• Login
  • Register
Rabu, 4 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Buku Ngopi Bareng Allah, Pertemuan Narasi Filsafat dan Sufistik

Buku ini ditulis sebagai bentuk kepeduliannya terhadap sesama, terkhusus saat negeri ini dilanda wabah, ia mengajak siapapun untuk kembali kepada Allah, kepada sang pencipta dengan cara-cara yang asik.

Ela Nurlaela Ela Nurlaela
08/07/2021
in Publik
0
Buku

Buku

252
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pada akhir Juni lalu, saya mengikuti salah satu acara bedah buku yang ditayangkan secara live di YouTube, bersamaan dengan ini peserta lain juga bisa mengakses diskusi melalui kanal zoom. Ada yang menarik dan patut kita refleksikan terkait buku yang dikarang oleh orang tua kita ini (Pdt. Dr. Albertus Patty) saya mengenal beliau sebagai orang yang ramah dan humoris.

Beberapa tahun silam sebelum pandemi, saya dan kawan-kawan dari Jakatarub (Jaringan Kerja Antar Umat Beragama) berkesempatan menghadiri kebaktian Natal di salah satu gereja di Kota Bandung, suatu kehormatan bagi kami karena diundang langsung oleh Pak Berty. Hasilnya adalah kami tentu ditraktir makan. Eh, maksud saya terasa betul perayaan Natal sama seperti saat kita berlebaran: hangat dan penuh sukacita. Menghadirkan Wawan Gunawan dan Pdt. Santy Manurung selaku pembedah, diskusi berlangsung dengan penuh kegembiraan.

Kembali ke Bedah Buku, Pak Berty mengaku bahwa buku ini ia tulis sebagai bentuk kepeduliannya terhadap sesama, terkhusus saat negeri ini dilanda wabah, ia mengajak siapapun untuk kembali kepada Allah, kepada sang pencipta dengan cara-cara yang asik.

Mendekati Tuhan sejatinya tidak harus selalu dengan tangis penuh penyesalan tetapi dengan penuh kedekatan dan keakraban, saking akrabnya Tuhan sampai diajak ngopi, buku yang ditulis Pak Berty ini memang merangkum banyak narasi dan perspektif dari berbagai agama. Menarik ya teman-teman

Mengundang Pdt Santy Manurung dari GKI Merpati Emas dan Wawan Gunawan, diskusi terasa semakin hangat dan penuh dengan kerianggembiraan. Pdt Santy mengomentari bahwa buku ini kental akan Stoicisme, salah satu pandangan filsafat yang berfokus pada pengendalian diri, kedamaian dan hidup selaras dengan alam.

Ajarannya yang paling populer adalah sikap mengontrol diri dari emosi negatif atau singkatnya hidup dengan emosi negatif yang terpelihara, bebas dari nafsu, dari ketakutan dan dari segala amarah. Baginya, Pak Berty telah berhasil menarasikan pandangan keagamaan yang santai namun tetap tidak melupakan esensi.

Baca Juga:

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

Belajar Toleransi dari Kisah Khalifah Manshur dan Georgeus Buktisyu

Buku Sayap-Sayap Patah: Kritik Kahlil Gibran terhadap Pernikahan Paksa

Refleksi Surah Al-Ankabut Ayat 60: Menepis Kekhawatiran Rezeki

Buku ini mengajarkan kita untuk terus berusaha tapi tidak sambil memaksakan kehendak.  Beruntunglah saya yang pada saat mengikuti acara ini baru selesai membaca buku Filosofi Teras (salah satu buku yang menjadi gerbang perjumpaan saya dengan Stoicisme)

Sementara dalam kesempatan yang sama, Wawan Gunawan pun memberi komentar. Kali ini ia mereview lebih detail karena menyajikan diskusi sambil menandai hal-hal menarik dalam setiap halaman buku. Pada awal diskusi, ia buka dengan kalimat “semoga pada pertemuan ini kita tidak hanya menjadi Kronos melainkan Kairos” kalimat ini ia kutip dari kalimat pembuka yang Pak Berty Tulis. Pendek kata, Kronos adalah waktu terjadi hari apa kita bertemu sedangkan Kairos adalah momentum sangat bahagia dalam setiap peristiwa artinya pertemuan berkualitas yang terasa dekat dan mendalam.

Selanjutnya, pria yang akrab disapa Kang Wawan ini menambahkan bahwa ada dua cara mendekati Tuhan salah satunya dengan melihat Tuhan dari dimensi Jalaliyah (Kemahakuasaannya) nah pandangan ini kalau dalam Islam, muncul dalam teks-teks hukum atau yang seringkali diutarakan para filsuf dalam hal ini berarti muncul dari pandangan yang dilahirkan oleh para ulama-ulama Fiqih.

