam Mainstreaming Isu Disabilitas

    Disabilitas intelektual

    Melatih Empati pada Teman Disabilitas Intelektual

    Alam

    Menjaga Alam, Menyelamatkan Ekosistem

    Diplomasi Iklim

    Ekofeminisme dalam Diplomasi Iklim

    Korban Kekerasan Seksual

    Membela Korban Kekerasan Seksual Bukan Berarti Membenci Pelaku

    Rumah Tangga atas

    Teladan Rasulullah Saw: Rumah Tangga Dibangun atas Dasar Saling Berbuat Baik

    Menjaga Lingkungan

    POV Islam dalam Menjaga Lingkungan

    Akhlak Mulia dalam

    Bakti Suami dan Istri: Akhlak Mulia dalam Relasi Rumah Tangga

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Kemaslahatan dalam

    3 Prinsip Dasar Kemaslahatan dalam Perspektif Mubadalah

    Kemaslahatan Publik

    Kemaslahatan Publik yang Mewujudkan Nilai-nilai Mubadalah

    Politik

    Politik itu Membawa Kemaslahatan, Bukan Kerusakan

    Kepemimpinan

    Kepemimpinan Itu yang Mempermudah, Bukan yang Memersulit

    Kepemimpinan

    Kepemimpinan dalam Perspektif Mubadalah

    Keluarga sebagai Pertama dan Utama

    Menjadikan Keluarga sebagai Sekolah Pertama dan Utama

    Memperlakukan Anak Perempuan

    Rasulullah, Sosok Tumpuan Umat Manusia dalam Memperlakukan Anak Perempuan

    Akhlak Mulia

    Ketika Akhlak Mulia Menjadi Fondasi Relasi Suami Istri

    Taat dan Berbakti

    Bukan Hanya Istri, Suami Pun Harus Taat dan Berbakti

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

    Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

    Jurnalis Santri

    Sambut Hari Santri Nasional 2025, Majlis Ta’lim Alhidayah Gelar Pelatihan Jurnalistik Dasar untuk Para Santri

    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Fasilitas Ramah Disabilitas

    Teguhkan Komitmen Inklusif, Yayasan Fahmina Bangun Fasilitas Ramah Disabilitas

    UIN SSC Kampus Inklusif

    UIN SSC Menuju Kampus Inklusif: Dari Infrastruktur hingga Layanan Digital Ramah Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Hak Milik dalam Relasi Marital

    Hak Milik dalam Relasi Marital, Bagaimana?

    Media Alternatif

    Media Alternatif sebagai Brave Space dalam Mainstreaming Isu Disabilitas

    Disabilitas intelektual

    Melatih Empati pada Teman Disabilitas Intelektual

    Alam

    Menjaga Alam, Menyelamatkan Ekosistem

    Diplomasi Iklim

    Ekofeminisme dalam Diplomasi Iklim

    Korban Kekerasan Seksual

    Membela Korban Kekerasan Seksual Bukan Berarti Membenci Pelaku

    Rumah Tangga atas

    Teladan Rasulullah Saw: Rumah Tangga Dibangun atas Dasar Saling Berbuat Baik

    Menjaga Lingkungan

    POV Islam dalam Menjaga Lingkungan

    Akhlak Mulia dalam

    Bakti Suami dan Istri: Akhlak Mulia dalam Relasi Rumah Tangga

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Kemaslahatan dalam

    3 Prinsip Dasar Kemaslahatan dalam Perspektif Mubadalah

    Kemaslahatan Publik

    Kemaslahatan Publik yang Mewujudkan Nilai-nilai Mubadalah

    Politik

    Politik itu Membawa Kemaslahatan, Bukan Kerusakan

    Kepemimpinan

    Kepemimpinan Itu yang Mempermudah, Bukan yang Memersulit

    Kepemimpinan

    Kepemimpinan dalam Perspektif Mubadalah

    Keluarga sebagai Pertama dan Utama

    Menjadikan Keluarga sebagai Sekolah Pertama dan Utama

    Memperlakukan Anak Perempuan

    Rasulullah, Sosok Tumpuan Umat Manusia dalam Memperlakukan Anak Perempuan

    Akhlak Mulia

    Ketika Akhlak Mulia Menjadi Fondasi Relasi Suami Istri

    Taat dan Berbakti

    Bukan Hanya Istri, Suami Pun Harus Taat dan Berbakti

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Bagaimana Toxic Masculinity Membunuh Laki-laki?

Toxic masculinity membuat laki-laki sulit mengekspresikan apa yang dirasakan karena malu

Lizza Zaen Lizza Zaen
13 September 2021
in Publik
0
Laki-laki

Laki-laki

412
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Laki-laki kerap dipandang sebagai sosok yang harus tegas, berani, tidak boleh klemar klemer, cengeng, dan suka mengadu. Laki-laki harus kuat dan tidak terkalahkan oleh perempuan. Saya kerap menjumpai anak laki-laki menangis, kemudian orangtuanya atau orang yang menenangkannya langsung berkata “cup, cup, jangan nangis, laki-laki nggak boleh nangis, laki-laki kok cengeng.”

Pandangan terhadap laki-laki tersebut menjadi norma gender yang dianggap biasa. Padahal sebenarnya dalam diri laki-laki dan perempuan sama-sama ada sifat feminin dan maskulin. Kedua sifat tersebut merupakan hal yang bermanfaat bagi setiap individu.

Sandra L. Bem (1974) menjelaskan bahwa kedua sifat tersebut dimiliki oleh setiap manusia. Sifat maskulin identik dengan cara berpikir rasional, berani, bertanggungjawab dan melindungi. Sedangkan sifat feminin contohnya kelemahlembutan, keibuan, pandai merawat, penyayang dan sabar. Kedua sifat tersebut merupakan hal yang lumrah dan manusiawi pada setiap individu.

Sayangnya, maskulinitas yang berkembang di masyarakat berubah menjadi norma gender, bukan lagi sekedar sifat. Kemudian, maskulinitas jadi dilebih-lebihkan dan cenderung menjadi toxic masculinity atau maskulinitas beracun. Laki-laki dipandang sebagai sosok yang berani, namun keberanian tersebut kadang membuat laki-laki senang mendominasi. Demikian keberanian tersebut bisa berubah menjadi toxic masculinity jika tidak disikapi dengan bijak.

Kita bisa melihat adanya toxic masculinity yang terjadi dalam kasus perundungan dan pelecehan di KPI Pusat yang masih hangat diperbincangkan.  Saat ini, kasus perundungan dan pelecehan seksual tersebut masih dalam tahap penyidikan. Terlepas apakah para pelaku tersebut terbukti bersalah atau tidak, langkah pertama yang perlu dilakukan memang mendengarkan pihak korban terlebih dahulu untuk proses penyelidikan.

Dalam kasus perundungan dan pelecehan seksual tersebut, korban dan pelaku sama-sama lelaki. Pada waktu itu, MS selaku korban sudah berusaha melapor ke polisi, serta memohon keadilan pada atasannya, namun para pelaku tidak kunjung ditindak tegas. Apa yang dialami oleh MS tidak dianggap serius oleh pihak kepolisian. Bahkan, laporan MS  pada waktu itu tidak diproses.

Sikap yang tidak responsif dari pihak berwajib membuat MS bertanya-tanya, apakah kasus ini tidak dianggap serius karena korbannya adalah laki-laki. Disisi lain, MS pun dicaci dan dihina oleh para pelaku sebagai pengadu hingga dikatai “Banci Lu!” karena MS mengadukan perbuatan para pelaku pada atasan. Padahal perbuatan para pelaku tersebut oleh Komnas HAM dianggap sebagai kejahatan atau tindak pidana.

Selain MS, ada hal ironi yang baru-baru ini terjadi, yakni penyambutan meriah terhadap bebasnya SJ selaku mantan napi kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur dari penjara. Penyambutan yang berlebihan tersebut justru menjadi bentuk glorifikasi (pemuliaan) dan normalisasi pelaku kekerasan seksual.

Saya tidak habis pikir kenapa mantan napi kekerasan seksual disambut semeriah itu bak atlit pemenang olimpiade. Apakah ini terjadi karena korbannya lelaki sehingga banyak orang yang mudah mengabaikan perasaan korban begitu saja?

Menurut saya, apa yang terjadi pada MS merupakan salah satu dampak dari toxic masculinity. Kenapa? Para pelaku yang merupakan laki-laki seolah menganggap perundungan dan pelecehan yang dilakukan pada korban yang juga laki-laki hal yang biasa saja. Bisa jadi, apa yang dilakukan pelaku merupakan candaan yang dianggap normal terjadi di lingkungan sekitarnya, mengingat perundungan dan pelecehan ini diketahui banyak pihak.

Kerap kali guyonan antar laki-laki yang melibatkan kekerasan fisik dianggap lumrah. Saya kerap mendengar tanggapan orang terkait kebiasaan anak laki-laki yang terlibat tawuran dan adu jotos. Kalimat yang sering terdengar “ah, biasa, namanya anak laki-laki berantem mah udah biasa.” Laki-laki secara fisik dianggap kuat sehingga wajar jika laki-laki terlibat dalam perekelahian. Hal ini tentunya seperti menormalisasi kekerasan dalam kehidupan laki-laki sebagai ajang adu kekuatan dan keberanian.

Disisi lain, dalam kasus kekerasan seksual, sosok laki-laki yang dianggap kuat lebih mungkin dianggap sebagai pelaku daripada korban. Hal ini terjadi karena adanya anggapan bahwa perempuan itu lemah dan hanya perempuan yang mungkin menjadi korban kekerasan seksual. Laki-laki dianggap bisa melawan tindakan kekerasan seksual karena laki-laki kuat. Jadi tidak mungkin rasanya jika laki-laki menjadi korban kekerasan seksual.

Faktanya, laki-laki juga bisa menjadi korban kekerasan seksual. Laki-laki tidak boleh diam saja jika dirinya menjadi korban kekerasan seksual. Pada dasarnya, kekerasan seksual adalah kejahatan atau tindakan kriminal. Siapapun korbannya, berhak melapor dan mendapat keadilan. Siapapun pelakunya, kekerasan seksual tetaplah kejahatan apalagi jika menimbulkan kerugian moril dan materiil.

Toxic masculinity membuat laki-laki sulit mengekspresikan apa yang dirasakan karena malu. MS sendiri sebagai korban mengalami banyak dilema. Sebagai laki-laki dewasa, seorang ayah dan suami, dan tulung punggung keluarga, MS harus bertahan di tempat kerja yang merupakan TKP perundungan dan pelecehan yang dialaminya.

MS hanya bisa menangis sendiri, meratapi apa yang terjadi selama bertahun-tahun terhadap dirinya. MS berusaha mengadu dan meminta perlindungan kesana kemari, namun tidak ada respon yang pasti. Bahkan, dengan keberaniannya saat ini, MS masih harus berhadapan dengan pelaku yang menggunakan pasal UU ITE untuk menjerat MS yang berani mengungkap identitas para pelaku ke publik.

Demikian toxic masculinity ini kemudian membunuh laki-laki sendiri secara perlahan. Apa yang dilakukan oleh MS merupakan suatu keberanian melawan kultur kekerasan dan toxic masculinity yang menempel pada laki-laki. Secara tidak disadari, apa yang terjadi pada MS sebenarnya tidak beda jauh dengan perpeloncoan yang kerap terjadi pada masa-masa orientasi siswa atau mahasiswa yang pernah terjadi di negeri ini.

Perundungan dan pelecehan yang terjadi di KPI Pusat yang diketahui staff lainnya, membuat saya kembali berpikir. Jangan-jangan kejadian yang menimpa MS ini merupakan misteri gunung es? Apakah ada MS-MS yang lain yang bungkam akibat kondisi yang dilematis? Apakah senioritas, kultur kekerasan dan pelecehan seksual masih langgeng dalam dunia kerja dan pendidikan?

Keberanian MS untuk bersuara merupakan sebuah pertanda bahwa laki-laki tidak semestinya terus melanggengkan praktik kekerasan. Laki-laki tidak layak mendapat siksa fisik. Laki-laki bisa menjadi korban kekerasan seksual. Maskulinitas yang perlu digunakan adalah sifat melindungi, bukan untuk mengintimidasi sesama laki-laki dan perempuan.

Laki-laki berhak menangis, bersedih dan sambat ketika mengalami masalah, karena hal tersebut lumrah dan manusiawi. Hal ini seperti penggalan lirik lagu berjudul Air Mata dari DEWA sebagai berikut,

Menangislah bila harus menangis…

Karena kita semua manusia…

Laki-laki berhak mendapat bantuan dan perlindungan jika menjadi korban kejahatan, sama halnya dengan perempuan. Laki-laki dan perempuan sama di mata Tuhan, demikian pula idealnya sama di mata hukum. Tidak ada yang namanya normalisasi kejahatan, khususnya kekerasan seksual. Laki-laki dan perempuan sama-sama membutuhkan pengesahan RUU PKS agar tercipta ruang aman dimanapun berada. []

Tags: bullyingCegah Kekerasan SeksualFemininKasus kekerasankorban kasus kekerasanKPIKPI PusatLaki-laki dan perempuanmaskulinmaskulinitasMSpelecehan seksualPerlindungan KorbanRelasi ToxicRUU PKSSahkan RUU PKSSJstop bullyingtoxic masculinity
Lizza Zaen

Lizza Zaen

Ibu-ibu doyan nulis yang tergabung dalam Wadon Dermayu Menulis

Terkait Posts

Surga yang Maskulin
Hikmah

Menggugat Tafsir Surga yang Sangat Maskulin

8 Oktober 2025
Kenikmatan Surga
Hikmah

Ketika Surga Terlalu Maskulin: Menafsir Ulang Kenikmatan Surga bagi Laki-laki dan Perempuan

8 Oktober 2025
Dhawuh Kiai
Publik

Di Bawah Bayang-bayang Dhawuh Kiai: Bagian Satu

11 Agustus 2025
Pelecehan Seksual
Publik

Sekolah Tak Lagi Aman: Ketika Sekolah Memilih Bungkam Saat Terjadi Kasus Pelecehan Seksual

10 Agustus 2025
Kepedihan Lelaki
Personal

Ukhti, Kalian Mesti Pahami Kepedihan Lelaki

2 Agustus 2025
Marzuki Wahid
Aktual

Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

6 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bon Appetit Your Majesty

    Gastrodiplomasi dalam Balutan Drama Bon Appetit Your Majesty

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hak Milik dalam Relasi Marital, Bagaimana?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kemaslahatan Publik yang Mewujudkan Nilai-nilai Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Prinsip Dasar Kemaslahatan dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 3 Prinsip Dasar Kemaslahatan dalam Perspektif Mubadalah
  • Hak Milik dalam Relasi Marital, Bagaimana?
  • Kemaslahatan Publik yang Mewujudkan Nilai-nilai Mubadalah
  • Gastrodiplomasi dalam Balutan Drama Bon Appetit Your Majesty
  • Politik itu Membawa Kemaslahatan, Bukan Kerusakan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID