• Login
  • Register
Kamis, 3 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

Seolah-olah poligami dan menuntut istri tunduk mutlak pada suami merupakan kebenaran yang tak terbantahkan. Padahal, ini hanyalah cara membungkam perempuan agar tetap diam dalam ketidakadilan.

Salma Nabila Salma Nabila
03/07/2025
in Publik
0
Poligami atas

Poligami atas

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Beberapa waktu lalu, potongan video YouTube Narasi TV tentang sosok “mentor poligami” beberapa kali muncul di linimasa media sosial saya. Rasa penasaran mendorong saya menonton versi lengkap video tersebut.

Dalam tayangan tersebut, muncul seorang tokoh agama bernama Kiai Hafidin, atau yang lebih dikenal sebagai Coach Hafidin. Dalam wawancaranya bersama tim Narasi, ia memperkenalkan diri sebagai pelaku poligami dengan empat istri dan dua puluh lima anak.

Tak hanya itu, ia juga menyebut dirinya sebagai mentor poligami berbayar, melalui webinar dan pelatihan yang ia kampanyekan.

Pertanyaan yang langsung terlintas di kepala saya adalah, apa sebenarnya isi dari program mentoring ini? Apakah program ini mengajarkan para suami untuk bersikap adil, mendengarkan pendapat istri, dan berbagi beban rumah tangga? Atau justru sebaliknya?

Ketika saya mengulik lebih jauh, fakta yang cukup mengejutkan muncul. Peserta utama dari program ini ternyata bukan para suami yang ingin berpoligami, melainkan para istri atau calon istri yang akan dipoligami.

Taat dan Patuh

Dalam praktik mentoring-nya, coach Hafidin berulang kali menekankan kepada para peserta perempuan bahwa ketaatan dan kepatuhan mutlak kepada suami adalah sebuah kewajiban. Ia mengajarkan bahwa ketaatan itu akan mendatangkan pahala dari Allah SWT.

Baca Juga:

Dokumen Abu Dhabi: Warisan Mulia Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Tayyeb Bagi Dunia

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

Islam adalah Agama Kasih: Refleksi dari Buku Toleransi dalam Islam

Menjembatani Agama dan Budaya: Refleksi dari Novel Entrok Karya Oky Madasari

Bahkan, ketika suami bersikap tidak baik, menurutnya, istri tak perlu marah karena pengabdian kepada suami adalah bagian dari ibadah kepada Tuhan.

Pernyataan seperti itu jelas mengusik nalar saya. Mengapa hanya istri yang dituntut untuk melayani dan menyenangkan suami, sementara suami tak mendapat tuntutan serupa? Bahkan ketika suami bersikap buruk, istri diminta untuk bersabar dan tetap senyum demi pahala?

Padahal, dalam Islam, relasi suami-istri seharusnya mereka bangun atas dasar cinta dan kasih sayang, bukan dominasi satu pihak atas yang lain. Sebagaimana dalam QS. Ar-Rum ayat 21:

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةًۗ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu kasih sayang dan rahmat.” (QS. Ar-Rum ayat 21)

Dalam ayat ini, tak ada konsep ketaatan mutlak istri kepada suami. Yang ayat ini tekankan justru adalah kehangatan relasi, ketenteraman, dan kasih sayang yang seimbang dari kedua belah pihak.

Narasi Patriarkis Berkedok Agama

Konsep tunduk mutlak yang digaungkan oleh coach Hafidin dalam bisnis mentoring hanyalah cerminan dari cara pikir patriarkis. Sayangnya, pandangan seperti ini sering kali dibungkus dengan narasi agama.

Seolah-olah poligami dan menuntut istri tunduk mutlak pada suami merupakan kebenaran yang tak terbantahkan. Padahal, ini hanyalah cara membungkam perempuan agar tetap diam dalam ketidakadilan.

Sistem patriarki semacam ini membuat perempuan tidak berdaya dan lemah. Terlebih ketika disodori perasaan bersalah. Jika menolak, maka ia dianggap melawan perintah agama dan kehilangan pahala.

Alhasil, banyak istri yang sebetulnya tidak rela suaminya menikah lagi, tapi atas nama kepatuhan, mau tidak mau akhirnya ia pun mengizinkan dan pura-pura ridha dengan kehadiran perempuan lain di rumah tangganya. Mengerikan bukan?

Di sisi lain, konsep tunduk mutlak seperti ini juga sebetulnya sangat dekat dengan bentuk penghambaan. Ketika ketaatan pada suami adalah surga, apakah ini tidak menjurus pada penghambaan kepada manusia?

Padahal sangat jelas bahwa dalam Islam, kita hanya Tuhan perintahkan untuk menyembah kepada-Nya, bukan kepada sesama makhluk Tuhan, termasuk pada laki-laki.

Kemudian, ketika para istri dicekoki doktrin agar bersabar dan merelakan suami menikah lagi, bahkan diiming-imingi surga, bukankah ini justru pelemahan posisi perempuan dalam rumah tangga?

Menggunakan Teks Al-Qur’an

Di sisi lain, coach-coach poligami semacam Hafidin ini juga sering kali menggunakan teks ayat al-Qur’an untuk menguatkan pemahamannya. Padahal jika merujuk website konsultasisyariah.com, tidak ada dalil dari al-Qur’an maupun hadits shahih yang menyatakan bahwa istri yang rela poligami.

Jika memang benar demikian, maka tentu Nabi Muhammad tidak akan menampakkan keberatan ketika mendengar Ali bin Abi Thalib hendak menikah lagi saat masih bersama Fatimah.

Kita juga tidak akan melihat Sayyidah Fatimah, perempuan yang salehah dan kita kenal taat beragama menunjukkan kesedihan atas niat itu. Tapi nyatanya, peristiwa tersebut justru menunjukkan bahwa rasa tidak rela dan kesedihan atas poligami adalah hal yang manusiawi, bahkan pada perempuan paling mulia sekalipun.

Masih dalam nafas yang sama, Prof. Quraish Shihab juga menyampaikan bahwa, “Ketika perempuan hanya dituntut sabar dalam rumah tangga yang tidak adil, dan janji surga dijadikan alat penenang, maka yang tertinggal hanyalah kerangka agama, bukan ruh keadilannya.”

Dan ya, saya sepakat. Agama semestinya membebaskan, bukan membelenggu. Memberi rasa tenteram, bukan memaksa tunduk. Karena pada akhirnya, rumah tangga yang adil hanya bisa keduanya bangun di atas relasi yang setara, berkesalingan dan tidak ada kekerasan dalam bentuk apapun. Fisik, psikis, ekonomi, sosial dan juga spiritual. []

Tags: agamabisnisMenjual Narasi PatriarkismentoringNamapoligami
Salma Nabila

Salma Nabila

Saya adalah Mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon.

Terkait Posts

Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Konten Kesedihan

Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

3 Juli 2025
SAK

Melihat Lebih Dekat Nilai Kesetaraan Gender dalam Ibadah Umat Hindu: Refleksi dari SAK Ke-2

2 Juli 2025
Wahabi Lingkungan

Ironi: Aktivis Lingkungan Dicap Wahabi Lingkungan Sementara Kerusakan Lingkungan Merajalela

2 Juli 2025
Kebencian Berbasis Agama

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

2 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Konten Kesedihan

    Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim
  • Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID