Mubadalah.id – Hidup menurut Nabi adalah bagaikan sebuah perjalanan dan setiap orang bagaikan pengembara di belantara raya kehidupan bumi. Mereka di sini hanyalah bernaung sesaat saja. Untuk kemudian meniti banyak jalan menuju surga. Ibnu Mas’ud Seorang sahabat Nabi menceritakan kepada kita :
وعن عبدِاللَّه بنِ مَسْعُودٍ قَالَ: نَامَ رسولُ اللَّه ﷺ عَلَى حَصيرٍ، فَقَامَ وَقَدْ أَثَّرَ في جَنْبِهِ، قُلْنَا: يَا رَسُولَ الله، لوِ اتَّخَذْنَا لكَ وِطَاءً، فقال: مَا لي وَللدُّنْيَا؟ مَا أَنَا في الدُّنْيَا إِلَّا كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ، ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا رواه الترمذي وَقالَ: حديثٌ حسنٌ صحيحٌ.
“Nabi tidur di atas tikar. Ketika bangun, tampak di tubuhnya bekas cetakan tikar. Aku mengatakan: “Wahai Nabi, bolehkah kami ambilkan kasur untukmu?”. Nabi menjawab : “Apalah artinya aku dan kehidupan di dunia ini. Di sini aku hanyalah bagaikan pengembara yang bernaung untuk istirahat sementara di bawah pohon. Sesudah itu berangkat lagi dan meninggalkan tempat itu”.
Sebuah syair mengatakan :
هَبِ الدّنْيا تُساقُ إلَيْكَ عَفْواً
أليس مصير ذاك إلى الزوال
ومــــادنــيـاك إلا مــثـل ظـــل .
أظلك حينـاً ثـم آذن بالـــزوال
Biarkan dunia mengantarkanmu kemana saja
Tetapi bukankah pada akhirnya ia akan hilang lenyap
Dunia bagaikan sebuah payung
Ia menanungimu sesaat saja
Lalu membiarkanmu berangkat lagi
Pertanyaan penting kita adalah jalan manakah yang paling baik untuk kita tempuh menuju kembali kepada Allah? Para ulama dan para bijak bestari (hukama) mengajarkan kepada kita bahwa sesungguhnya banyak jalan menuju kepada-Nya.
Tetapi jalan yang terbaik menuju surga, termudah dan tercepat yang dapat mengantarkan kepada tempat persinggahan terakhir kita, kembali kepada Tuhan, tempat kita berasal, dengan nyaman adalah memberikan pelayanan yang baik dan membagikan kegembiraan kepada manusia serta meniadakan atau mengurangi penderitaan mereka.
Sufi besar Abu Sa’id Ibn Abi al-Khair (w. 1049) ketika dia ditanya santrinya “Ma ‘Adad al-Thariq Min al-Khalq Ila al-Haqq” (berapa banyakkah jalan manusia menuju Tuhan?), dia menjawab:
سئل شيخنا: ما عدد الطرق من الخلق إلى الحق؟ . فقال: -فى رواية-أكثر من ألف طريق، و قال-فى رواية أخرى-: الطريق إلى الحق بعدد ذرات الموجودات، و لكن ليس هناك طريق أقرب و أفضل و أسرع من العمل على راحة شخص. و قد سرت فى هذا الطريق، و إننى أوصى الجميع به.
أسرار التوحيد في مقامات أبي سعيد
”Ada lebih dari seribu jalan, di tempat lain ia mengatakan jalan itu sebanyak partikel yang ada di alam semesta ini. Akan tetapi jalan yang terpendek, terbaik dan tercepat menuju Dia adalah memberi kenyamanan kepada orang lain. Aku menempuh jalan ini dan aku selalu memesankan ini kepada semua orang”. (Asrar al-Tauhid fi Maqaamaat Abi Sa’id, h. 327-327).
Jawaban Syeikh Abu Sa’id ini tampaknya diinspirasi oleh pernyataan Nabi ketika ditanya siapakah muslim itu? beliau menjawab : “Al-Muslimu Man Salima al-Muslimun min Lisanihi wa Yadihi” (Seorang muslim adalah dia yang kehadirannya membuat orang lain merasa nyaman, tidak terganggu oleh kata-kata yang melukai dan tindakannya yang menyakitkan).”
Sebuah catatan kenangan dari tahun 2016. []