Mubadalah.id – Bulan Muharam adalah bulan pertama dalam kalender Hijriah atau tahun baru Islam. Bulan ini menjadi lembaran baru bagi semua umat Islam untuk memulai langkah dan semangat yang baru dalam menjalani kehidupan. Muharam menjadi bulan yang tepat untuk refleksi hijrah meningkatkan spirit kualitas kebaikan agar lebih bermanfaat untuk sesama.
Terlebih, di tengah gempuran teknologi dan media sosial, kita semakin banyak menemukan berbagai ujaran kebencian, lontaran yang menyakitkan, dan sentimen kebenaran atas kelompoknya sendiri. Hal-hal seperti itulah yang dapat menimbulkan perpecahan dan permusuhan, bahkan tak jarang melahirkan adanya kekerasan.
Momentum bulan Muharam sangat tepat untuk kita jadikan sebagai ibrah dari setiap peristiwa sejarah yang terjadi pada bulan ini. Selain itu, keutamaan bulan Muharam memberikan kesempatan bagi umat Islam untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, serta kembali kepada spirit persatuan dan kesatuan.
Bulan Muharam juga tidak terlepas dari peristiwa historis, salah satunya adalah hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Hijrah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW tidak hanya sekedar hijrah makaniyyah (geografis), namun tersimpan makna yang sesungguhnya baik secara ideologi, pemikiran, perasaan, dan perilaku, yang dapat kita lihat bagaimana perbandingan kualitas hidup Nabi Muhammad SAW dan sahabat dari masa sebelum hijrah di Mekkah, dengan kehidupan di Madinah sesudah hijrah.
Refleksi Hijrah Nabi Muhammad SAW
Setelah mulai berdakwah secara terbuka, Nabi Muhammad SAW dan umat Islam mendapat penolakan keras dari kaum Quraisy. Berbagai usaha dilakukan oleh Kaum Quraisy untuk menghalangi dakwah Nabi Muhammad SAW di Mekkah. Mulai dari penyiksaan, pemboikotan, bahkan dibunuh dengan cara yang sangat sadis lagi bengis.
Nabi SAW dengan akhlaknya yang mulia tidak akan pernah membalas kejahatan dengan kejahatan. Islam sesungguhnya adalah agama yang mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan, akhlak mulia, kejujuran, keadilan, menghormati satu sama lain dan haram bagi umat Islam saling menyakiti dalam bentuk apapun. Pada akhirnya Nabi Muhammad SAW memenuhi perintah Allah SWT untuk berhijrah dari Mekkah ke Madinah, demi menyelamatkan nyawa kaum muslimin.
Setelah berhijrah, kehidupan umat Islam jauh lebih baik dari pada sebelumnya. Melalui piagam Madinah, Nabi SAW membuat konsensus dengan semua suku dan agama, sehingga terbentuk aturan kebebasan beragama dan pembatasan aturan berdakwah antar agama. Itu artinya, agama Islam boleh berdakwah kepada umat agama lain tanpa paksaan. Seorang Muslim yang kaya juga diwajibkan membantu muslim yang lemah melalui zakat, sedekah, dan infaq.
Di Madinah, setiap manusia memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan pilihan hidupnya baik ia beragama Islam atau tidak. Tidak boleh ada paksaan dalam beragama. Sebab, persoalan agama adalah urusan masing-masing, hak setiap individu.
Kehidupan Nabi Muhammad SAW dan umat Islam setelah hijrah ke Madinah adalah sebuah potret kehidupan yang mengedepankan persatuan dan kesatuan di atas konsensus atau kesepakatan bersama yaitu piagam madinah, sehingga terwujud rasa aman dan damai.
Dimensi Hijrah dalam Spirit Persatuan dan Kesatuan
Peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dan sahabat harus kita jadikan sebagai pelajaran penting agar lebih memaknai secara luas dan mendalam. Hijrah bukan semata-mata mengikuti trend dan merasa paling benar.
Lebih dari itu, hijrah merupakan perpindahan tanpa henti dari suatu kondisi yang tidak baik menjadi baik, dari kondisi yang baik menjadi lebih baik, dan dari kondisi yang lebih baik menjadi makin baik, begitu seterusnya hingga akhir hayat. Selain itu hijrah juga tidak sekedar perpindahan secara geografis, namun memuat dimensi lain.
Pertama, ideologi (hijrah I’tiqadiyah) yang dapat ditandai dengan peningkatan iman dan takwa yang terus meningkat tiada henti. Seseorang yang dapat berhijrah secara ideologi dapat menjadi muslim dan mukmin yang terbaik.
Kedua, pola pikir (Hijrah Fikriyah), dterandai dengan menjadi pribadi yang santun, tegas, dan bijaksana menghadapi perbedaan manusia. Ketiga, rasa (Hijrah Syu’uriyah), yaitu menjadi pribadi yang lebih pandai berempati, lembut hati, dan saling menyanyangi. Keempat, tindakan (Hijrah Sulukiyah), ditunjukkan dalam sikap yang bijaksana, rela berkorban untuk orang sekitar dan manusia.
Dari hal yang sudah saya sebutkan di atas, maka sebagai seorang muslim kita harus memuliakan bulan Muharam ini dengan lebih banyak melakukan kebaikan, meningkatkan iman-takwa, dan berhijrah menjadi pribadi yang lebih baik.
Puncaknya agar menjadi seorang muslim sejati, yaitu muslim yang membuat rasa nyaman, aman dan damai, sehingga terciptalah rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan masyarakat, negara, dan alam semesta. Wallahu A’lam bi ash-Shawab. []