Mubadalah.id – Jika merujuk pandangan Dr. Faqihuddin Abdul Kodir tentang mahar termurah adalah yang terbaik, maka ia menyebutkan bahwa dalam mahar ada dua teks Hadis yang cukup populer terkait hal ini.
Yang satu diriwayatkan Imam Ahmad dan yang lainnya diriwayatkan Imam al-Baihaqi.
Dari Aisyah r.a, Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya, di antara keberkahan seorang perempuan adalah ketika memudahkan lamarannya, maharnya, dan juga rahimnya.” (Musnad Ahmad, no. 25116).
Dari Aisyah r.a bahwa Nabi Saw bersabda, “Sesungguhnya di antara yang paling besar berkahnya di antara para perempuan adalah yang paling mudah dan murah dalam menentukan mahar perkawinannya.” (Sunan alBaihagi, no. 13295).
Dua teks Hadis ini berbicara tentang penentuan mahar yang penuh berkah adalah yang memudahkan bagi pihak laki-laki.
Kata “aisar” dalam Hadis artinya adalah paling mudah dan paling mampu calon mempelai laki-laki lakukan.
Kata ini juga bisa berarti paling sedikit atau ringan. Semua makna dari kata “aisar” (ringan, sedikit, dan mudah) adalah relatif dan tergantung kondisi pihak laki-laki yang menjalankan. Termasuk pihak perempuan yang menerima mahar.
Substansi mahar adalah pemberian yang bersifat sukarela dari calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan. Karena bersifat sukarela, maka yang baik adalah yang benar-benar mencerminkan kesukarelaan tersebut.
Dalam semangat perspektif mubadalah, substansi dari teks-teks Hadis mengenai hal ini adalah mengenai keberkahan dan kebaikan pernikahan yang diawali dan dikelola dengan sukacita, sukarela, kemudahan, keringanan, tenggang rasa, dan kesederhanaan.
Berawal dari mahar yang diberikan laki-laki dan menjadi hak perempuan, yang dianjurkan agar memenuhi sifat-sifat baik tersebut.
Dan dalam seluruh momen kehidupan berumah tangga, dari kedua belah pihak, laki-laki sebagai suami dan perempuan istri.
Sifat dan perilaku sukacita, sederhana, dan ringan tangan dari kedua belah pihak, suami dan istri, akan memudahkan kebaikan dan keberkahan dalam kehidupan rumah tangga mereka. []