Minggu, 12 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Fasilitas Ramah Disabilitas

    Teguhkan Komitmen Inklusif, Yayasan Fahmina Bangun Fasilitas Ramah Disabilitas

    UIN SSC Kampus Inklusif

    UIN SSC Menuju Kampus Inklusif: Dari Infrastruktur hingga Layanan Digital Ramah Disabilitas

    Makan Bergizi Gratis

    Ironi Makan Bergizi Gratis: Ketika Urusan Dapur Menjadi Kebijakan Publik

    Nyai Sinta Nuriyah

    Kunjungi Aktivis yang Ditahan, Nyai Sinta Nuriyah Tunjukkan Keteguhan Ulama Perempuan dalam Membela Rakyat

    Hari Tani

    Hari Tani Nasional 2025: Menghargai Petani dan Menjaga Pangan Negeri

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Budaya Ro'an

    Budaya Ro’an, Tabarrukan dan Sistem Pendidikan Pesantren

    Tafsir Tepuk Sakinah

    Tafsir Tepuk Sakinah: Inspirasi Kesalingan dari Al-Qur’an

    Desakralisasi Ilmu Pengetahuan

    Desakralisasi Ilmu Pengetahuan

    2R: Ruang Riung

    2R: Ruang Riung, Forum Internasional untuk Kolaborasi, Inklusi, dan Refleksi

    Tidak Menikah

    Tidak Menikah, Gak Apa-apa, Kan?

    Melawan Kekerasan Seksual

    Tanggung Jawab Kolektif dalam Melawan Kekerasan Seksual

    Menjadi Difabel

    Kita Semua Bisa Menjadi Difabel

    Terminasi

    Terminasi : Sebab Minimnya Kelahiran Down Syndrome di Islandia

    Yosef dan Maria

    Yosef dan Maria: Belajar dari Dua Tokoh yang Saling Menguatkan dalam Hidup Berkeluarga

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    berbuat Baik

    Suami dan Istri Harus Saling Berbuat Baik

    Dalam Rumah Tangga

    Menerapkan Prinsip Keadilan Hakiki dalam Rumah Tangga

    Berbuat Baik Kepada Perempuan

    Islam Memerintahkan Laki-Laki untuk Berbuat Baik kepada Perempuan

    Kesehatan Mental

    Rasulullah Pun Pernah Down: Sebuah Ibrah untuk Kesehatan Mental

    Ukuran Kesalehan

    Kesalehan Itu Dimulai dari Rumah

    Keadilan sebagai

    Keluarga sebagai Ruang Pendidikan Keadilan dan Kasih Sayang

    Keluarga sebagai

    Keluarga sebagai Sekolah Pertama Menanamkan Nilai-nilai Kemanusiaan

    Ayat dua banding satu

    Menafsir Ulang Ayat Dua Banding Satu dalam Warisan dan Persaksian

    Perempuan di Bawah Laki-laki

    Islam Tidak Pernah Menempatkan Perempuan di Bawah Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Fasilitas Ramah Disabilitas

    Teguhkan Komitmen Inklusif, Yayasan Fahmina Bangun Fasilitas Ramah Disabilitas

    UIN SSC Kampus Inklusif

    UIN SSC Menuju Kampus Inklusif: Dari Infrastruktur hingga Layanan Digital Ramah Disabilitas

    Makan Bergizi Gratis

    Ironi Makan Bergizi Gratis: Ketika Urusan Dapur Menjadi Kebijakan Publik

    Nyai Sinta Nuriyah

    Kunjungi Aktivis yang Ditahan, Nyai Sinta Nuriyah Tunjukkan Keteguhan Ulama Perempuan dalam Membela Rakyat

    Hari Tani

    Hari Tani Nasional 2025: Menghargai Petani dan Menjaga Pangan Negeri

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Budaya Ro'an

    Budaya Ro’an, Tabarrukan dan Sistem Pendidikan Pesantren

    Tafsir Tepuk Sakinah

    Tafsir Tepuk Sakinah: Inspirasi Kesalingan dari Al-Qur’an

    Desakralisasi Ilmu Pengetahuan

    Desakralisasi Ilmu Pengetahuan

    2R: Ruang Riung

    2R: Ruang Riung, Forum Internasional untuk Kolaborasi, Inklusi, dan Refleksi

    Tidak Menikah

    Tidak Menikah, Gak Apa-apa, Kan?

    Melawan Kekerasan Seksual

    Tanggung Jawab Kolektif dalam Melawan Kekerasan Seksual

    Menjadi Difabel

    Kita Semua Bisa Menjadi Difabel

    Terminasi

    Terminasi : Sebab Minimnya Kelahiran Down Syndrome di Islandia

    Yosef dan Maria

    Yosef dan Maria: Belajar dari Dua Tokoh yang Saling Menguatkan dalam Hidup Berkeluarga

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    berbuat Baik

    Suami dan Istri Harus Saling Berbuat Baik

    Dalam Rumah Tangga

    Menerapkan Prinsip Keadilan Hakiki dalam Rumah Tangga

    Berbuat Baik Kepada Perempuan

    Islam Memerintahkan Laki-Laki untuk Berbuat Baik kepada Perempuan

    Kesehatan Mental

    Rasulullah Pun Pernah Down: Sebuah Ibrah untuk Kesehatan Mental

    Ukuran Kesalehan

    Kesalehan Itu Dimulai dari Rumah

    Keadilan sebagai

    Keluarga sebagai Ruang Pendidikan Keadilan dan Kasih Sayang

    Keluarga sebagai

    Keluarga sebagai Sekolah Pertama Menanamkan Nilai-nilai Kemanusiaan

    Ayat dua banding satu

    Menafsir Ulang Ayat Dua Banding Satu dalam Warisan dan Persaksian

    Perempuan di Bawah Laki-laki

    Islam Tidak Pernah Menempatkan Perempuan di Bawah Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Budaya Ro’an, Tabarrukan dan Sistem Pendidikan Pesantren

Tragedi di Al-Khoziny menjadi tamparan keras dan pelajaran berharga bagi pesantren di seluruh Indonesia

Intan Handita Intan Handita
12 Oktober 2025
in Publik, Rekomendasi
0
Budaya Ro'an

Budaya Ro'an

171
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Jagat media sosial akhir-akhir ini tengah terasa panas sekali sejak terjadi peristiwa runtuhnya bangunan musala dari Pondok Pesantren Al-Khoziny Buduran, Sidoarjo. Akibat fenomena tersebut, masyarakat terpecah menjadi tiga bagian. Ditambah lagi dengan adanya berita keikutsertaan santri dalam agenda ngecor bangunan pondok.

Pertama, mereka yang bertanya-tanya mengapa para santri ikut bekerja selayaknya tukang bangungan? Mengapa tidak belajar saja? Bukankah tugas mereka di pesantren hanya belajar dan belajar? Kedua, golongan mereka yang pernah dan sedang menempuh pendidikan di pondok pesantren. Ketiga, golongan putih atau netral yang memilih tidak memihak siapapun dan hanya jadi penyimak berita, namun juga gampang terprovokasi tulisan-tulisan di media.

Pertanyaan seperti mengapa para santri ikut bekerja selayaknya tukang bangunan? Mengapa tidak belajar saja yang bagus selama di pondok? Dan pertanyaan-pertanyaan serupa adalah pertanyaan yang muncul dari cara pandang masyarakat modern yang menilai pendidikan sebatas aktivitas akademik di ruang kelas.

Padahal, bagi dunia pesantren, kegiatan seperti ro’an, khidmah, dan tabarrukan adalah bagian integral dari sistem pendidikan yang telah mengakar kuat dalam sejarah Islam Nusantara.

Tradisi Pesantren

Dalam tradisi pesantren, budaya ro’an adalah sebuah kegiatan kerja bakti bersama yang dilakukan oleh para santri. Baik untuk kepentingan pondok maupun masyarakat sekitar. Aktivitas ini bukan semata-mata kegiatan fisik belaka, namun juga mengandung nilai pendidikan dan spiritual di dalamnya. Akar spiritualnya berpijak pada Quran Surah Al-Maidah ayat 2.

 وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (Qs. al-Ma’idah [5]: 2).

Pendidikan di pesantren menempatkan kegiatan keilmuan dan pengabdian sosial dalam satu kesatuan yang integratif. Santri terdidik agar tidak serta merta mempelajari ilmu agama saja, namun juga mampu mengekspresikan nilai-nilai keislaman dalam bentuk kepedulian sosial dan kontribusi nyata di lingkungan sekitarnya.

Ro’an atau kerja bersama menjadi bentuk nyata dari ukhuwah (persaudaraan) dan ta’awun (kerja sama) yang melahirkan rasa tanggung jawab dan solidaritas sosial yang tinggi.

Ro’an dan Nilai-nilai Luhur di dalamnya

Ro’an berasal dari kata tabaaraka-yatabaaraku-tabaarukan yang bermakna mengharap kebaikan dari seseorang, perbuatan atau suatu benda yang semuanya berlandaskan dengan kekuasaan Allah sebagai pemilik segala kebaikan.

Kemudian kata tersebut mengalami penyusutan dalam penyebutannya menjadi tabarukan-rukan-ru’an-roan. Dalam dunia pesantren, ro’an dapat diartikan dengan kerja bakti atau gotong royong untuk membersihkan dan merapikan lingkungan.

Budaya ro’an sebenarnya memiliki dua substansi; pertama, nadzafah dzahiriyah yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang bersih, rapi dan sehat. Kedua, nadzafah bathiniyah yang bertujuan untuk melatih hati untuk menjauhi sifat-sifat buruk dan melatihnya untuk terbiasa dengan sifat-sifat terpuji. Dengan kata lain, ro’an dapat teraplikasikan sebagai olahraga fisik sekaligus riyadhoh hati.

Budaya ro’an juga mengandung nilai-nilai pendidikan sebagai berikut. Pertama, melatih siswa untuk berjiwa sosial. Siswa harus mempersiapkan diri demi masa depan mereka, sehingga perlu membekali diri dengan pengetahuan juga solidaritas dan jiwa sosial.

Kedua, menanamkan nilai keikhlasan dan kesabaran yang mana keduanya tidak bisa kita dapatkan secara instan. Ketiga, membentuk karakter konservatif yang peka terhadap kebersihan lingkungan dan selalu menjaga diri dari upaya merusak lingkungan.

Tradisi ro’an erat kaitannya dengan semboyan “Kebersihan adalah sebagian dari iman” dan ro’an hadir untuk benar-benar menyadarkan santri bahwa ajaran Islam tersebut harus kita amalkan.

Kegiatan Ro’an Sebagai Budaya Pesantren dan Bentuk Pendidikan Luar Kelas

Kegiatan seperti membersihkan lingkungan, ngecor, memperbaiki bangunan, membantu tetangga, membersihkan dan merapikan asrama bukanlah pekerjaan kasar yang dapat menurunkan harkat dan martabat santri. Justru, dalam pandangan kyai kegiatan tersebut merupakan madrasah kehidupan yang mengajarkan nilai-nilai luhur Islam seperti keikhlasan, disiplin, dan kebersamaan.

Ahmad Tholabi Khalie, seorang guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, anggota dewan Pendidikan Tinggi Kemdiktisaintek RI sekaligus alumnus Pondok Pesantren Darussalam Ciamis, Jawa Barat dalam tulisannya di Republika.co.id  ia menulis bahwa dalam dunia pesantren terdapat sebuah adagium penting, “man laa yakhdim, laa yafham.”

Artinya barang siapa yang tidak pernah berkhidmah maka ia tidak akan pernah memahami (ilmu) yang ia pelajari dengan sempurna. Artinya, ilmu tidak hanya tercapai melalui pengajaran (ta‘lim), tetapi juga melalui pengabdian (khidmah). Dalam tradisi ini, mengabdi kepada pondok dan masyarakat adalah bagian dari proses pencarian ilmu itu sendiri.

Khidmah di sini bisa bermacam-macam penafsirannya. Namun, yang jelas ro’an adalah salah satu contoh bentuk khidmah paling ringan yang dapat kita lakukan, selain menaati peraturan pesantren. Dari sinilah pesantren menumbuhkan generasi santri yang berilmu dalam agama, berdaya dalam kehidupan sosial, dan memiliki kemandirian dalam menjalani peran-peran kemasyarakatan.

Di berbagai daerah, santri diajarkan keterampilan praktis seperti menyervis motor, memperbaiki alat-alat pertanian, atau membangun rumah. Bahkan, beberapa pondok mendirikan Badan Latihan Kerja (BLK) sebagai sarana untuk melatih keterampilan para santrinya.

Ada yang berfokus pada keterampilan menjahit, memasak, perikanan, pengolahan daur ulang sampah dan banyak lagi. Semua ini melatih mereka agar mampu berkiprah di tengah masyarakat dengan bekal kemandirian. Termasuk ro’an. Sejatinya, pendidikan di pesantren adalah pendidikan integral, yakni menggabungkan aspek keilmuan, moralitas, dan keterampilan hidup (life skills).

Refleksi Kegiatan Ro’an dan Momentum Pesantren untuk Berbenah

Ro’an sejatinya adalah kegiatan yang melatih keikhlasan, disiplin dan kebersamaan. Namun, jika melihat keadaan yang terjadi di Al-Khoziny, kita juga tidak bisa menutup mata pada aspek keselamatan dan tata kelola kegiatan.

Insiden ini menjadi sebuah alarm pengingat bahwa setiap amal baik tetap harus kita jalankan dalam koridor hifzh al-nafs atau menjaga keselamatan jiwa, yang merupakan salah satu tujuan utama dalam maqashid as-syari‘ah. Dalam hukum Islam, ada kaidah penting yang menyatakan:

دَرْءُ المَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ المَصَالِحِ

“Mencegah kerusakan harus didahulukan daripada meraih kemaslahatan.”

Maka, semangat ro’an yang luhur tidak boleh mengabaikan aspek keselamatan dan profesionalisme. Pesantren perlu melakukan penyesuaian manajerial agar kegiatan semacam ngecor tetap aman bagi para santri. Bukan berarti menghapus tradisi itu, tetapi mengatur ulang dengan prosedur keselamatan yang memadai.

Sejak awal, pesantren memang tumbuh dari budaya swadaya. Semangat kiai dan tanah wakaf menjadi unsur berdirinya pondok pesantren. Kemudian, santri ikut membangun, masyarakat ikut menyumbang, alumni patungan, dan setahap demi setahap gedung pun berdiri.

Mo‌del tersebut berhasil melahirkan ribuan pesantren di pelosok Nusantara tanpa harus me‌nunggu intervensi peme‌rin‌tah. Inilah kekuatan pesantren yang disebut Gus Dur sebagai lembaga pendidikan yang memiliki “kemandirian”.

Namun, di balik kemandirian tersebut terdapat kerentanan yang tidak terlihat. Banyak ba‌ngun‌an pesantren yang ber‌diri tanpa rencana teknis yang jelas, tanpa desain arsitektur yang memenuhi standar keamanan, bahkan sering tanpa keterlibatan insinyur atau pengawas konstruksi.

Hasilnya memang selesai, namun rapuh kualitasnya. Bahkan, sampai hari ini kita masih bisa mendapati gedung kelas yang terbangun seadanya, sempit tanpa ventilasi. Ataupun asrama yang sempit, padahal anggotanya banyak.

Menilik Tragedi di Al-Khoziny

Tradisi ro’an memanglah sebuah sarana pendidikan karakter, melatih kebersamaan, tanggung jawab, dan jiwa gotong royong. Namun, ketika ro’an kita lakukan dalam upaya pembangunan pondok yang seharusnya membutuhkan tenaga professional, maka di sanalah muncul sebuah masalah.

Santri yang tidak terlatih, seringkali diminta membantu mengangkut material, mencampur semen, bahkan ikut memasang bata. Jarang yang mempertanyakan, atau bahkan hampir tidak ada  yang mempertanyakan tentang keselamatan dan ketahanan. Padahal, keselamatan tidak lahir dari keikhlasan semata, tetapi dari keahlian dan disi‌plin standar. Tra‌gedi di Al-Khoziny menyadarkan kita bahwa romantisme gotong royong tidak boleh lagi mengorbankan nyawa santri.

Tragedi Al-Khoziny merupakan alarm keras bahwa pendekatan lama sudah tidak bisa kita pertahankan. Pesantren sering dibangun dengan “iman dan ikhlas”. Sumbangan masyarakat, tenaga santri dan restu kiai menjadi modal yang paling utama. Namun, hal tersebut tidak cukup untuk membangun bangunan yang kokoh.

Sebuah refleksi yang harus kita terima dan benahi. Pada titik ini, slogan pesantren al-muhafazatu alal qadim as-salih wal akhdzu bil jadid al-aslah artinya mempertahankan tradisi lama yang baik dan mengambil baru yang lebih baik, menjadi dasarnya. Pesantren tidak boleh lagi bersembunyi di balik kalimat “ini tradisi pesantren” atau “semua ini dijalankan dengan ikhlas”.

Tra‌disi yang sudah tidak re‌levan harus terganti dengan kebaruan yang memi‌liki maslahat lebih besar. Keselamatan santri harus ditempatkan sebagai prioritas mutlak, bukan sekadar urusan tambahan.

Kolaborasi adalah Kunci

Dalam sebuah opini yang terbit di Jawa Pos kapan hari mengenai kasus ini, terdapat sebuah saran yang menurut saya cukup bagus dan menjadi sebuah pencerahan yang dapat kita tiru dan terapkan. Bahwasanya kita harus belajar dari dunia pendidikan formal yang dikelola oleh negara, yakni sekolah ne‌geri wajib mengikuti stan‌dar bangunan gedung pen‌didikan. Ada peraturan teknis, mekanisme peng‌awasan, dan prosedur perizinan.

Jika pesantren ingin tetap menjadi pilar pen‌didikan nasional, standar keselamatan serupa seharusnya kita berlakukan. Tidak adil jika gedung sekolah negeri diperiksa ketat, sedangkan ribuan santri di pesantren, kita biarkan tinggal di asrama yang rawan runtuh.

Urusan ini tentu saja bukan hanya menjadi urusan pesantren, namun juga menjadi urusan peme‌rin‌tah daerah, organisasi ma‌syarakat, hingga Kementerian Agama. Semua pihak tersebut haruslah berkolaborasi untuk melakukan pendataan dan pemeriksaan kondisi fisik pesantren. Bangunan yang tidak memenuhi standar harus segera kita perbaiki, kita perkuat, atau bahkan kita ganti. Biaya yang muncul jangan kita anggap sebagai beban, melainkan investasi keselamatan.

Hal ini kita lakukan dalam rangka ikhtiar atas prinsip darul mafasid muqaddamun ala jalbil mashalih atau meminimalkan korban di tempat lain. Tragedi di Al-Khoziny menjadi tamparan keras dan pelajaran berharga bagi pesantren di seluruh Indonesia. Jangan sampai tragedi menyedihkan tersebut hanya menjadi sebuah momentum jangka pendek yang kemudian kedukaannya terlupakan dan hilang dari ingatan.

Satu korban saja sudah cukup banyak, maka jangan sampai korban-korban yang berjatuhan hanya dicukupkan dengan doa sebagai penenang, tanpa melahirkan perubahan yang nyata. []

Tags: Budaya Ro'anGotong RoyongPendidikan KarakterPonpes Al Khoziny SidoarjoSantriTabarukkanTradisi Pesantren
Intan Handita

Intan Handita

Lulusan sastra Arab, hobi baca, nulis, dan sekarang lagi ngincer skill gambar biar lengkap. Bisa dihubungi di ig: @intnhndta

Terkait Posts

Fiqhul Bina'
Hukum Syariat

Belajar dari Musibah Ponpes Al Khoziny: Menghidupkan Fiqhul Bina’ di Dunia Pesantren

2 Oktober 2025
Santri Era Digital
Publik

Santri di Era Digital: Mengapa Dakwah Harus Hadir di Media Sosial?

19 September 2025
Dhawuh
Personal

Di Bawah Bayang-bayang Dhawuh Kiai: Bagian Dua

19 Agustus 2025
Kitab Hadis
Hikmah

Menyemai Kasih Melalui Kitab Hadis Karya Kang Faqih

9 Juni 2025
Filosofi Santri
Hikmah

Filosofi Santri sebagai Pewaris Ulama: Implementasi Nilai Islam dalam Kehidupan Sosial

23 Mei 2025
Peran Pesantren
Publik

Peran Pesantren dalam Kehidupan Kartini

21 April 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Tafsir Tepuk Sakinah

    Tafsir Tepuk Sakinah: Inspirasi Kesalingan dari Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memerintahkan Laki-Laki untuk Berbuat Baik kepada Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rasulullah Pun Pernah Down: Sebuah Ibrah untuk Kesehatan Mental

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kesalehan Itu Dimulai dari Rumah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menerapkan Prinsip Keadilan Hakiki dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Suami dan Istri Harus Saling Berbuat Baik
  • Bon Appétit, Your Majesty: Ketika Dapur Jadi Cermin Kuasa dan Kesetaraan
  • Budaya Ro’an, Tabarrukan dan Sistem Pendidikan Pesantren
  • Menerapkan Prinsip Keadilan Hakiki dalam Rumah Tangga
  • Tafsir Tepuk Sakinah: Inspirasi Kesalingan dari Al-Qur’an

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID