• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Belajar Kesetaraan dari Kegiatan Human Library NTB

Salah satu buku hidup di kegiatan human library bercerita mengenai tugas domestik yang tidak hanya menjadi tugas perempuan, namun laki-laki juga

Raehanun Raehanun
05/03/2024
in Pernak-pernik
0
Human Library

Human Library

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kesetaraan seringkali disalah artikan oleh banyak orang. Kata ini kerap terkait dengan masalah kodrat. Di mana kodrat perempuan dan laki-laki memiliki perbedaan. Ketika perempuan melakukan pekerjaan yang sering kali dilakukan laki-laki maka masyarakat langsung memberikan stempel keluar dari kodratnya, dan begitupula sebaliknya. Lantas bagaimana kegiatan human library mengajarkan kesetaraan?

Kegiatan human library yang digaungkan untuk pertama kalinya di NTB. Kegiatan ini terlaksana pada 2-3 Maret 2024. Peserta yang mendaftar berasal dari seluruh wilayah NTB, bahkan sampai luar daerah. Melalui seleksi yang ketat, maka terpilihlah 20 pemuda-pemudi NTB yang layak mendapatkan pelatihan human library yang diadakan di Labuhan Haji, Lombok Timur.

Sejarah Berdirinya Human Library

Human Library berasal dari bahasa Inggris. Di mana human berarti manusia dan library berarti perpustakaan, maka human library dapat kita artikan perpustakaan manusia. Melansir dari kumparam.com, human library Ronni Albergel dirikan bersama saudaranya Dany dan dua temannya yang bernama Asma Mauna serta Christoffer Erichsen pada tahun 2000.

Human library atau yang biasa kita sebut menneskebiblioteket dalam bahasa Denmark. Yaitu satu-satunya perpustakaan di dunia yang menghadirkan buku hidup melalui obrolan tatap muka.

Di awal mengenalkan konsep The Human Library, Ronni membuat acara selama 4 hari berturut-turut dengan durasi selama 8 jam setiap harinya. Ada lebih 50 kisah manusia yang diceritakan langsung dalam acara itu. Ronni menyebut kisah-kisah manusia tersebut sebagai judul buku dan pengunjung yang hadir sebagai pembaca.

Baca Juga:

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Kegiatan pelatihan Human Library

Kegiatan human library atau yang biasa kita sebut perpustakaan hidup ini terlaksana selama 2 hari penuh. Para peserta yang terdiri dari 20 pembaca dengan berbagai latar belakang pendidikan melakukan kemah di daerah Lembah Hijau, Desa Ijo Balit, Kecamatan Labuan Haji, Kabupaten Lombok Timur. Kegiatan ini disponsori oleh LSA (Lembaga Sinergi Analitika), Perpustakaan Lembah Hijau dan Jejak Aksara Publisher.

Pada hari pertama peserta mengenali terlebih dahulu dengan teori dan sejarah human library. Setelah paham barulah melakukan praktik, berpasangan dua orang secara random. Laki-laki dan perempuan bisa menjadi pasangan sebagai pembaca dan buku. Panitia memberikan jeda waktu 30 menit untuk membaca buku hidup yang berada di hadapan para peserta.

Sebagai simulasi, panitia memberikan waktu 15 menit sebagai buku yang sedang kita baca, dan 15 menit kemudian sebagai pembaca. Pembaca boleh mengajukan berbagai pertanyaan kepada buku, tentu saja dengan tidak melewati batasan yang telah kita sepakati bersama. Laki-laki ataupun perempuan semua memiliki kesempatan untuk menjadi pembaca dan buku.

Memahami Psikologi Buku Hidup

Namun tidak hanya itu, setelah materi tentang teori human library, peserta juga terbekali dengan teori komunikasi efektif yang langsung narasumber sampaikan. Ia berprofesi sebagai psikolog. Ternyata kita juga perlu memahami psikologi buku hidup, untuk itulah perlu adanya batasan. Kita juga membutuhkan seni berkomunikasi secara efektif. Di mana terjadi pembicaraan secara dua arah agar praktek human library yang bisa berjalan dengan lebih maksimal.

Peserta juga mendapatkan ilmu cara menulis esai reflektif yang dibarengi dengan praktik. Setelah membaca buku hidup, sangat perlu mengabadikan pengalaman membaca itu dengan menulisnya dalam bentuk esai. Sehingga apa yang peserta dapatkan, bisa terbagi dengan orang banyak melalui sebuah tulisan.

Pada hari kedua, barulah para peserta mempraktikkan ilmu yang telah dibekali pada hari pertama. Panitia sudah mempersiapkan buku hidup dari berbagai wilayah yang ada di NTB dengan berbagai latar pendidikan dan kehidupan. Antara pembaca dan buku terpasangkan secara random melalui lot yang sudah panitia siapkan. Setelah itu, barulah pembaca dan buku hidup melakukan kegiatan ini di tempat yang terpisah atau sesuai dengan kenyamanan mereka.

Kesetaraan dalam Kegiatan Human Library

Dalam praktiknya, human library tidak pernah memandang manusia dari gender, ras, kasta, status sosial, pendidikan, agama, suku bangsa, derajat, latar belakang kehidupan dan segala sesuatu yang bisa menjadi alat pengukur manusia. Mau kita kaya atau miskin, jika sudah masuk praktiknya maka semua memiliki kesamaan.

Biasanya perpustakaan selalu di kaitkan dengan buku-buku yang tersusun rapi di rak-rak besar, namun berbeda lagi dengan perpustakaan manusia. Di mana manusia berkumpul dalam satu tempat dengan membagikan cerita hidup mereka. Dan cerita hidup ini bisa jadi tentang titik balik hidup sesorang, pengalaman pahit, pengalaman menyenangkan dan lainnya.

Dengan adanya kegiatan ini, kita dapat mengetahui bahwa misteri yang terjadi di dunia ini melalui kisah buku hidup yang kita baca. Dan mungkin saja, secara tidak langsung kita sudah mempraktikkannya dengan sesorang yang kita percaya. Namun kita tidak tahu bahwa praktik ini bernama Human Library. Dalam praktik human library ini, kita dapat mengetahui bahwa banyak manusia yang sudah mengenal dan mempraktikkan kesetaraan.

Kisah Buku Hidup di Human Library

Salah satu buku hidup di kegiatan human library bercerita mengenai tugas domestik yang tidak hanya menjadi tugas perempuan, namun laki-laki juga harus memiliki andil di dalamnya. Karena menurutnya, rumah tangga itu berisi dua orang yang harus bekerjasama. Beliau juga selalu ikut andil dalam pengasuhan anak.

Di tengah kesibukan beliau sebagai guru P3K dan petani milenial  tidak membuat beliau menyerahkan semua tanggung jawab masalah rumah tangga dan pengasuhan sepenuhnya kepada istri. Beliau selalu percaya bahwa isteri adalah rezeki terbesar yang Allah titipkan kepadanya. Bahkan alhamdulillahnya, Allah berikan istri yang sangat mendukung dan memahami beliau dalam berbagai hal sehingga beliau bisa sampai seperti saat ini.

Semoga dengan adanya kegiatan human library ini akan lebih banyak lagi buku hidup yang bisa memberikan pembelajaran kepada banyak orang, terutama dalam hal kesetaraan. Sehingga tidak ada lagi yang namanya ketimpangan sosial yang bisa membuat kerugian yang lebih besar pada perempuan. Karena sejatinya, laki-laki dan perempuan itu memiliki derajat yang sama di hadapan Allah swt, yang membedakannya hanyalah kadar iman dan takwa. []

 

Tags: Buku HidupHuman LibraryKesetaraanlaki-lakiperempuanPerpustakaan Manusia
Raehanun

Raehanun

Terkait Posts

Sekolah Tumbuh

Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

4 Juli 2025
Oligarki

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

4 Juli 2025
Islam Harus

Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

3 Juli 2025
Laki-laki dan Perempuan dalam fikih

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

3 Juli 2025
Perceraian untuk

Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

2 Juli 2025
Boys Don’t Cry

Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

2 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kritik Tambang

    Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID