Mubadalah.id – Salah satu keyakinan yang berkembang di masyarakat muslim, bahwa Siti Hawa As itu tercipta dari tulang rusuk Nabi Adam As.
Keyakinan Siti Hawa tercipta dari tulang rusuk ini mengakar sedemikian rupa, sehingga ayat-ayat al-Qur’an yang tidak berbicara hal ini pun, kemudian oleh para ulama menafsirkannya engan kisah yang demikian gamblang mengenai penciptaan Siti Hawa yang berasal dari Nabi Adam As.
Pada gilirannya, Nabi Adam As (lalu semua jenis kelamin laki-laki) dianggap sebagai sumber utama, sementara Siti Hawa (lalu semua jenis perempuan) dianggap cabang, atau bagian dari Nabi Adam As (dan laki-laki).
Padahal, ayat-ayat mengenai penciptaan mengarah kepada manusia secara umum, tidak secara khusus berbicara mengenai Nabi Adam As, tidak juga hanya mengenai manusia laki-laki.
Ayat-ayat yang eksplisit ini yang seharusnya menjadi dasar untuk menegaskan mengenai asal-usul kemanusiaan yang sama antara laki-laki dan perempuan.
Pandangan Nasaruddin Umar
Imam Besar Masjid Istiqlal, KH. Nasaruddin Umar, menganalisis ayat-ayat penciptaan manusia dari berbagai sumber tafsir klasik dan modern, dan membaginya dalam tiga pengelompokan.
Pembagian ini menegaskan bahwa banyak sekali ayat al-Qur’an tentang penciptaan manusia. Yang sama sekali tidak membedakan asal-usul penciptaan antara laki-laki dan perempuan.
Pertama, ayat-ayat tentang penciptaan segala sesuatu (termasuk manusia) dari unsur air (QS. al-Anbiyaa’ (21): 30: QS. al-An’aam (6): 99, QS. an-Nuur (24): 45, dan QS. al-Furqaan (25): 54).
Ayat-ayat ini, setidaknya, menunjukkan bahwa manusia, sebagaimana bagian alam yang lain, memiliki unsur air di dalamnya, sehingga tidak mungkin hidup tanpa unsur tersebut.
Di antara keempat ayat itu, yang paling tegas adalah QS. al-Furqaan (25): 54 sebagai berikut:
“Dan Allah-lah yang menciptakan manusia dari air, lalu Allah jadikan manusia itu (punya) keturunan dan hubungan kekeluargaan. Dan Tuhanmu itu Maha Kuasa.”
Berbeda halnya dari ketiga ayat pertama yang mengungkapkan mengenai segala sesuatu, QS. al-Furqaan (25): 54 ini menggunakan kata “al-basyar”.
Seluruh ulama tafsir mengartikannya sebagai manusia, yang mencakup laki-laki dan perempuan.
Ayat-ayat ini menegaskan tentang kesamaan asal-usul penciptaan laki-laki dan perempuan sebagai manusia, yaitu dari unsur atau mengandung unsur air.
Ayat ini berlaku umum, untuk semua manusia, tanpa memandang perbedaan ras, suku, agama, maupun jenis kelamin.*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Qiraah Mubadalah.