Nah pandangan ini, menurut Kang Wawan kemudian melihat bahwa Tuhan begitu agung begitu kuasa begitu perkasa hingga melihat bahwa Tuhan sangat Maha Besar kita begitu kecil di alam semesta ini, sehingga Tuhan kerap kali dianggap jauh saking bedanya kita sama Dia. Sementara cara lain yang bisa ditempuh untuk bisa dekat dengan Tuhan adalah memandangnya dari dimensi Jamaliyah (Keindahan) pandangan ini melihat Tuhan dari segi kelembutan, kasih sayang, pengasuhan, pengampunan.

Bahkan saking dekatnya Tuhan kemudian dipandang sebagai Dzat yang dekat, mudah diakrabi, dijadikan teman, diajak curhat, dalam hal ini Pak Berty justu malah sambil diajak ngopi. Sehingga pandangan ini dipraktekkan oleh para sufi di mana melihat Tuhan sebagai bagian yang amat dekat dan tak bisa dipisahkan dalam kehidupan kita, konsep ini sama seperti yang diajarkan Rumi bahwa Tuhan adalah kekasih sejati. Selain buku Filosofi Teras, pada bagian ini saya kembali dibuat ingat dengan salah satu buku lain yakni The Tao of Islam yang dikarang Sachiko Murata.

Oke lanjut, Kang Wawan kemudian kembali menambahkan “Ada dua hal yang selalu orang lakukan ketika menjalani kehidupan, yakni dengan cara yang optimis dan pesimis. Orang bisa begitu sangat yakin berambisi dan ragu dengan kepasrahan dan keputusasaan.” Nah buku ini mengajarkan kita untuk senantiasa realistis memandang segala sesuatu bisa kita dapatkan selama usaha terus dijalankan, artinya berharap dengan kesadaran dan terukur apa yang telah dikerjakan tidak serta mengharap tapi tidak melakukan apa-apa.

Hal menarik yang saya tandai ada di halaman 59, disini Pak Berty menuliskan bahwa Agama lahir untuk pembebasan. Sama seperti pandangan ulama moderat bahwa agama lahir untuk dijadikan inspirasi bukan sebagai aspirasi. Dalam Agama selain harus bersandar pada Tuhan ia juga berbanding lurus dengan kemanusiaan, karena selain harus baik hubungan dengan Tuhan orang beragama meyakini bahwa memberi kebaikan pada sesama adalah sebuah keharusan.

Begitulah beliau menutup diskusi dengan kalimat pamungkasnya. Selanjutnya tulisan ini akan bersambung dengan malam sebagai sarana mendapatkan cahaya Tuhan dan Humor sebagai cara mendekatkan diri dengan Tuhan. (Bersambung)

 

Tags: bukufilsafatFilsufkeadilanKebijaksanaankehidupankemanusiaanPandemi Covid-19PerdamaianSolidaritasSufitasawuftoleransi
Ela Nurlaela

Ela Nurlaela

Alumni Fakultas Syariah dan Hukum UIN SGD Bandung, Suka bercocok tanam, senang mempelajari berbagai isu

Terkait Posts

Ibadah Kurban

Ibadah Kurban dan Hakikat Ketaatan dalam Islam

4 Juni 2025
Mitos Israel

Mitos Israel di Atas Penderitaan Warga Palestina

4 Juni 2025
Trans Jogja

Trans Jogja Ramah Difabel, Insya Allah!

3 Juni 2025
Perbedaan Feminisme

Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis

2 Juni 2025
Teknologi Asistif

Penyandang Disabilitas: Teknologi Asistif Lebih Penting daripada Mantan Pacar

2 Juni 2025
Ketuhanan

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

1 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Resident Playbook

    Resident Playbook dan Pentingnya Perspektif Empati dalam Dunia Obgyn

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ragam Pendapat Ahli Fiqh tentang Aurat Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ibadah Kurban dan Hakikat Ketaatan dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Batasan Aurat Perempuan dalam Tinjauan Madzhab Fiqh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Memaknai Aurat Perempuan secara Utuh
  • Ibadah Kurban dan Hakikat Ketaatan dalam Islam
  • Batasan Aurat Perempuan dalam Tinjauan Madzhab Fiqh
  • Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal
  • Ragam Pendapat Ahli Fiqh tentang Aurat Perempuan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID