Mubadalah.id – Setiap hari, terutama pada saat sebelum tidur dan bagun di pagi hari. Hal yang wajib saya perhatikan pertama kali adalah kondisi “pikiran” saya. Ya berpikiran positif untuk hidup yang lebiih baik.
Bagaimana pun, saya menyadari, jika pikiranlah yang membawa saya mengarah pada tujuan. Pikiranlah yang paling dominan mempengaruhi hidup saya.
Ketika kondisi pikiran saya kacau. Penuh dengan emosi-emosi negatif, entah itu perasaan kecewa, gelisah ataupun keputusasaan. Pada saat itulah, saya harus sesegera mungkin untuk menetralkan pikiran saya.
Jika tidak, semua yang saya lakukan bisa jadi “salah”. Energi yang harusnya saya curahkan untuk sesuatu yang bermanfaat, bisa jadi saya gunakan untuk sesuatu yang sia-sia.
Hal yang saya pelajari dari al-Ghazali dalam Kimiya’us Sa’adah, atau yang orang-orang barat kenal dengan The Alchemy of Happiness adalah, bahwasanya diri kita seperti halnya sebuah kerajaan. Terdapat raja, pedana mentri, walikota, aparat dan rakyat.
Menilik Kitab Kimiya’us Sa’adah
Dalam kitab Kimiya’us Sa’adah, hati kita ibaratkan seperti halnya raja, ialah yang memberikan keputusan. Menjadi simbol akan persatuan diri dan yang berkehendak untuk melakukan sesuatu.
Akal atau pikiran, kita ibaratkan seperti perdana menteri. Ia adalah yang memegang kuasa pemerintahan, ia yang mengatur, menimbang, memutuskan, memberikan arahan dalam bentuk argumentasi rasional dan menentukan langkah kemana dan apa yang akan kita lakukan.
Nafsu kita ibaratkan seperti halnya walikota. Ia bertugas untuk memastikan kesejahteraan diri dengan memperoleh kekayaan, kesenangan dan kepuasan untuk dibagi-bagikan kepada anggota tubuh.
Dan amarah, kita ibaratkan seperti halnya polisi, ia yang menjaga keamanan dan ketertiban suatu sistem. Ia memastikan segala sesuatu berjalan sesuai dengan hukum dan aturan yang seharusnya.
Dari empat pemegang kuasa ini, akal atau pikiran adalah satu entitas yang mempunyai dampak serta yang paling mendominasi dalam mempengaruhi kehidupan kita. Hal ini ditegaskan dengan adanya sebuah hadis yang berbunyi:
“Aku sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku.”
Semua hal yang kita lakukan, entah itu baik dan buruk. Apa yang dilakukan oleh tangan, kaki, indera penglihatan, penciuman, perasa ataupun anggota tubuh lainnya terkoordinasi secara terpusat pada Akal.
Apapun yang anggota tubuh kita lakukan selalu terarfirmasi oleh Akal. Sebelum akhirnya diputuskan oleh hati untuk dikehendaki atau tidaknya sebuah tindakan.
Selain itu, Akal mempunyai sifat yang teleologis, atau yang dalam bahasa Alfred Alder bilang;
“ia mengekspresikan diri dalam upaya keras untuk mendapat satu tujuan.”
Gerakan Pemikiran Baru
Pada awal abad ke-19, Gerakan Pemikiran Baru (New Thought) tumbuh di Amerika Serikat. Gerakan ini berkembang berdasarkan pada ajaran Phineas Quimby yang percaya bahwa penyakit adalah akibat dari suatu pikiran negatif. Maka untuk menyembuhkannya diperlukan kebijaksanaan yang bisa menghancurkan pikiran buruk.
Ajaran Quimby ini bermula, ketika Quimby didiagnosis menderita TBC. Pada saat itu, belum ada obat yang bisa ia andalkan untuk menyembuhkan TBC. Suatu ketika Quimby menunggang kuda, pada saat ia menunggang kuda, ia merasa sangat gembira, dan kegembiraan itu membuat ia merasa terbebas sementara dari penyakitnya. Kejadian itu mendorong Quimby untuk melanjutkan study tentang “Mind over Body”.
Dalam The Quimby Manuscrupts, ia menegaskan;
“Jika aku berhasil mengubah pikiran manusia dengan cukup menyelidikinya, mereka akan melihat bahwa penyakit adalah akibat dari suatu opini, dan kebijaksanaan itulah yang akan menghancurkan opini dan menyembuhkannya. Maka kesembuhan akan dikaitkan dengan Kebijaksanaan yang unggul, bukan kekuatan”.
Tak jauh berbeda, dengan apa yang Sigmund Freud temukan, ia adalah seorang bapak pendiri aliran Psikoanalisis. Di mana Freud menemukan fakta bahwa pada dasarnya perilaku manusia dikendalikan oleh alam bawah sadarnya.
Emosi-emosi negatif juga kerap kali teresepsi dalam alam bawah sadar. Hal inilah yang membuat Sigmund Freud mengembangkan suatu metode psikoterapi asosiasi bebas untuk menguak semua pikiran yang terpendam dalam ketidaksadaran.
Asosiasi Bebas
Dalam pelaksanaannya terapi asosiasi bebas ini, pasien diminta untuk mengatakan semua hal yang ada dalam pikirannya. Semua hal tersebut tidak terkecuali, hal remeh, memalukan, tidak logis dan lain sebagainya.
Dengan asosiasi bebas, terapis akan menemukan “jembatan” untuk memahami konflik mental dan emosi yang pasiennya alami. Meskipun pasien berusaha untuk menyembunyikan suatu topik tertentu, terapis akan bisa menemukan asosiasi atau hubungan secara tidak langsung yang tak terlihat dari ungkapan-ungkapan pasien yang tak sadarkan diri itu.
Melalui interpretasi dari ungkapan-ungkapan pasien, terapis akan mengarahkan persepsi pasien untuk menemukan sebuah jalan keluar dari masalah yang ia sedang hadapi. Tanpa perlu memerlukan obat, hanya dengan berbicara dan mengandalkan kemampuan berpikir pasien, terapis bisa menyembuhkan pasien dari gangguan mental yang ia alami.
Di sini, kita bisa mulai memahami jika kekuatan pikiran sangatlah berpengaruh pada kehidupan kita sehari-hari. Bukan hanya sekedar mempengaruhi kesehatan, tapi hampir keseluruhan aspek kehidupan.
Pikiran seperti halnya sebuah magnet metafisik. Ketika kita berpikiran positif maka hal-hal positif pula yang akan datang pada kita. Begitu pula sebaliknya, ketika kita berpikir negatif, maka hal-hal negatif pula yang akan datang pada kita.
Semua yang kita lakukan bersumber dari pikiran. Apa yang kita pikirkan adalah sesuatu yang mengarahkan kita pada tujuan. Dan tujuan, sama seperti halnya dengan takdir, ia menentukan, menetapkan dan memastikan akan nasib yang akan kita alami di kehidupan. Berhati-hatilah dengan pikiranmu sendiri. []